"Takdirnya ditulis dengan darah dan kutukan, bahkan sebelum ia bernapas."
Ling Yuan, sang pewaris yang dibuang, dicap sebagai pembawa kehancuran bagi klannya sendiri. Ditinggalkan untuk mati di Pegunungan Sejuta Kabut, ia justru menemukan kekuatan dalam keterasingan—dibesarkan oleh kuno, roh pohon ajaib dan dibimbing oleh bayangan seorang jenderal legendaris.
Kini, ia kembali ke dunia yang telah menolaknya, berbekal dua artefak terlarang: Kitab Seribu Kutukan dan Pedang Kutukan. Kekuatan yang ia pegang bukanlah anugerah, melainkan hukuman. Setiap langkah menuju level dewa menuntutnya untuk mematahkan satu kutukan mematikan yang terikat pada jiwanya. Sepuluh tahun adalah batas waktunya.
Dalam penyamarannya sebagai pemulung rendahan, Ling Yuan harus mengurai jaring konspirasi yang merenggut keluarganya, menghadapi pengkhianat yang bersembunyi di balik senyum, dan menantang takdir palsu yang dirancang untuk menghancurkannya.
Akankah semua perjuangan Ling Yuan berhasil dan menjadi Dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Ritual Pelepasan yang Agonis
Ledakan energi itu bukan ledakan suara, melainkan ledakan kehendak yang terdistorsi. Ling Yuan terbaring tak berdaya di lantai batu yang dingin. Setiap sel tubuhnya berteriak, bukan karena luka fisik, melainkan karena robeknya jalur kultivasi yang telah ia pupuk dengan susah payah selama satu dekade. Energi kutukan 'Anak Pembawa Kematian' yang semula tersegel kini mengamuk di dalam dirinya, menuntut agar ia musnah sesuai ramalan.
“Yuan'en! Bangun! Itu bukan kehancuran, itu penolakan! Energi kutukan itu menolak diserap, ia mencoba membalikkan prosesnya untuk menjadikanmu inangnya!” raung Jendral Mao, arwahnya bergetar hebat di samping Pedang Kutukan.
Di sekeliling Ling Yuan, pusaran energi hitam yang dilepaskan berputar lebih cepat. Energi itu mulai menarik kekuatan spiritual Ling Yuan, mengubahnya menjadi lahar spiritual yang menghanguskan jalur qi-nya. Ling Yuan mencoba menggerakkan jari, tetapi otot-ototnya terkunci. Rasa sakitnya begitu mutlak sehingga kesadarannya terpecah menjadi serpihan-serpihan tajam.
GRRRAAK!
Suara itu datang dari dalam tulang rusuknya, seolah ada yang mencoba memisahkan jiwa dari raga. Di dimensi spiritual, Ling Yuan melihat dirinya berada di jurang tak berdasar. Di atasnya, Bayangan Iblis—sosok bayi yang menangis dengan mata merah darah, kemudian tertawa histeris.
“Kau takdir kami! Kau milik kehancuran! Kau tak akan menjadi Dewa! Kau hanya akan menjadi racun dan perusak!" Bayangan itu melengking, suaranya mengoyak kesadaran Ling Yuan.
Ling Yuan tahu, jika ia menyerah pada ketiadaan ini, ia akan menjadi cangkang kosong, atau bahkan lebih buruk, ia akan kembali ke Kota Kekaisaran sebagai monster yang benar-benar membenarkan ramalan palsu Selir Sin.
“Tidak... Aku tidak akan membiarkan kalian menang!” Suara hatinya yang lemah, hampir tak terdengar.
Mao menyadari bahwa hanya bimbingan verbal tidak akan cukup. Arwahnya memadat lebih jauh, meninggalkan Pedang Kutukan, dan menembus tubuh spiritual Ling Yuan, mengabaikan risiko terfragmentasi oleh energi kutukan yang liar.
