“Tolong cabut paku di kepala kami! Tolong! Argh sakit!”
“Tolong aku! Paku ini menusuk otak hingga menembus batang tenggorokan ku! Tolong!”
Laila baru saja dimutasi ke wilayah pelosok. Dia menempati rumah dinas bekas bidan Juleha.
Belum ada dua puluh empat jam, hal aneh sudah menghampiri – membuat bulu kuduk merinding, dan dirinya kesulitan tidur.
Rintihan kesakitan menghantuinya, meminta tolong. Bukan cuma satu suara, tetapi beriringan.
Laila ketakutan, namun rasa penasarannya membumbung tinggi, dan suara itu mengoyak jiwa sosialnya.
Apa yang akan dilakukan oleh Laila? Memilih mengabaikan, atau maju mengungkap tabir misterius?
Siapa sebenarnya sosok bidan Laila?
Tanpa Laila tahu, sesungguhnya sesuatu mengerikan – menantinya di ujung jalan.
***
Instagram Author ~ Li_Cublik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong : 17
Ekspresinya kembali murung dan ragu. Tangannya menyanggah dagu. “Sepertinya bukan Sopyan. Dia terlihat melarat mana keparat lagi! Semestinya sang pelaku memiliki harta berlimpah, dan dibekali kekuatan magis. Sementara tetanggaku itu – layaknya orang biasa saja,” gumamnya mulai frustasi.
‘Sekarang aku paham, di desa Sumberjo ada ritual pemujaan Iblis, yang mana menumbalkan darah perawan maupun perjaka pemilik weton Jumat Kliwon. Namun, siapa kelompok pemuja itu?’ Laila menyeruput es teh nya.
‘Pramudya kah? Saat ini dia bisa dijadikan tersangka utama – sosoknya patut dicurigai, lantaran terlihat sangat misterius. Dari hunian jauh dari pemukiman, reaksi jimat yang kupakai, hingga penampakan wanita cantik di balik air terjun,’ helaan napasnya terdengar kasar.
“Bisa jadi juga Pak lurah, dia memakai susuk pengasihan. Namun, hal tersebut tidak bisa dijadikan acuan. Karena hal biasa bagi seorang pemimpin menggunakan susuk sebagai daya tarik,” lelah menganalisa, dia pun beranjak setelah makanannya habis.
.
.
Laila menyusuri gang-gang lapak penjual sayuran, ikan, dan juga bumbu dapur. Sampai pada penjual buah, ia membeli setengah kilogram jeruk segar.
Tatapan wanita itu terlihat liar, melihat apa saja yang tertangkap oleh mata. Pasar besar yang juga disebut pajak ini – ramai pengunjung. Jalanan pun banyak dilalui kendaraan roda dua dan empat serta Kuda. Ada juga becak mesin.
“Apa ku sewakan saja si Jabrik. Biar dia menarik orang, lumayan hasilnya buat tambahan uang jajan,” katanya spontan, tetapi urung karena baru ingat Kuda hitam legam itu milik orang.
Lelah berjalan, Laila kembali ke parkiran khusus Kuda dan Delman. Dia duduk selonjor kaki di teras bangunan kayu tempat para penjaga parkiran mengamati area sekitar.
Laila seperti seorang gelandangan tersesat. Tidak mempedulikan sekitar, dia sibuk dengan dunianya sendiri. Mengunyah buah jeruk, melempar bijinya ke badan Kuda entah milik siapa.
Raganya memang disini, tapi pikirannya berkelana bebas tanpa hambatan.
“Ngantuk nya.” Dia menutup mulut dan menguap lebar. Lelah mengunyah buah, dirinya malah diserang rasa kantuk.
Baru saja matanya hendak tertutup, suara menggeram mengejutkan nya.
Kau belum beli sajen Laila!
Laila mendengus, membalas dengan kata-kata kejam. “Kalau itu kau ingat! Namun, saat dibutuhkan macam benda mati! Nggak guna sama sekali! Nantilah ku beli, sekarang jaga aku tidur – bila kali ini gagal juga, bakalan ku bakar dirimu Jin Kampret!”
Kemudian dia menutup mata, kedua tangannya terlipat di bangku kayu, dijadikan bantalan kepala.
.
.
Tiga jam kemudian – wanita tertidur lelap tak terganggu suara berisik percakapan, bunyi kuda meringkik, mulai membuka kelopak matanya. Laila mengerjap, badannya terasa ringan dan suasana hati ceria.
‘Tidur sejenak ternyata bisa mengembalikan tenaga dan mood ku.’ Direntangkan nya kedua tangan agar otot-otot tidak kaku. Kemudian dia menutup mulut saat menguap.
“Ada apa, Pak?” tanyanya saat mendapati seorang penjaga parkiran menatapnya seperti orang heran.
Si bapak menggelengkan kepalanya. “Saya cuma heran saja, Kak. Kakak bisa tertidur disaat suasana berisik sekali.”
“Mengapa tak bisa, asal ada tempat – maka semuanya nyaman bagi saya.” Kedua bahunya terangkat, lalu berusaha berdiri. “Kuda saya sudah dipakani belum, Pak?”
“Sudah habis rumput dua timba, Kak.” Di tunjukkan nya ember kosong yang sedang dia jinjing.
