Alana terpaksa menikah dengan seorang CEO dingin bernama Adam Pratama atas permintaan saudara kembarnya, yang kabur satu hari sebelum pesta pernikahan.
Seiring berjalannya waktu, Adam menunjukkan rasa pedulinya pada Alana dan mulai melupakan mantan kekasihnya.
Akankah muncul benih-benih cinta diantara mereka berdua? Apalagi mengingat kalau ini adalah pernikahan yang terpaksa semata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 23
Masih di tempat yang sama, dimana Alana berada di dekapan Adam. Wanita itu diam mematung, bingung harus menjawab iya atau tidak.
"Baiklah, aku anggap diam mu itu adalah sebuah jawaban."
Alana mendongak, menatap pria yang lebih tinggi darinya itu. "Kak, aku belum menjawabnya. Bagaimana bisa kamu—"
"Aku mencintaimu, Alana."
Deg.
Bak tersambar petir di siang bolong, Alana begitu terkejut mendengar kalimat yang keluar dari bibir Adam. Pria itu mencintainya, ya mencintainya.
"Asal kamu tahu, aku tidak akan pernah kembali pada Sherly. Meski apapun yang terjadi. Kamu istriku dan akan selamanya seperti itu."
Alana tersenyum kecut. Menatap Adam dengan tatapan tidak percaya. "Apa sekarang kamu sedang mempermainkan aku karena puas dengan yang kita lakukan semalam?" tanyanya.
Adam tersenyum, mengusap bibir Alana. "Aku selalu puas dan itu hanya denganmu. Tidak ada alasan untukku mempermainkan perasaanmu, Alana. Percayalah."
Sungguh, Adam harus ekstra sabar menghadapi Alana. Wanita itu pernah ia buat menangis dan terluka karena kelakuannya yang mungkin saja membuat Alana trauma.
"Kenapa menangis, hum? Apa milikmu masih sakit karena ulahku?" Adam mengusap milik Alana di bawah sana. "Duduklah, aku akan memeriksanya."
Alana menepis tangan Adam. Ia benar-benar malu dengan perlakuan pria itu.
"Kak..."
"Hmm."
Alana melingkarkan kedua tangannya di pundak Adam saat pria itu membopongnya dan mendudukkan perlahan tubuhnya di atas bathtub.
"Apa artinya kamu juga milikku?" tanya Alana memalingkan wajahnya ke arah lain.
Adam tersenyum, melihat tingkah menggemaskan Alana.
Oh ayolah, rasanya ingin sekali Adam kembali menggagahi istri kecilnya itu.
"Tentu saja," jawab Adam.
"Apa ini juga milikku?" Alana menyentuh bibir Adam. "Ini juga?" lalu tangan mungin itu bergerak turun dan berhenti tepat di dada Adam.
"Ya, kamu adalah milikku."
Alana berdecak kesal seraya melipat kedua tangan di bawah dada. "Kenapa bukan kamu saja yang milikku? Kenapa harus aku?"
Pria tampan itu kembali tersenyum, kali ini memperlihatkan deretan gigi putih dan lesung pipi nya.
"Ya, sayang. Aku milikmu. Semua yang ada di dalam diriku dan semua harta kekayaan yang aku miliki adalah punyamu. Bagaimana, apa kamu percaya padaku sekarang?" Adam mendekatkan wajah, lalu menempelkan kening mereka berdua. "Lahir kan keturunan untukku. Berikan aku bayi yang lucu dan mengemaskan seperti dirimu..." lirihnya.
"Hah? Kakak bilang apa barusan?" tanya Alana dengan kedua mata membulat sempurna. "B-bayi?" pekiknya.
"Lupakan, aku hanya bercanda, sayang," ucap Adam lalu keluar dari kamar mandi untuk mengambil salep.
Adam tahu, usia Alana masih sangat muda untuk mengandung seorang bayi. Jadi, pria itu akan menunggunya sampai Alana siap.
Meski selama melakukan hubungan suami istri, Adam sering memasukkan benihnya ke dalam tanpa pengaman.
****
Alana masih terngiang dengan ucapan Adam yang menginginkan dirinya mengandung bayinya. Mengingat itu kedua pipi Alana memerah.
"Astaga, kenapa malah jadi mikir kemana-mana sih. Apa dia benar-benar serius ingin punya anak?" batin Alana meronta.
Apa yang sejak tadi Alana lakukan tak luput dari perhatian Adam. Pria itu menghampiri Alana.
"Sedang memikirkan apa? Mau sampai kapan kamu melamun, hum?" tanya Adam mengacak-acak rambut Alana. "Cepat pakai pakaianmu, kita ke kampus sekarang. Aku akan mengantarmu."
"Kamu tidak perlu mengantarku."
"Maksudmu?" Adam menatap tajam Alana, lalu dengan segera Alana bergegas bangkit menuju ke walk in closed dan mengambil pakaian yang sudah Adam siapkan.
"Ck! Dasar istri keras kepala. Apa dia masih malu kalau aku mengantarnya ke kampus?"
Adam berdiri di depan cermin dan melihat dirinya sendiri. "Aku tampan dan tidak terlihat tua. Kenapa responnya begitu?" gumamnya kesal.