"Kamu siapa?" tanya wanita berkulit putih dengan beberapa tanda lebam biru di sekitar wajah dan perban mengeliling di kening kepala. Wanita ini berbicara dengan intonasi polos, lain dari biasanya.
"Maldava Ammar, Suamimu ..."
"Benarkah? Setampan ini suamiku.
"Benar, sayang."
Wanita itu tersenyum tanpa ragu. Ia mengelus lembut pipi lelaki yang menyebut dirinya menjadi suami. Ammar memejamkan mata, menyambut penuh cinta usapan lembut yang tidak pernah ia rasakan selama satu rabun pernikahan dengan sang istri.
Jika kebanyakan suami akan bersedih karena istrinya mengalami hilang ingatan, beda hal dengan Maldava Ammar. Lelaki itu sangat bersyukur karena dengan begitu ia bisa memiliki Putri Ganaya Hadnan seutuhnya, baik dari segi hati dan raga.
Selama setahun pernikahan, Ammar selalu mencoba menjadi suami yang sempurna untuk Ganaya, namun semua itu tidak cukup menghadirkan cinta di hati istrinya. Bukan hanya cinta yang belum bisa Ganaya berikan, namun juga kehormatannya.
Bagaimana perjuangan Ammar untuk bisa menikah dan menghempaskan masa lalu Ganaya? Memanfaatkan kehilang ingatan Ganaya untuk bisa mencintainya?
Menghempas jati diri asli sang istri agar tidak ada lagi orang yang menganggapnya ada?
Menjaga rumah tangganya dari berbagai teror bandid?
Dan disaat Ganaya sudah mencintai Ammar, ia harus menelan pil pahit? Apakah yang terjadi?
Dan inilah kisah mereka.
IG : @megadischa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megadischa putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Mereka?
Angin berhembus kencang meluruhkan daun-daun kering dari pepohonan seiring deru mesin mobil kepemilikan Ammar dan Farhan, yang sedang melaju cepat membelah jalanan kosong menuju kota.
Saat ini mereka sedang berada di pertengahan kawasan perbukitan yang di samping kanannya terdapat jurang sangat dalam, dan di sisi kirinya terdapat tebing-tebing dengan pepohonan besar dan rerumputan liar.
Ammar menggelosorkan tubuhnya di sandaran jok dengan tangan kiri menyilang di wajahnya. Walau napasnya masih saja memburu tapi ia masih bisa bahagia, lantaran tadi sang calon istri meneleponnya untuk sekedar menanyakan sedang apa dan dimana. Serta mengirimkan gambar dirinya, apakah cantik dengan kebaya yang wanita itu pakai saat prosesi siraman.
"Cantik sekali Gana-ku." ia bergumam dengan wajah bahagia, mengingat banyak foto yang ia lihat dan proses siraman yang sudah Gana lakukan. Dimana ada foto, ketika Gifali, Gemma dan Papa Galih sedang menggendong Ganaya untuk di arakan.
Rasa lelahnya sehabis menang karena berhasil menggagalkan rengkuhan Polisi, begitu saja terbayar dengan senyuman manis Gana yang sedang berputar-putar di lingkaran kepalanya.
"Jadi kangen kamu, sayang." gumamnya lagi.
Tidak terlalu nyaring, tapi masih bisa didengar oleh semua orang yang ada di dalam mobil. Bisa-bisanya sang Presdir bersikap bucin seperti itu, disaat Bima, Denis dan Pak Dahlan sedang menata napas mereka untuk bisa kembali normal.
"Aku akan selalu buatmu bahagia, sayang." desahnya kembali dengan gelak tawa riang.
Lagi-lagi, ketiga orang tersebut hanya menggelengkan kepala samar.
Siraman di kediaman keluarga Hadnan memang sudah berlangsung beberapa jam lalu. Rencananya pun, besok Ammar akan melakukan siraman di rumah Mama dan Papanya.
Dan di saat semua keluarga besar akan berbahagia menyambut kebahagiaannya beberapa hari lagi, bertepatan dengan itu, saat ini, Ammar sedang menyambut ajalnya. Sungguh, tidak ada ketakutan sama sekali didalam dirinya dengan kematian yang terus mendatangi hari-harinya.
Tiba-tiba.
Cit.
Ban mobil begitu saja bergesek dengan aspal jalan dengan sangat nyaring. Pak Dahlan tanpa sengaja menekan pedal rem mobil dengan sangat mendadak. Membuat Ammar dan Bima terdorong ke depan dan kepala mereka terbentur belakang jok.
Baru ia ingin memaki sopirnya itu namun teralihkan dengan suara ketukan secara kasar yang terdengar di luar kaca mobil.
Ammar terhenyak, ia kaget bukan main ketika mengetahui mobilnya sudah dikepung oleh kawanan preman. Jumlahnya lumayan, sekitar tujuh orang. Berpakaian hitam dan salah satu dari mereka membawa senapan canggih.
"Bang Sat!" seru Ammar. Berani-beraninya ada yang ingin bermain-main dengannya. Peneror dari mana lagi ini?
"Siapa mereka?" Bima membatin.
"Mau apa?" gumam Denis.
