Ibu Alya meninggal karena menyelamatkan anak majikannya yang bernama Bagas, dia adalah tuan muda dari keluarga Danantya.
~
Bagas patah hati karena kepercayaannya dihancurkan oleh calon istrinya Laras, sejak saat itu hatinya beku dan sikapnya berubah dingin.
~
Alya kini jadi yatim piatu, kedua orang tua Bagas yang tidak tega pun memutuskan untuk menjodohkan Bagas dan Alya.
~
Bagas menolak, begitupun Alya namun mereka terpaksa menikah karena terjadi sesuatu yang tidak terduga!
~
Apakah Bagas akan menerima Alya sebagai istrinya? Lalu bagaimana jika Alya ternyata diam-diam mencintai Bagas selama ini?
Mampukah Alya meluluhkan hati Bagas, atau rumah tangga mereka akan hancur?
Ikuti kisahnya hanya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon znfadhila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22.
Bagas baru saja selesai bertelpon dengan Joshua, pikiran Bagas melayang dia menebak siapa maksud Joshua.
Orang terdekat nya? Siapa memang yang berani mengkhianati Bagas, pria itu tidak memiliki teman banyak namun jika benar ada yang menusuknya dari belakang apa alasannya.
Bagas mengacak rambut nya frustasi, Joshua bilang akan membahas masalah ini besok dia akan memberikan bukti valid jika dia tidak hanya menuduh saja.
"Siapa sebenernya maksud Joshua?" Bagas sedikit cemas, dia memikirkan siapa saja teman dekatnya jika dugaannya benar maka ini akan jadi pukulan besar bagi Bagas.
"Semoga dugaan Joshua salah, kalo bener aku gatau harus bilang apa." gumam Bagas menarik nafas berat.
Bagas duduk di ruang tengah apartemennya, pikirannya melayang masa lalu yang begitu buruk sampai harus membuat kehidupannya di masa sekarang ikut terancam.
Jujur Bagas bingung harus bagaimana, sekarang ada Alya yang harus dia lindungi, ditambah apa Alya akan membencinya setelah tau kecelakaan itu berhubungan dengan masa lalunya?
"Al, maafin aku." Bagas semakin merasa bersalah, setelah itu Bagas mengepalkan tangannya kuat mengingat Laras wanita yang hampir saja menghancurkan dirinya beserta keluarganya.
Bagas sangat membenci wanita itu, tapi Bagas lebih benci pada dirinya yang mudah sekali di hasut.
"Laras, aku gak akan biarin kamu ganggu hidup aku!" gumam Bagas penuh tekad.
Setelah dirasa pikirannya tenang, Bagas segera ke kamar untuk mengecek Alya kebetulan makanan juga sudah datang jadi Bagas ingin membangunkan Alya untuk makan lebih dulu.
Bagas mengetuk pintu, tidak ada sahutan setelah beberapa kali mengetuk pintu Bagas memutuskan untuk membuka pintu secara perlahan.
Terlihat Alya tertidur pulas, Bagas yakin istrinya itu kelelahan di perjalanan, selain itu Alya juga lelah hati menghadapi keluarga dari Ayahnya yang tidak punya perasaan itu.
Bagas berjalan tanpa suara, dia menghampiri Alya.
Wajah cantik dan lucu itu membuat Bagas tersenyum tanpa dia sadari, Alya sangat cantik dan manis dia juga cerewet sama seperti Berlian adiknya.
"Al, maafin aku apa kamu bakal benci aku nanti? Al rasanya aku gak bisa liat kamu benci sama aku." lirih Bagas menggenggam tangan Alya.
Pria itu menatap sendu istrinya, Bagas tidak peduli Alya mau berpikir apa tentangnya yang jelas Bagas tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Alya sudah jadi istrinya dan Bagas pastikan tidak akan melepaskan Alya sedikitpun.
"Pernikahan ini akan terus berlanjut dan aku gak akan biarin kita berpisah." Bagas mencium tangan Alya, namun Bagas baru sadar jika tangan Alya terasa hangat.
"Kok panas?" Bagas mendadak panik, dia segera mengecek suhu tubuh Alya dan benar saja Alya demam.
"Astaghfirullah kamu demam Al." Bagas makin panik, dia segera mengambil alat untuk mengecek suhu tubuh Alya.
"Bu, jangan tinggalin aku bu aku takut disini sendirian..." Alya mulai meracau, Bagas tertegun mendengar istrinya gelisah dan menyebut nama ibunya.
