Menjadi Sugar Baby

Kehebohan terjadi di belakang panggung, ketika acara selesai dilangsungkan. Para sugar baby melayangkan protes pada mami Sonia dan juga mami Bianca. Mereka khawatir sugar daddy yang memilih mereka, ternyata memiliki istri.

"Gimana ini, mi. Katanya yang masuk kesini single semua dan dijamin. Kenapa tadi bisa ada suami orang." ujar Vita dengan kegusaran yang memuncak.

"Iya mi, kita nggak mau loh ya jadi simpanan suami orang. Kita maunya di akui." timpal Nina.

"Iya mi, gimana ini?"

"Gimana, mi."

"Iya gimana?"

"Iya, batal ajalah kalau nggak."

Suasana semakin riuh.

"Kalian mau batal?. Sanggup kalian bayar hutang biaya hidup kalian selama disini?" Mami Bianca kali ini berujar, membuat para peserta itu mendadak terdiam.

"Kalau kalian sanggup silahkan ganti rugi." ujarnya lagi.

Ditempatnya berdiri, Lea pun hanya terdiam. Ia tak menyangka jika acara malam ini akan menjadi sedemikian kacau. Dirinya bahkan telah dibeli oleh om-om, yang selama beberapa waktu belakangan ini bermasalah dengannya.

Satu persatu para peserta dibawa oleh sugar daddy mereka. Kini Lea berpelukan dengan Vita dan juga Nina dengan penuh haru.

"Pokoknya, kalau terjadi apa-apa. Kita harus bisa melepaskan diri dan cari cara lain." ujar Vita. Lea dan Nina mengangguk.

"Saat kita udah pergi dari sini, kita udah nggak terikat lagi dengan tempat ini. Tinggal urusan kita dengan sugar daddy yang bawa kita." lanjut gadis itu lagi.

Vita memeluk kedua temannya sekali lagi, lalu melangkah ke arah sugar daddy nya yang tengah menunggu di ujung sana.

Lea dan Nina melambaikan tangan, ketika Vita menoleh untuk terakhir kali. Tak lama setelahnya, sugar daddy Nina pun menjemput gadis itu. Tinggallah kini Lea sendirian.

"Lea, kamu ditunggu didepan. Di parkiran." ujar mami Sonia.

"Parkiran timur ya." lanjutnya lagi.

Lea diam saja, ia menyeret kopernya berjalan menuju ke luar. Selama tinggal di agency ini, ia diberi uang saku untuk membeli beberapa perlengkapan seperti baju, sepatu, skincare serta makeup. Mereka diberi koper kecil satu persatu, untuk membawa barang-barang tersebut.

Agency memang rugi di awal. Namun lewat pelelangan malam ini, mereka untung banyak. Lea melangkah menyambut takdirnya, karena tak mungkin lagi untuk kembali ke belakang. Ia tidak ingin hidupnya terjerat hutang. Maka sekali melangkah, ia tidak akan pernah mundur lagi.

Lea tiba di halaman parkir timur, ia tampak celingukan dan matanya melihat kesana kemari. Ellio dan Richard telah melihat gadis itu dari sisi mobil Daniel. Sedangkan Daniel sudah berada didalam.

Lea menatap Ellio dan juga Richard, ia mengingat betul wajah kedua teman om-om yang menyebalkan itu. Om-om yang bahkan sampai saat ini belum ia ketahui namanya.

"Hai girl." ujar Ellio kemudian.

Lea menarik nafas dan melangkah ke arah mereka, pikiran jahatnya sudah kemana-mana. Ini sungguh sangat berbahaya, bagaimana kalau ia diperkosa beramai-ramai oleh si om dan kedua temannya ini. Lea memejamkan mata sejenak, pikirannya kini carut marut.

Ingin rasanya ia kembali ke belakang saja, dan kabur meninggalkan tempat ini. Tetapi apabila om-om ini protes kepada mami Sonia, lalu mami Sonia akan menyuruh orang untuk mencarinya. Dan yang pertama kali akan mendapat masalah adalah Dian. Ya, sebab kakak kelasnya itu yang telah mendaftarkan dirinya ke agency ini.

Dian sudah begitu baik padanya, mana mungkin ia tega membalasnya dengan memberikan Dian masalah.

Ellio menyambut koper milik Lea, saat gadis itu telah tiba dimuka. Ia lalu memberi ketukan pada mobil, agar Daniel membuka bagian belakang mobil. Kebetulan Daniel tak memakai mobil sport malam itu, karena seperti biasa Ellio dan Richard sangat malas membawa mobil sendiri-sendiri. Namun mobil yang dibawa oleh Daniel tetap saja mahal.