"Pak Dahlan, kenapa mobil Farhan bisa lolos?" Ammar mendadak kaget. Ketika lelaki itu tersadar bahwa didepan mobilnya sekarang tidak terlihat mobil Farhan. Ia aneh sekali kenapa temannya itu bisa lolos dari kepungan preman-preman sialann ini.
"Maaf, Pak. Saya belum dapat mengemudikan mobil sekencang, sopirnya Pak Farhan." jawab Pak Dahlan dengan raut wajah amat menyesal.
Entah apa yang akan ia terima, pemecatan 'kah? Atau akan ditembak mati oleh Ammar, seperti yang sudah-sudah Presdirnya lakukan kepada para karyawan yang dianggap tidak becus dalam bekerja. Terlebih lagi ketika berani-berani mengkhianati nya.
Ammar mendesah napas berat dan mengusap wajahnya gusar. "KITA SEMUA TURUN! HADAPI MEREKA SEMUA!" komando Ammar.
Lantas mereka turun dari dalam mobil.
"Angkat tangan! Letakan senjata kalian!" seru ketua dari komplotan preman itu sambil menyodorkan tembakan FN and Fall yang berisikan 700 peluru didalamnya.
Ammar tidak mau bersikap konyol untuk tetap melawan. Ia memberikan kode dengan lirikan mata kepada Denis dan Bina. Mereka bertiga meletakan seluruh pistol yang mereka sematkan dibalik baju, ke atas aspal jalan.
"Kalian semua berbalik! Dan angkat tangan!" titah si ketua.
Ammar, kedua asisten dan sopir berbalik badan menempel di mobil dengan tangan diluruskan ke atas.
"Cepat geledah mereka!" seru si ketua kepada ke empat anak buahnya untuk menggeledah tubuh Ammar, Bima, Denis dan Pak Dahlan. Serta dua anak buahnya lagi di titah untuk menggeledah mobil. Sepertinya mereka sedang mencari sesuatu.
Ketika mereka sedikit lengah, saat sedang menggeledah tubuh Ammar. Tiba-tiba Ammar berbalik dengan melayangkan pukulan dengan tendangan kakinya ke wajah lelaki itu.
BUG.
Lelaki itu terjatuh. Hal yang sama dilakukan Denis dan Bima. Mereka pun melesatkan tendangan dan pukulan berkali-kali. Ketiga orang itu saling membantu untuk melindungi diri bersama. Bima dan Denis akan selalu menghalau pukulan yang akan melesat ke arah Presdirnya.
Si ketua kaget ketika anak buahnya limbung tidak berdaya. Mereka berhasil di bekukan dengan beberapa luka di berbagai titik tubu. Namun sebelum ia menekan senapan untuk menembak Ammar. Ammar lebih dulu menendangnya dengan kaki, sampai tembakan itu terjatuh.
Prag.
Ammar bergegas memungut tembakan itu yang terjungkal di atas aspal, dan memberikan nya kepada Pak Dahlan untuk disimpan. Lelaki itu mengambilnya dengan tangan bergetar.
Pak Dahlan selalu akan tremor jika melihat perkelahian di depan matanya, padahal ia sudah berkali-kali menikmati pemandangan seperti ini setelah beberapa tahun bekerja dengan Presdirnya.
Bima dan Denis dengan cepat menghajar si Ketua tampan ampun. Empat buah yang sudah limbung dengan banyak luka lebam lantas berlari dengan langkah terseok-seok.
Tinggal dua lagi yang masih sibuk menggeledah didalam mobil. Mereka berdua angsung ditarik Ammar untuk keluar dan dihajar mati-matian. Ammar melepas semua kekuatannya untuk memukul, meninju dan menendang sampai mereka tidak berdaya.
"Bim, Den. Ikat mereka! Kabari anak-anak untuk menjemputnya. Agar dibawa ke markas untuk di eksekusi dan mutilasi!" titah Ammar,
"Baik, Pak."
Ammar kembali masuk ke dalam mobil. Mengisap darah yang terasa keluar dari sudut bibirnya. Ada sedikit luka kebiruan di tulang pipinya. Ia terkena pukulan juga ketika sedang adu gelut dengan para anak buah si ketua tersebut.
Ammar memicingkan mata. "Siapa mereka? Mengapa Farhan bisa begitu saja lolos dari incaran mereka?"
Ia meraih gawai dan memilih kontak Farhan untuk ia hubungi. Namun panggilan itu hanya dibiarkan saja, si pemilik nomor tidak menjawab.
"Ada apa dengan Farhan?" Ammar tampak curiga. Tapi semua itu buru-buru ia tepis. Ammar menyangkal, bahwa nasib Farhan memang sedang baik saja hari ini.
Tak berapa lama anak-anak buah yang dipekerjakan di markas milik Ammar datang. Mereka melakukan semua yang diperintahkan oleh bosnya.
Namun Ammar lupa untuk mendesak siapa mereka dan berasal dari mana. Ammar hanya menerka, mereka hanyalah sekumpulan perampok biasa yang ingin membegal mobil mereka.
Dan Ammar kembali masuk kedalam lubang terkaannya yang berkali-kali salah.
***
Ada part satu lagi untuk penutup di hari ini, tungguin ya.🌺🌺