Cita-cita adalah hal mutlak yang harus dicapai. Sedangkan, prinsipnya dalam bekerja adalah mengabdi. Namun sebagai gadis miskin tanpa pendidikan penuh ini — pantaskah Meera menjadi sasaran orang-orang yang mengatakan bahwa 'menjadi simpanan adalah keberuntungan'?
Sungguh ... terlahir cantik dengan hidup sebagai kalangan bawah. Haruskah ... cara terbaik untuk lepas dari jeratan kemalangan serta menggapai apa yang diimpi-impikan — dirinya harus rela menjadi simpanan pria kaya raya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sintaprnms_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23 : Penyembuhan Di Panti Asuhan Dan Debut Pertama Opera.
...23 : Penyembuhan Di Panti Asuhan Dan Debut Pertama Opera....
“Keluar.”
Ucapan Tuan Abhimana menjelaskan semua. Meera sangat tahu, bahwa kelemahan adalah sesuatu yang tidak sepatutnya diketahui orang asing.
Dirinya bukan keluarga atau pun teman terdekat, hanya seorang pelayan. Maka wajar bagi Tuan merasa canggung dan mungkin juga marah. Tetapi dalam pandangan Meera, kelemahan bukan hal yang buruk dan kurang. Karena setiap dari manusia jelas memiliki itu.
Lantas bagaimana cara pria berpikir? Maksudnya mengapa Tuan Abhimana bertingkah seolah diri baik-baik saja? Padahal meminta bantuan bukan lah sesuatu yang memalukan.
“Semoga Tuan secepatnya membaik,” gumam Meera dengan memejamkan mata.
2 hari setelah kejadian di gudang. Abhimana memilih untuk pulang ke Surabaya, ia tinggal sementara di rumah Papa dan Mama. Lupakan. Apapun itu, Abhimana mencoba lupa, bahwa Meera telah tahu.
Siapa juga yang peduli dengan pendapat seseorang? Ingin dianggap lemah? Ingin dianggap tidak berguna? Ingin dikasihani? Peduli apa? Ia sama sekali, tidak peduli.
Dan saran dari Nailah, yang memintanya untuk Psikoterapi belum juga berani Abhimana lakukan. Bukan karena rasa takut, tetapi karena — bagaimana jika ada orang yang mengenalinya? Abhimana tidak mau keluarga besar tahu tentang ini, terutama Mama Cecilia.
Plink. Notifikasi ponsel, mengalihkan fokusnya. Ada pesan, dari seseorang yang sudah lama tidak pernah dikunjunginya.
Kak Mardiyah
Bhi, kamu apa kabar?
Kak Mardiyah — wanita ini adalah anak tiri Papa dengan sekretaris Papa. Oh sungguh, Abhimana masih ingat dengan jelas betapa menderita Kak Mardiyah dan Mama dalam tekanan Kakek Manggala dan Papa Tama. Belum lagi, Kak Rajendra.
Semua pria di dalam keluarga-nya, gila! Ia bersyukur, setidaknya Abhimata adalah orang yang benar. Meski pernah berselisih dengan Lingga pekara Cassia. Abhimata tetap sejalan dengannya. Menjadi orang baik, menjadi pria sejati.
^^^Baik, Kak.^^^
^^^Kenapa? Kakak pasti dengar ya tentang pembatalan pernikahanku?^^^
Kak Mardiyah
Saya nggak peduli tentang itu.
Saya hanya khawatir tentang kamu.
Kedua sudut bibir Abhimana tertarik. Kak Mardiyah ini, sudah tahun-tahun berlalu, komunikasinya masih saja menggunakan bahasa baku. Padahal Abhimana sudah mencoba akrab dan menurunkan gengsi.
^^^Senengnya dikhawatirin.^^^
^^^Jadi pengen maen ke Panti.^^^
Kak Mardiyah
Datang aja. Hari ini ada aqiqahan Safiya.
Safiya? Ah, keponakannya. Gen Lutfan sangat melekat pada Safiya.
Setelah dipikir-pikir selain terapi — untuk menenangkan diri, dari mental dan fisik pasca kejadian di gudang … bukankah lebih baik ke Panti Asuhan? Menyembuhkan diri sembari bermain dengan beberapa keponakannya?
Di sana meskipun telah bertahun-tahun berlalu, tetap asri. Udara sejuk, sederhana dan juga sunyi. Tempat yang tepat untuk terapi ketenangan.
