NovelToon NovelToon
Under The Same Sky

Under The Same Sky

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Playboy / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Model / Mantan / Orang Disabilitas
Popularitas:667
Nilai: 5
Nama Author: CHRESTEA

Luna punya segalanya, lalu kehilangan semuanya.
Orion punya segalanya, sampai hidup merenggutnya.

Mereka bertemu di saat terburuk,
tapi mungkin… itu cara semesta memberi harapan baru..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHRESTEA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Kembali

Orion yang kini mulai bisa berdiri lebih lama tanpa alat bantu. Luna membantu Orion melakukan latihan keseimbangan. Tangan mereka bersentuhan sesaat ketika Orion hampir kehilangan tumpuan.

“Pelan aja, aku masih di sini,” ucap Luna lembut.

Orion menghela napas, keringat menetes di pelipisnya. “Aku tahu. Kamu selalu di sini.”

Nada suaranya pelan, tapi cukup untuk membuat Luna kehilangan fokus sejenak.

Damian, yang berdiri di sisi ruangan mencatat perkembangan pasiennya, pura-pura sibuk. Tapi dari cara dia menahan senyum, jelas dia mendengar semuanya.

Setelah sesi selesai, Luna duduk di kursi, mengipasi Orion dengan kertas.

“Capek?” tanyanya.

“Sedikit,” jawab Orion pendek.

Luna tersenyum kecil. “Sedikit itu berarti kamu kuat.”

Orion menatapnya, ada sesuatu di matanya kali ini bukan hanya terima kasih, tapi juga kehangatan yang sulit dijelaskan. Namun sebelum salah satu dari mereka sempat bicara lagi, suara notifikasi ponsel Damian memecah keheningan.

Damian mengambil ponselnya, membaca pesan cepat dari staf administrasi.

“Dok, ada tamu yang ingin menemui Anda di lobi. Mengaku dari Ethereal Group.”

Alis Damian langsung berkerut.

Ethereal Group. Nama itu kembali membuat hatinya tidak tenang. Dia menatap sekilas ke arah Luna dan Orion.

“Aku keluar sebentar,” katanya singkat sebelum pergi.

Luna menatap Damian pergi, lalu kembali memandang Orion.

“Kamu minum dulu, ya.”

Orion hanya mengangguk.

Sementara itu, di lobi rumah sakit, Damian berjalan cepat. Begitu sampai, langkahnya terhenti. Di sana, duduk santai dengan kacamata hitam dan pakaian elegan, seseorang yang seharusnya tidak kembali lagi muncul untuk kedua kalinya..

“Selene…” desis Damian pelan, matanya menatap tajam.

Adiknya itu menurunkan kacamata, menatap balik dengan senyum samar.

“Kak Dami. Lama sekali.”

Damian langsung menarik napas panjang. “Kenapa gak bilang kalau mau kesini?"

“Kalau aku bilang, kamu pasti nggak bakal izinkan.”

“Tentu saja,” jawab Damian cepat. “Karena aku tahu, setiap kali kamu muncul, selalu ada masalah yang ikut.”

Selene tertawa kecil. “Kak, jangan terlalu tegang. Aku cuma ingin tahu kabar seseorang.”

“Orion?” tebak Damian langsung.

Selene tersenyum tanpa menjawab.

Damian menatapnya tajam. “Kau sudah cukup buat dia hancur, Selene. Jangan ulangi. Sekrang dia masih berusaha bangkit."

“Tapi dia masih ingat aku, kan?” suara Selene lembut, tapi menusuk.

“Kalau dia masih ingat, artinya perasaannya belum mati.”

“Perasaan yang kamu maksud bukan cinta, tapi luka,” balas Damian dingin.

Selene berdiri, merapikan kemejanya.

“Kalau begitu, aku akan pastikan lukanya sembuh dengan tanganku sendiri.”

Damian mengepalkan tangan. “Jangan permainkan dia lagi.”

Selene menatapnya lama. “Aku nggak main-main, Kak Dami. Aku cuma nggak mau kehilangan sesuatu yang dulu seharusnya milikku.”