“Fokus pada Kitab, Yuan'en! Bab pertama! Ritual Pembersihan Darah bukanlah tentang pembersihan, tetapi tentang KONSUMSI! Kau harus membalikkan fungsi racun ini! Gunakan kebencianmu, gunakan sumpahmu! Jangan biarkan ia menjadi kehancuran, jadikan ia fondasi!”
Intervensi spiritual Jendral Mao memberikan Ling Yuan titik fokus di tengah badai. Ia memaksakan pikirannya yang hancur untuk mengingat diagram rumit dalam Kitab Seribu Kutukan. Diagram itu menunjukkan bagaimana energi kutukan harus disalurkan, bukan melalui jalur qi biasa, tetapi melalui vena darah dan sumsum tulang—tempat di mana kutukan itu ditanamkan.
ZZZZTTTT!
Ketika Ling Yuan mencoba menyalurkan energi melalui sumsumnya, rasa sakitnya meningkat seribu kali lipat. Rasanya seperti dibakar hidup-hidup, lalu dibekukan, lalu dihancurkan. Namun, ia menyadari bahwa rasa sakit ini adalah kuncinya. Jika itu sakit, berarti itu bekerja.
Ling Yuan merangkak. Hanya satu meter jarak antara dirinya dan Pedang Kutukan Mao yang kini tergeletak di atas Kitab. Meteran itu terasa seperti jarak antar benua. Setiap gerakan mengancam merobek tendon dan ligamennya.
“Cepat, Yuan'en! Kutukan itu mulai menyentuh Dantianmu! Kau akan musnah!” desak Mao.
Dengan sisa kekuatan terakhir yang didorong oleh ingatan akan wajah orang tuanya yang tersenyum—sebelum semua itu dirampas—Ling Yuan berhasil menyentuh bilah Pedang Kutukan. Begitu kulitnya bersentuhan dengan baja berkarat itu, energi Pedang yang diam tiba-tiba meledak.
BLAAARR!
Cahaya hitam yang tebal menyelimuti Pedang. Itu adalah kekuatan spiritual Jendral Mao yang kini menyatu sepenuhnya dengan Pedang. Pedang Kutukan bukan lagi hanya senjata, tetapi konduktor yang mampu menahan energi kosmik.
Ling Yuan menggunakan kekuatan Pedang sebagai jangkar. Ia menarik Pedang itu ke dada, membiarkan energi kutukan yang mengamuk di tubuhnya mengalir keluar, menempel pada Pedang, dan kemudian, ia membalikkan aliran itu.
Ini adalah ritual yang agonis: Ling Yuan menggunakan Pedang Kutukan untuk memaksa energi gelapnya keluar, memurnikannya, dan kemudian menyerap kembali energi yang kini telah diubah fungsinya—dari racun menjadi sumber daya kultivasi.
HIIISSSS! SSSSHHHT!
Energi hitam yang telah menjadi Bayangan Iblis di dimensi spiritualnya berjuang melawan balik, merobek jalur darahnya, mencoba melumpuhkan sistem sarafnya. Tetapi kini, Ling Yuan memiliki kehendak. Kehendak yang dimurnikan oleh Jendral Mao dan didukung oleh Pedang Kutukan.
“Aku... adalah... pewaris... kutukan... dan... aku... akan... menguasainya!” Ling Yuan mengucapkan kata-kata itu di antara gigi yang terkunci, setiap suku kata adalah usaha spiritual yang masif.
Dia memaksa energi kutukan yang dimurnikan itu untuk berputar melalui jalur kultivasi yang baru. Jalur lama, yang fana, runtuh. Tetapi di tempatnya, jalur yang lebih gelap, lebih kuat, dan lebih tahan banting terbentuk—jalur kultivasi kutukan.
KRAK-KRAK-KRAK!
Suara retakan itu kini bukan lagi suara kehancuran, tetapi suara kelahiran kembali. Setiap tulang di tubuhnya direstrukturisasi oleh energi gelap yang terkendali. Otot-ototnya menyusut dan kemudian mengencang, menanggapi kekuatan baru yang mengalir deras.