^^^Kak aku otw.^^^
^^^Nginep disana 2 atau 3 hari boleh, nggak?^^^
^^^Kalau boleh aku bawa baju nih.^^^
Kak Mardiyah
Boleh.
📍Panti Asuhan Al-Hikmah, Kabupaten Gresik.
Perjalanan memakan waktu setengah jam lebih. Abhimana meminta disopiri saja. Tenaga sudah terkuras habis. Dan sesampai disana pun Abhimana disambut dengan ramah, bertemu teman lama, Lutfan.
“Lo istirahat dulu, ya? Gue masih sibuk ngundang-ngundang orang.” Lutfan mengusap bahu Abhimana. “Sabar ya, Bro. Secepatnya, gue yakin lo pasti dapat yang terbaik.”
Demi apa? Orang-orang prihatin atas kegagalan pernikahannya dengan Arabella? Ya Tuhan … padahal saja dirinya lebih prihatin dengan kesehatan mental ini. Andai mereka — Kak Mardiyah dan Lutfan tahu, alasan ia datang kesini demi menenangkan diri akibat dari kambuhnya kecemasan itu … bagaimana tanggapan mereka?
“Oh iya.” Lutfan berhenti di depan pintu. “Kakak lo masih di Pesantren. Nanti kalau udah balik, gue suruh nemuin lo.”
Abhimana mengangguk. “Ya. Oke, Bro.”
📍Gedung Opera Surabaya.
Penampilan memukau. Pujian terlepas luas. Bunga diberi. Pada setiap langkah pun, senyuman mendatangi. Dari mata khalayak memuja keelokan paras dan bakat, yang terpancar sendiri.Ya Allah, ini … ini hidup yang aku mau. Semua orang menghormatiku, batinnya bahagia.
Kasta adalah jenis tingkatan dimana rasa hormat akan didapat melalui kuasa, harta dan mungkin saja … bakat? Ya, keunggulan — kecerdasan yang bisa membawa seseorang menaiki level dikemudian hari.
“Permisi, Nona?”
Suara itu dari arah belakang. Meera baru saja turun menyambut orang-orang. Dan itu mengalihkan fokusnya. “Ah, iya? Saya?”
Wanita didepannya ini, tersenyum. Sebentar, beliau …
“Anda … Nyonya Harsa Jayantaka?”
Nyonya Harsa mengangguk. “Ya. Tepat sekali. Saya kira, kamu tidak mengenali saya.”
“Bagaimana mungkin, Nyonya?” Meera menunduk. Sungguh, ini bukan zaman penjajahan atau masih didalam karya yang dibawanya tadi. Tetapi Meera tetap memberi hormat layaknya para bangsawan. Disebabkan oleh baju yang masih dipakainya. “Salam untuk Anda, Nyonya. Saya Meera.”
“Salam kenal untukmu juga.” Tangan halus itu, menyentuh dagunya tiba-tiba. “Your beauty is so natural and captivating.”
Kedua pipinya memerah semu. Pujian dari wanita lain yang lebih mempesona adalah kemuliaan. “Terimakasih, Nyonya.”
“Ini debut pertamamu, sebagai pemeran utama?”
Meera menggeleng. “Tidak, Nyonya. Saya sudah beberapa kali menjadi peran utama. Tapi di sini — bisa dikatakan sebagai debut pertama saya di Panggung Opera.”
“Debut pertama … yang sangat baik.” Nyonya Harsa berbalik ke kiri, dan ada seseorang yang memberinya bunga. “Ini untukmu. Untuk suara dan kecantikanmu yang memukau.”
Meera menerima dengan penuh bahagia. “Terimakasih, Nyonya.”
Beliau berpamitan. Dan beberapa muda-mudi hingga tua menghampirinya. Penampilan pertama ini benar-benar membuka jalan, dan membawa lembaran baru. Bude Sugeng Lastrini bilang, Opera adalah pertunjukkan bagi kalangan atas.
Jadi, ya … apakah ini yang dinamakan menjadi pusat perhatian?
Dugh. Punggung Meera ditabrak oleh seseorang, dan saat Meera menengok ingin meminta maaf juga. Orang itu — lebih tepatnya pria itu pun lebih dulu berkata, “Sorry.”
“Ya. Saya juga minta maaf.” Meera hendak berbalik.
Namun ditahan dengan ucapan pria itu lagi. “Anda pemeran utama?”
“Saya?” Meera menunjuk diri. “Ah-iya. Saya — pemeran utama wanita.”