“Terima kasih ya, Pak. Sebentar lagi urusan saya sudah selesai.” Laila kembali berjalan keluar dari area parkir.
Parkiran khusus Kuda, bisa dibilang lebih tepat tempat penitipan. Tarifnya pun disesuaikan berapa lama, bukan sama rata. Jadi, Laila tidak khawatir kalau si Jabrik lapar maupun haus.
Dia memang pintar menunggangi Kuda, tetapi malas merawatnya apalagi harus ngarit rumput. Itu bukan hobinya, dan terlihat sangat merepotkan.
Laila berhenti di lapak penjual buah dan bunga, lalu penjual ayam. Membeli sesaji untuk Jin penjaganya.
***
Yang di tunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Dua orang pria layaknya tukang pukul, keluar dari dalam mobil Kijang. Menggendong tas ransel dan selempang.
“Mang, capek tidak?” pertanyaan Laila seperti tidak berperikemanusiaan. Jelas-jelas sang sopir baru saja melakukan perjalanan hampir tanpa jeda, bergantian mengemudi demi bisa sampai lebih cepat dari perkiraan.
“Sedikit, Neng.” Ia ulurkan tas selempang dan juga ransel.
Rekannya memberikan plastik kresek terlihat berat. “Ini uangnya, Neng.”
Laila melambungkan plastik tersebut, ternyata lumayan berat. Dia membuka tas ranselnya sendiri, memasukkan bungkusan tadi, dan mengambil empat lembar uang pecahan lima puluh ribuan. “Ini untuk jajan di jalan.”
“Terima kasih, Neng.” Bersama mereka menunduk sungkan. Uang tersebut bernilai sangat banyak pada tahun pertengahan 1990-an.
“Aku balik ya, Mang. Keburu sore – kalian hati-hati mengemudinya, kalau capek berhenti untuk istirahat. Jangan dipaksakan!” Laila meninju pelan otot bisep keras sebagai salam perpisahan.
“Neng Laila juga hati-hati, selalu waspada!”
“Siap!”
Kedua orang kepercayaan Haidar menatap punggung sang majikan. Sedikit banyaknya mereka tahu tentang Laila yang memiliki keistimewaan, serta kisah kelamnya.
***
“Pak, berapa biaya parkirnya?”
“Lima ribu rupiah, Kak. Sedikit lebih mahal karena Kuda Kakak makan terus.”
Laila pun mengeluarkan uang pecahan sepuluh ribu. “Terima kasih, Pak. Kembaliannya ambil saja.”
Betapa senangnya bapak tukang parkir, sampai lebih dari tiga kali mengatakan terima kasih.
Tali kalang Jabrik dilepas dari ikatan panjang, dan Laila dengan mudah naik ke punggungnya. Beban si Kuda pun bertambah, dikarenakan ada dua tas besar digendong Laila, selain ranselnya.
.
.
Kuda bernama Jabrik terlihat melewati jalan pintas. Dia berlari kencang tanpa mengalami kesulitan. Laila pun bisa menjaga keseimbangan badan meskipun beban yang dia bawa berat.
Sama seperti ketika berangkat, pulangnya juga menghabiskan waktu 45 menit saja.
Kini si Jabrik berteduh di bawah pohon pisang, yang mana sudah ada rumput segar, air minum – di sediakan oleh Santo.
Huh hah
Laila mengatur napas, tangannya memukul pelan pundak yang terasa sakit dikarenakan beban tas berat.
Barang bawaannya di letakkan di lantai ruang tamu. Dia mengambil talam dan menaruh satu sisir pisang raja, membuka lidi pembungkus daun berisi kembang telon, dan ada tiga kuncup bunga kantil.
Laila membuka plastik berisi darah segar, tadi saat di pemotongan unggas – dia membeli seekor ayam Cemani, tetapi cuma meminta pemilik rumah potong tersebut untuk menampung darah merah pekat ke dalam plastik. Sementara dagingnya dibiarkan saja di sana, entah mau diapakan – dia pun tidak peduli.
“Amisnya,” rasa mual langsung mendera, darah ayam bewarna hitam ini lebih pekat, amis daripada unggas lainnya.
Nampan diletakan di atas lemari aluminium, tempat dia menyimpan menu masakan, yang bawahnya adalah piring.
Kemudian Laila membongkar barang pemberian sang abang. Senyum culas tersungging di bibir merah alami, tangannya mengeluarkan kotak terbuat dari plastik yang sisinya terdapat lubang kecil-kecil.
“Nanti malam, bekerjalah dengan benar! Sengat tangan nakal yang mau mencoba mencelakai wanita cantik tak tertandingi ini, mengerti ..?!”
.
.
Bersambung.
iya kah?
tapi kalau g dibaca malah penasaran
Smoga Fram dan Laila jodoh ya. 😆
di tunggu kelanjutan intan paok ya ka
salah satunya antisipasi untuk hal seperti ini.
bahkan kita sendiri kadang tidak tahu weton kita apa,karena ditakutkan kita akan sembarangan bicara dengan orang lain.
waspada dan berhati hati itu sangat di perlukan .
tapi di zaman digital sekarang ,orang orang malah pada pamer weton kelahirannya sendiri🤣
aciye ciyeeeee si juragan udh kesemsem sama janda perawan
Thor lagi donk