Ellio memasukkan koper milik Lea ke bagian belakang. Sementara Richard mengarahkan gadis itu untuk duduk di depan. Ia dan Ellio duduk di bagian tengah.

Tak ada satupun yang berbicara di sepanjang perjalanan, karena Daniel mengunci bibirnya rapat-rapat. Richard dan Ellio pun enggan memulai. Karena mereka tau jika saat ini Daniel tengah sakit hati pada ayahnya dan khawatir mengenai nasib Grace.

Ia pikir setelah menikahi Grace dan menghamilinya, sang ayah akan sadar dan berubah. Namun ternyata lelaki tua itu masih sama saja. Dan bagaimana mungkin Grace tak menyadari jika suaminya seperti itu.

Mobil terus melaju, Daniel mengantar Richard kembali ke kediamannya. Awalnya Lea mengira dirinya akan diperkosa dirumah itu, ia sangat takut ketika mobil Daniel berhenti. Namun ternyata yang turun hanya Richard saja.

"Gue balik, bro." ujar Richard kemudian.

"Yup." jawab Daniel singkat.

Lea sempat melihat kediaman Richard yang besar tersebut. Tak lama setelah mengantar Richard, Daniel pun mengantar Ellio. Lea masih berharap-harap cemas, ia takut akan diperkosa oleh dua orang ini di tempat itu.

Ia masih belum tau, rumah itu milik siapa. Milik om-om yang membawanya, atau milik temannya. Ia sendiri sering melintas ditempat tersebut dan acap kali terkagum-kagum dengan kemegahan rumah itu.

"Turun...!" ujar Daniel pada Lea dengan nada yang dingin.

"Tu, turun?" tanya Lea kemudian.

"Iya, turun...!"

Lea menarik nafas, habislah sudah ia kali ini. Diperkosa oleh dua pria bertubuh tinggi dan atletis. Meski seumur hidup ia belum pernah mengetahui, apa dan bagaimana seorang laki-laki melakukannya. Namun seperti yang ia dengar di televisi, bahwa diperkosa itu adalah suatu kejadian yang memilukan.

"Ya udah kalau nggak mau turun, aku mau ke toilet." ujar Daniel masih dengan nada yang tak begitu ramah.

Pria itupun menyusul Ellio, yang sudah turun terlebih dahulu sejak tadi. Sementara Lea mematung di dalam mobil.

"Bro, sorry ya buat malem ini."

Daniel berujar pada Ellio, ketika ia kembali dari toilet. Ia benar-benar merasa tak enak. Karena acara yang seharusnya menjadi milik Ellio, malah di kacaukan oleh dirinya

"Santai, bro. Gue tuh nggak buru-buru banget nyari sugar baby. Karena berhubung malem ini ada acara begituan aja, makanya gue ikut. Lagian gue masih punya banyak stok, kalau ujung gue udah berat."

Ellio tertawa, begitupula dengan Daniel. Rasa tegang dan marahnya tadi terhadap sang ayah, kini sedikit berkurang.

"Lo mau apain tuh bocah?" tanya Ellio kemudian.

Daniel menghela nafas.

"Gue nggak tau, yang jelas mau gue jauhkan dulu sama si tua bangka itu."

"Jujur, gue kasihan sama Grace untuk kali ini. Setelah selama ini gue marah, karena dia ninggalin lo dan bikin lo jadi berantakan. Tapi malem ini gue kasihan, karena dia jatuh ke laki-laki yang salah."

Lagi-lagi Daniel menghela nafas.

"Gue pikir seiring dengan berjalannya waktu, si tua bangka itu bakalan berubah. Tapi ternyata sama aja. Otak mesumnya selalu stay dari dulu." ujar Daniel.

"Lo yang sabar, tapi kalau emang udah parah. Nggak ada salahnya lo kasih tau Grace, soal kelakuan suaminya. Biar dia bisa berfikir."

Daniel mengangguk.

"Lo mau minum?" tanya Ellio.

"Nggak usah, gue langsung balik aja. Tuh bocah juga mesti gue urus."

Ellio tertawa.

"Nggak usah ketawa lo." ujar Daniel sewot. Namun Ellio masih terus memperlihatkan barisan giginya yang rapi.

"Ya udah, gue cabut ya."

"Ok."

Ellio menepuk bahu Daniel. Daniel pun bergegas kembali ke mobil. Saat masuk, ia tertegun sejenak. Melihat Lea yang sudah tertidur lelap. Namun tak lama kemudian,

"Ngapain gue ngeliatin nih bocah kampung." ujarnya dalam hati.

Daniel pun lalu menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Ellio.