Ling Yuan merasakan Kutukan Anak Pembawa Kematian—racun yang telah membelenggunya sejak lahir—terlepas dari esensi darahnya, hanya untuk diubah menjadi lapisan pertama kekuatannya. Itu adalah kemenangan atas takdir yang telah ditulis untuknya.
Bayangan Iblis di dimensi spiritual menjerit kesakitan saat esensinya dihisap, bukan dihancurkan. Ia tidak dimusnahkan; ia ditaklukkan, dan kini menjadi budak bagi kehendak Ling Yuan.
Di luar gudang, aura energi gelap yang sempat menyebabkan burung-burung jatuh kini menghilang, digantikan oleh aura yang lebih tersembunyi, namun jauh lebih padat dan berbahaya. Aura itu bergetar dengan kekuatan yang melampaui kultivator fana manapun yang pernah dilihat Jendral Mao.
Jendral Mao, yang arwahnya kembali ke Pedang Kutukan, menghela napas spiritual lega. “Dia berhasil. Dia bukan hanya mematahkan kutukan; dia menelannya.”
Proses transformasi memakan waktu berjam-jam. Ling Yuan terbaring di genangan keringat dan darah, tetapi napasnya kini stabil. Wajahnya, meskipun pucat, memancarkan ketenangan yang mengerikan. Seluruh tubuhnya ditutupi pola garis-garis hitam halus yang merupakan sisa-sisa energi kutukan yang baru saja terinternalisasi.
Saat fajar mulai menyusup melalui celah-celah gudang, Ling Yuan membuka matanya. Mata itu bukan lagi mata seorang anak muda yang membawa kebencian, melainkan mata seorang kultivator yang baru lahir, diwarnai oleh cahaya gelap yang menakutkan.
Ia telah mematahkan kutukan pertama. Rasa sakitnya adalah harga dari kebebasan spiritual, dan imbalannya adalah kekuatan yang melampaui Mortal. Ia mengangkat tangannya yang kini dipenuhi kekuatan. Ia merasakan energi itu, energi yang dulunya adalah racunnya, kini menjadi darah kehidupannya.
Ling Yuan berdiri. Ia tidak lagi berada di tingkat kultivasi fana yang ia pelajari di gunung. Ia telah melompat melewati batas fana dan mendarat di ambang pintu kultivasi baru.
“Guru,” kata Ling Yuan, suaranya lebih dalam, lebih berat, dan dipenuhi gema kekuatan yang baru diperoleh. “Aku telah mematahkan kutukan pertama.”
“Ya, Yuan'en. Kau telah berhasil mencapai Mortal Peak, tetapi dengan fondasi energi kutukan. Kau adalah kultivator fana paling kuat yang pernah ada. Namun, kekuatan barumu ini sulit disembunyikan. Aura kultivasimu yang unik akan segera menarik perhatian,” jawab Mao, nada suaranya kembali serius.
Ling Yuan melihat ke Pedang Kutukan Mao. Bilahnya tidak lagi berkarat. Karat itu telah diserap dan diubah menjadi pola urat hitam yang menyerupai darah kering di sepanjang baja. Pedang itu kini memancarkan aura haus darah yang halus.
Ia menyentuh dadanya, tempat segel itu robek. Tidak ada luka, tetapi sensasi kehampaan yang diikuti oleh energi yang mengalir deras. Ia telah mencapai tingkat kekuatan yang dijanjikan, tetapi Mao benar—kekuatan ini terlalu mencolok.
Jika ia kembali ke jalanan sebagai pemulung misterius dengan aura yang begitu kuat, ia akan segera terdeteksi. Terutama oleh mereka yang sensitif terhadap energi gelap—dan yang paling sensitif adalah Selir Sin. Ritual yang agonis ini telah membebaskan Ling Yuan, tetapi juga telah membunyikan alarm di seluruh Kota Kekaisaran. Ia harus belajar bagaimana menyamarkan kekuatannya, dan itu harus dilakukan sekarang, sebelum fajar benar-benar tiba.
Ling Yuan merasakan getaran yang tidak wajar, seolah ada mata tak kasat mata yang mulai mengintai ke arah gudangnya.
"Aku ketahuan..."