Luna menemani Orion pergi ke taman belakang. Taman ini sepi, tidak banyak orang. Beberapa pasien lebih suka duduk di taman samping, karena lebih ramai. Mereka duduk di bangku panjang seperti biasa.

Kali ini, Orion sudah bisa berjalan tanpa kursi rodanya.

“Aku hampir nggak percaya, kamu bisa sampai sejauh ini,” kata Luna sambil menatapnya kagum.

Orion menatap langit. “Aku juga nggak percaya.”

“Lihat? Dunia ternyata nggak berhenti cuma karena kamu jatuh.”

“Ya, tapi dunia juga nggak peduli kalau kamu nggak bangun lagi,” jawab Orion pelan.

“Yang peduli cuma kamu.”

Luna menatapnya. “Jangan ngomong gitu. Orang yang sayang sama kamu pasti mau lihat mamu bangun. Aku cuma salah satu dari orang itu."

Tatapan mereka bertemu, dan dalam detik itu, waktu seperti berhenti. Tapi sebelum momen itu sempat bertahan lama, suara langkah tumit tinggi terdengar di belakang mereka.

“Kau memang selalu tahu cara membuat pria menatapmu lama, Luna Carter.”

Suara itu membuat Luna dan Orion spontan menoleh bersamaan.

Selene berdiri di sana. Anggun, tapi dengan sorot mata yang tajam seperti belati.

Damian berdiri beberapa meter di belakangnya, jelas-jelas khawatir.Luna menatap perempuan itu bingung, tapi dalam sekejap, dia ingat wanita inilah orang yang beberapa waktu lalu membuat Orion nyaris kembali.

“Selene,” suara Orion rendah, tegang.

Selene melangkah mendekat, menatap Orion dengan mata yang penuh rindu namun juga kepemilikan.

“Senang akhirnya kamu bisa berdiri lagi, Rion,” katanya lembut. “Tapi aku sedikit kecewa… karena bukan aku yang di sisimu.”

Luna menelan ludah. Tubuhnya menegang, tapi ia tetap diam.

Orion menatap Selene lama, suaranya akhirnya keluar, dingin dan jelas.

“Selene, pergi.”

“Aku baru datang.”

“Aku tidak butuh kamu. Pergi."

Senyum Selene memudar, tapi hanya sesaat.

Dia menatap Luna dari ujung kepala sampai kaki.

“Jadi benar inj orangnya yang bikin kamu berubah, ya?”

Tatapannya menusuk. “Lucu. Seorang artis gagal berhasil nyembuhin Orion Delvano.”

“Cukup, Selene,” potong Damian cepat.

Tapi Luna sudah berdiri.

Wajahnya tetap tenang, meski matanya bergetar. “Kalau aku gagal jadi artis memang kenapa? Apa aku gak boleh buat dia sembuh?"

Selene mendekat, suaranya rendah tapi penuh ejekan.

“Dan setelah dia sembuh? Kamu mau apa? Jadi penyelamat berikutnya untuk pria yang rusak?”

Luna menatapnya tajam, nada suaranya lembut tapi tegas.

“Rusak? siapa maksudmu yang rusak? Orion bukan barang dan dia gak pernah rusak!"

Udara di antara mereka terasa berat.

Orion akhirnya memutusnya. “Selene, cukup.”

Tatapan mereka bertemu lama, sampai akhirnya Selene tersenyum tipis.

“Baiklah. Aku tidak akan pergi, karena pria yang aku cintai memintaku pergi."

Dia berbalik dan pergi dengan langkah tenang.

Tapi sebelum benar-benar menghilang, dia sempat melirik Luna sekali lagi.

“Jangan terlalu nyaman, Luna. Aku selalu dapatkan kembali apa pun yang pernah jadi milikku.”

Setelah Selene pergi, Luna tetap diam di tempatnya.Orion menatapnya lama, ada campuran marah dan khawatir di matanya.

“Maaf,” kata Luna akhirnya. “Aku seharusnya nggak—”

“Kamu nggak salah,” potong Orion. “Dia yang salah datang lagi.”

Luna menatapnya, mata mereka bertemu.

Untuk sesaat, mereka tidak bicara apa pun hanya saling tahu, bahwa mulai hari itu sesuatu di antara mereka akan berubah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!