“Hai. Saya tidak menyangka bisa berbicara langsung dengan Anda.” Pria itu memberi tangannya. Ingin … bersalaman? “Saya Anthony Gan Tarak. Produser Film.”
“Ah-iya. Saya Meera Larasati. Pemeran Elizabeth Bennet.” Meera menyambut tangan itu. Tetapi ia … sudah lelah. Bagaimana caranya istirahat dan menghindari kerumunan ini? “Saya permisi.
“Ehm sebelum itu —"
“Ya? Kenapa?”
Orang yang mengaku sebagai Produser Film itu memberi tanda pengenal. “Bisakah Anda menghubungi saya, Nona? Karena saya rasa, bakat Anda sangat mengagumkan. Dan meminta nomor Anda secara pribadi adalah hal yang tidak sopan.”
Meera bingung. Tetapi menjawab, “Ya.” Ia sudah lelah. Ia harus segera istirahat.
“Tapi sebelum itu, Nona.” Anthony menahan lagi. “Dimana saya bisa menemukan Anda jika Anda tidak menghubungi saya?”
Meera sudah tidak ingin basa-basi. Ia menjawab langsung, “Di Malang. Sanggar Seni Sugeng Lastrini.”
“Terimakasih, Nona. Selamat beristirahat.”
Di sisi lain tempat,
Pengelola Opera — Pauline Van Rossum seorang wanita turunan darah Belanda bercampur Indonesia. Sedang duduk dengan anggun, bersiap menyambut kata dari lawan bicara berikutnya.
“Saya tertarik dengan wanita muda itu, Nyonya.”
Pauline menatap. Tangan kecilnya dengan anggun meletakkan kembali secangkir teh. “Tuan Anthony, dari keluarga … Gan Tarak?”
Pria itu hanya menatap.
“Anda tertarik. Bukankah berarti dia memikat?” Paulina menjeda. Ketenangan yang mengambang akan ia putar menjadi ketegangan tak berarah. “Namun sangat disayangkan. Anda mendatangi orang yang salah. Apa kaitan saya dengan pemeran utama yang bahkan — baru saja debut?”
Anthony tersenyum miring. “Anda adalah Pengelola Opera. Setiap dari aktris dan aktor, tentu tidak luput akan penilaian Anda.”
“Tentu saja.”
“Maka jika Anda tidak keberatan. Setidaknya, berilah informasi sedikit tentang pemeran utama wanita di Operasi malam ini, kepada saya — yang tidak lain adalah Produser Film."
Pauline menyelipkan anak rambut di belakang telinga. Dan dengan mata yang tajam lurus ke depan, ia menjawab, “Dia hanya wanita miskin yang berbakat. Jangan mengincarnya. Jangan menariknya masuk. Jika kelak, Anda sendiri yang akan menghancurkan karir dan impian wanita itu.”
Setelah mendengar jawaban. Anthony berdiri, bersiap untuk pergi. Tetapi sebelum itu, ia berujar, “Anda tidak perlu khawatir. Berita yang Anda dengar tentang saya — tidak sepenuhnya benar.”
“Selamat malam, Nyonya Paul,” sambung Anthony berpamitan.
...[tbc]...
1198 kata, Kak. Jangan lupa tekan like dan komentar. Tetap dukung MENGABDI yaa 🤍
Sudah 2 Tahun time skip, kan? Dan ini debut pertama Meera di Panggung Opera. Wajar aja kalau ada produser film yang ngelirik. Maybe ... kedepannya — mereka (Abhimana dan Meera) bisa setara. Maybe juga ... produser film ini saingan setaranya Abhimana? Tungguin terus ya!
btw abhimata kocak banget si😂, cocok nih iya sama lu nai, jodoin bhi mereka, btw lagi udah akrab banget lagi sama dahayu romannya🤭
pesannya, yg nerimah sama faham beda ya bi🤭
btw iya juga ya, gak mungkin juga kan langsung jatuh cinta, untuk yg setara juga gak selalu apalagi ini beda kasta,, selalu menarik cerita KA Sinta😊, ok KA Sinta lanjut, penarikan ini jalan cerita bakal gimana,
ini demam kecapean+liat Meera kembenan🤦🤣
btw bhi baju begitu malah lucu bagus Anggunly, estetik, dan syantik 🥰 KA Shinta banget ini mah🤭
Abhimana semangat makin susah ini romannya buat deketin kalo begini ceritanya 🤭
tapi kita liat KA Shinta suka ada aja jalannya🤭😅