Kayyana Putri hanyalah seorang gadis yang sedang berusaha ingin membahagiakan ibunya. Di tengah kehidupannya yang serba kekurangan, suatu malam, Kayya kebetulan menolong seorang gadis bernama Vira.
Bermula dari sana, Nasib Kayya perlahan berubah. Seperti apa perubahan nasib Kayya? Apakah nasib baik atau nasib buruk? Simak kisahnya di sini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Terjebak Dilift
"Saya, saya tidak tahu harus berkata apa? Anda tidak menyakiti saya, saya hanya merasa terharu dengan kebaikan keluarga Pak Nicky. Kalian benar-benar membuat saya bingung harus bagaimana?"
Nicky tersenyum dan mengacak rambut Kayya, "Apa yang kamu katakan? Dasar b*doh! Begitu saja menangis. Yang terpenting ibu kamu tidak apa-apa. Setidaknya pekerjaan kamu jangan sampai terganggu."
Kayya tersenyum dengan wajah sembab. Setelah itu Nicky kembali ke mejanya. Sesekali dia mencuri pandang pada Kayya.
Nicky sendiri tidak tahu bagaimana caranya menafsirkan perasaannya. Yang jelas, setelah bertemu Kayya, dia agaknya langsung lupa dengan kenangan buruknya tentang wanita itu. Wanita yang pernah memanfaatkannya dan membuatnya hampir kehilangan nyawa.
Mungkin karena sikap Kayya yang begitu apa adanya, sehingga membuat Nicky merasa Kayya ini istimewa. Terlebih Kayya pernah menyelamatkan Vira dan juga dirinya. Hal itu jugalah yang menyebabkan Nicky semakin tertarik padanya.
Sore itu Kayya pulang pukul lima. Dia masuk ke dalam lift berdua dengan Nicky. Setelah pintu lift tertutup, tak lama terjadi masalah. Kotak lift tiba-tiba berguncang dan lampu padam. Nicky langsung melindungi Kayya dengan memeluknya.
"Pak."
"Tidak apa-apa, jangan takut." Nicky langsung menekan tombol darurat dengan satu tangan, sementara tangan lainnya tetap memeluk Kayya.
Dalam pelukan Nicky, Kayya menggigil ketakutan. Dia tanpa sadar melingkarkan tangannya di pinggang Nicky. Nicky bisa merasakan ketakutan Kayya. Nicky pun dengan lembut menepuk nepuk punggung Kayya seperti sedang menenangkan anak kecil yang ketakutan.
"Tidak apa-apa, saya di sini."
"Pak Nicky, apa anda mendengar saya?" suara jovan terdengar dari speaker.
"Ya, Jovan. Cepat cari cara untuk mengeluarkan kami. Ada masalah apa sebenarnya?"
"Maaf, Pak, ada konsleting. Sekarang teknisi sedang memeriksanya."
"Cepat sedikit, Jovan."
Nicky lalu berbicara pada Kayya. "Tenang saja, sebentar lagi mereka akan mengeluarkan kita."
Napas Kayya begitu cepat, dia masih gemetaran meski sudah dipeluk Nicky. Nicky tidak tahu lagi bagaimana cara menghibur Kayya.
15 menit kemudian, lampu lift telah menyala. Lift berguncang agak keras hingga membuat pelukan Kayya semakin erat pada Nicky.
"Jangan takut. Semuanya baik baik saja."
Saat pintu lift terbuka, beberapa Karyawan yang mengetahui kejadian ini berkumpul di depan lift. Alhasil mereka justru mendapati pemandangan yang mencengangkan.
Sebagian karyawan perempuan sampai ternganga dan menutup mulut mereka tak percaya. Atasannya yang sejak memimpin perusahaan dikabarkan anti wanita, kini sedang memeluk asistennya dengan lembut.
Nicky berjalan keluar sambil masih terus memeluk Kayya, Kayya baru kembali mendapatkan kesadarannya saat beberapa karyawan menanyakan kondisinya pada Nicky. Kayya segera melepaskan pelukannya pada pinggang Nicky. Akan tetapi, Nicky masih tetap merangkul bahunya dan membawanya menjauh dari kerumunan. Nicky hanya menjawab seperlunya pertanyaan dari mereka.
Nicky membawa Kayya ke kursi lobi. Dia melepaskan Kayya dan mendudukkan Kayya di sana. Nicky menatap Kayya dengan seksama. Ia bisa melihat wajah Kayya semakin memucat.
"Kamu tidak apa-apa?"
Kayya mengangguk. Dia tidak berani menatap atasannya itu karena malu.
"Saya akan mengantar kamu pulang."
"Saya bisa sendiri, Pak." Kayya buru-buru menolak.
"Ini bukan tawaran, ini adalah perintah."