"Bu aku harus sama siapa kalo ibu pergi?" Alya meneteskan air matanya tanpa sadar, keringat dingin mulai membasahi pelipis nya.
"Al." Bagas memejamkan matanya terasa sesak, dia segera menelpon dokter untuk memeriksa Alya tapi sebelum itu Bagas memutuskan untuk mengompres Alya sendiri agar demamnya sedikit turun.
Saat Bagas mengompres, perlahan mata Alya terbuka, wanita itu terkejut melihat Bagas di hadapannya.
"B-bang.." Alya hendak bangun namun ditahan oleh Bagas.
"Kamu demam, jangan bangun dulu." ucap Bagas lembut, Alya merasakan pusing di kepalanya.
"Maaf." Alya kembali berbaring, Bagas yang hendak lanjut mengompres Alya mengerutkan keningnya.
"Maaf buat apa?" tanya Bagas bingung.
"Maaf aku ngerepotin." Alya tidak berani menatap Bagas, pria itu menarik nafas panjang sepertinya Alya masih canggung padanya padahal Bagas itu suaminya jadi sudah sewajarnya bukan Bagas merawat Alya.
"Siapa yang ngerepotin Al? Kamu itu istri aku mana mungkin kamu ngerepotin gak ada yang di repotin." Bagas menggenggam erat tangan Alya, tentu saja Alya tersentak kaget.
"T-tapi-"
"Sssst! Jangan dibahas lagi, sekarang kamu istirahat aja bentar lagi dokter datang." Bagas sedikit tegas tak ingin dibantah.
Akhirnya Alya menutup rapat mulutnya, dia membiarkan Bagas mengompres.
Perasaan Alya mulai gugup, wajah Bagas begitu dekat dan juga tampan malah ketampanannya bertambah sejak Bagas kembali kesini.
'Al tolong matamu dikondisikan, kalo gini caranya kamu bisa ketahuan.' batin Alya berkedip cepat, rasanya pesona Bagas bisa meluluhkan hatinya.
'Tapi kan udah sah juga aku liat Bang Bagas, gak masalah kan?' Pipi Alya memerah mengingat status mereka, sungguh Alya tidak menyangka jika Bagas benar-benar jadi suaminya.
"Pipi kamu kenapa kok makin merah?"
Deg!
Alya kaget karena Bagas memergoki pipinya yang tersipu, tentu saja Alya malu namun beruntung kali ini Bagas tidak menyadari jika Alya tersipu, pria itu menganggap jika Alya sedang demam makanya wajahnya memerah.
"A-aku gapapa kok." kata Alya gugup, Bagas mengangguk.
"Apa makin pusing, atau demamnya naik ya?" Bagas mengecek suhu tubuh Alya kembali, detak jantung Alya semakin menggila rasanya.
Beruntung dokter datang di waktu yang tepat, Bagas segera mengizinkan dokter untuk memeriksa kondisi Alya.
Terlihat jelas jika pria itu begitu mengkhawatir Alya, sangat khawatir malah.
'Bang Bagas beneran khawatir sama aku?' batin Alya memperhatikan wajah suaminya yang jelas khawatir.
Setelah memeriksa dokter menjelaskan jika Alya hanya kelelahan, namun Alya tidak menjaga pola makannya dengan baik ditambah Alya sedikit stress dan banyak pikiran makanya tumbang.
Dokter memberi resep obat, setelah itu Bagas mengantar Dokter untuk kembali bertugas.
"Al, makan dulu ya habis itu langsung minum obat nanti obatnya lagi ditebus dulu." Bagas kembali masuk ke kamar sambil membawa nampan berisi makanan.
Alya sudah bersender dengan nyaman, wajahnya masih pucat.
"Makasih Bang." Alya tersenyum tulus, dia hendak mengambil makanan sendiri namun Bagas menahannya.
"Kenapa Bang?" bukannya menjawab, Bagas malah mengusap pucuk kepala Alya.
"Biar aku yang suapin kamu, sekarang kan kamu lagi sakit jadi biarin aku yang jaga kamu, ucapan terimakasihnya diterima tapi biar lebih enak sekalian ini." Bagas tersenyum manis, Alya hampir tersedak karena ketampanan Bagas bertambah berkali lipat.
"T-tapi a-aku b-bisa sendiri." Alya sampai tergagap, Bagas menggelengkan kepalanya tegas.
"No, kamu tetep aku suapin gak ada penolakan istriku."
Blush!
'Kyaaaaaa! Jantungku!'
Bersambung...........