Kayya pun akhirnya hanya bisa diam saat Nicky membawanya keluar dari perusahaan. Mereka berdua seolah tidak menyadari sedang menjadi tontonan karyawan lain. Setelah Nicky dan Kayya pergi, kembali terjadi kehebohan. Kabar mereka berdua segera menjadi tranding di grup kantor.
Orang-orang yang semula selalu mempertanyakan hubungan antara atasannya dan Kayya, seketika merasa mendapatkan pencerahan.
Di dalam mobil Nicky, Kayya bersandar dengan lemas di kursi penumpang. Saat mobil melaju, mata Kayya terpejam. Sesekali Nicky menoleh memperhatikan Kayya. Nicky merasa kasihan padanya. Ia merasa kemungkinan Kayya memiliki trauma.
Setibanya di depan rumah Kayya, Nicky mengguncang bahu Kayya. Kayya membuka matanya perlahan-lahan.
"Apakah kamu baik-baik saja?"
Kayya menatap Nicky dan mengangguk, "Saya baik-baik saja. Terima kasih, Kak."
Nicky tersenyum saat mendengar Kayya memanggilnya "Kak".
Setelah mengucapkan terima kasih lagi, Kayya akhirnya turun dari mobil. Dia masuk ke dalam rumah setelah mobil Nicky menghilang dari pandangan. Saat berada di dalam rumah, Kayya mengatur napas untuk menenangkan diri.
"Kamu sudah pulang, Nak?"
Kayya tersentak melihat ibunya. Dia pun tersenyum. "Iya, Bu. Maaf sedikit terlambat."
Bu Rahayu menatap Kayya dengan serius. Paruh baya itu menyadari wajah Kayya yang pucat. "Kamu sakit, Nak?" Bu Rahayu langsung segera mendekati Kayya dan memeriksanya.
"Aku baik-baik saja, Bu."
"Bu, mbak Kayya, makan malam sudah siap."
Kayya melihat mbak Sita dan tersenyum. "Terima kasih, ya, Mbak Sita. Maaf kalau keluarga saya sudah merepotkan mbak Sita."
"Tidak apa-apa, Mbak Kayya. Toh dimana pun saya kerja, pak Nicky tetap memberi saya gaji," ucap mbak Sita sambil tertawa. Kayya dan bu Rahayu pun ikut tertawa. Mbak Sita kembali ke dapur. Bu Rahayu dan Kayya saling berpandangan.
"Bu, ibu kalau mau makan, silahkan makan duluan sama mbak Sita. Saya mau mandi dan istirahat sebentar."
"Kalau begitu ibu tunggu kamu saja." Bu Rahayu menatap Kayya dengan cemas. Dia sebenarnya ingin menanyakan sesuatu pada Kayya, tetapi wajah Kayya terlihat kurang sehat, jadi Bu Rahayu mengurungkan niatnya.
"Kasihan mbak Sita nanti lapar, Bu."
Bu Rahayu akhirnya setuju, dia merasa ucapan Kayya ada benarnya juga. Bagaimana pun juga mereka tidak boleh seenaknya sendiri. Bu Rahayu pun akhirnya menyusul mbak Sita.
"Langsung ke ruang makan saja, Bu. Saya sudah selesai menyiapkan semuanya," kata mbak Sita. Bu Rahayu pun mengangguk dan pergi ke ruang makan.
Bu Rahayu melihat ada empat menu masakan rumahan yang dibuat mbak Sita, Begitu mbak Sita selesai Bu Rahayu langsung mengajak mbak Sita duduk di sebelahnya.
"Ayo, Mbak, kita makan dulu saja. Kayya mau istirahat katanya."
"Mbak Kayya kayaknya lagi ga enak badan, ya, Bu. Saya lihat tadi wajahnya agak pucat."
"Mungkin karena kerjaannya banyak, Mbak. Jadinya dia kecapekan."
"Iya, ya, Bu. Memang kalau ikut Tuan Nicky kerjanya berat, Bu. Orangnya selalu menuntut serba sempurna. Untung aja mbak Kayya ini sepertinya cocok sama Tuan Nicky. Jadi dia bisa mengimbangi kerjanya."
Bu Rahayu menatap mbak Sita yang asik bercerita dengan serius. Tak lama terbesit pertanyaan dalam hati bu Rahayu.
"Mbak, boleh saya tanya?"
"Tanya aja, Bu. Mau tanya apa?"
"Pak Nicky itu orangnya bagaimana?"
"Ya ga gimana gimana, Bu. Yang jelas dia baik meski pembawaannya agak kaku. Ibu sangat beruntung karena mbak Kayya, anak ibu itu menyelamatkan non Vira. Di keluarga besar Lesmana, Non Vira sangat disayang, terutama kakak kakaknya.