Lala mengalami kecelakaan yang membuat jiwanya terjebak di dalam raga seorang antagonis di dalam novel dark romance, ia menjadi Clara Shamora yang akan mati di tangan seorang mafia kejam yang mencintai protagonis wanita secara diam-diam.
Untuk menghindari nasib yang sama dengan Clara di dalam novel, Lala bertekad untuk tidak mengganggu sang protagonis wanita. Namun, ternyata ia salah langkah dan membuatnya diincar oleh malaikat mautnya sendiri—Sean Verren Dominic.
“Sekalinya milik Grey, maka hanya Grey yang bisa memilikinya.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MTMH18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian dua puluh satu
“Clara?” Bisikan bernada serak itu mengganggu tidur Clara.
Gadis itu menggeliat pelan, sebelum membuka matanya yang masih mengantuk. Hari ini Clara cukup lelah dengan tugas-tugas di kampus, jadi ia tidur lebih awal.
“Ada apa?” Clara menatap wajah Sean yang sudah kotor oleh cipratan darah.
Pria itu tidak langsung menjawabnya, ia masih menatap wajah cantik gadis kecilnya yang terlihat masih mengantuk. Jam menunjukkan pukul dua dini hari, dan Sean baru kembali dari markasnya.
“Obati aku!” Kata pria itu, sebelum beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Dengan keadaan yang masih mengantuk, Clara mencari kotak obat yang sudah disediakan di dalam kamarnya. Gadis itu terlihat menguap beberapa kali, bahkan matanya juga terpejam dan tidak sadar kalau Sean sudah selesai mandi.
“Clara?” Panggilan itu membuatnya membuka mata.
Clara mengerjapkan matanya beberapa kali untuk melihat dengan jelas keadaan wajah Sean, ternyata sudut bibir pria itu robek. Jadi, Clara segera mengobatinya.
Sean terdiam, mata birunya tidak lepas dari wajah cantik gadis kecilnya. Ternyata Clara begitu lucu saat menahan kantuk, mata hijaunya beberapa kali terpejam.
“Di mana lagi yang terluka?” Tanya gadis itu sambil menaikkan pandangannya.
Mata mereka bertemu, tetapi hanya beberapa saat, sebelum Sean membalikkan tubuhnya dan membuka bathrobe yang dipakainya. Sehingga Clara dapat melihat sebuah luka memajang di punggung pria itu, lukanya cukup dekat dengan bekas luka lama di punggung Sean.
Dengan hati-hati, gadis itu mengobati luka memanjang itu. Clara sama sekali tidak mendengar ringisan dari pria itu, membuatnya sedikit penasaran.
“Apa ada lagi?” Tanya gadis itu setelah selesai mengobati dan menutup luka di punggung Sean.
“Tidak ada,” jawab pria itu sambil kembali memakai bathrobe milik Clara.
Clara langsung membereskan peralatan yang dipakainya, sedangkan Sean masih memperhatikan gadis itu.
“Apa kau tidak takut denganku?” Pertanyaan itu menghentikan pergerakan tangan Clara.
Gadis itu mendongak untuk menatap Sean yang kali ini memandangnya dengan tatapan berbeda lagi, Clara sampai mengira kalau pria itu memiliki banyak kepribadian, sehingga sangat sulit untuk dipahami.
“Kalau dibilang takut, tentu saja aku takut. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Di dalam surat yang aku tandatangani sudah tertulis jelas, bahwa aku tidak bisa pergi dari Kak Sean,” jawab gadis itu sambil memberanikan diri untuk menyentuh rahang tegas Sean.
“Tapi ketakutan itu perlahan menghilang, karena perkataan Kak Sean yang mencintaiku. Dan aku juga akan mulai belajar untuk mencintai Kakak,” Clara menaruh kepalanya di dada bidang pria itu, membuat Sean langsung mengangkat sang gadis ke pangkuannya.
“Aku tidak sabar menunggunya,” bisik pria itu sambil mengusap pelan rambut sebahu gadis kecilnya.
Clara tertawa kecil, tangannya kini bergerak naik untuk memeluk leher pria itu. Senyuman manis terpantri di bibir tipis gadis itu, membuat debaran jantung Sean semakin menggila.
“Tapi itu tidak mudah, karena aku pernah dikecewakan. Bahkan semua orang yang aku sayangi, mengecewakanku. Jadi, Kak Sean harus bersabar dan… aku juga harus mempersiapkan diri, sebelum dikecewakan lagi,” senyuman Clara terlihat berbeda.
Sean tersentak kaget, pria itu menarik dagu gadis kecilnya dan membuatnya bisa melihat binaran sedih di mata hijau itu.
“Apa kau tidak mempercayaiku?” Suara Sean terdengar dingin.
“Kak, sebagai orang yang dikecewakan banyak orang, tentunya aku akan sulit mempercayai orang baru. Maaf kalau aku belum bisa percaya sama Kak Sean, tapi aku akan berusaha untuk sembuh dari rasa ketakutanku,” jawab Clara dengan senyuman getirnya.
“Clara, aku tidak akan mengecewakanmu! Jadi, percayalah padaku!” Pria itu memaksa Clara untuk tetap menatapnya.
“Seperti yang aku katakan tadi, aku masih—”
“Apa yang bisa membuatmu percaya denganku?” Potong Sean.
“Berikan aku waktu,” hanya itu jawaban Clara.
Sean memejamkan matanya sejenak, pria itu merasa tidak puas dengan jawaban gadis kecilnya. Namun, ia tidak bisa memaksa Clara. Jika ia memaksa gadis kecilnya, maka dirinya akan kehilangan lagi.
“Baiklah, aku akan memberimu waktu!” Bisik Sean sambil mengecup sekilas bibir tipis gadis kecilnya.
Clara tersenyum mendengarnya, tetapi kalimat selanjutnya membuat senyuman gadis itu sirna.
“Dan surat perjanjian yang sudah kau tandatangani, tidak akan pernah berubah. Bahkan, jika kau sudah menjadi milikku.”
...***...
Di Mansion Lexander, Jessica terbangun dari tidurnya. Lagi dan lagi ia mendapatkan mimpi yang mengerikan.
Awalnya Jessica ingin mengabaikan mimpi tersebut, tetapi mimpinya terus berulang dan membuat kepalanya ingin pecah.
“Mommy?” Suara sang suami membuatnya menoleh.
Steven ikut terbangun, karena pergerakan di sebelahnya. Pria itu menatap istrinya yang terlihat pucat dengan keringat dingin yang membasahi keningnya.
“Ada apa?” Tanyanya.
“Dad, Mommy mimpi Clara dibunuh sama seseorang yang wajahnya tidak jelas,” suara Jessica sedikit bergetar, karena wanita paruh baya itu sangat takut.
“Itu hanya mimpi, jadi lupakan saja!” Steven menarik istrinya ke dalam pelukannya, agar kembali tidur.
“Tapi Mommy sering mendaptkan mimpi yang sama, Mommy takut,” isakan Jessica terdengar.
Steven terdiam, ia menyadari ketakutan sang istri. Namun, saat mendengar kalau sang istri mendapatkan mimpi yang sama berulang kali, tiba-tiba pria itu menjadi kepikiran tentang putrinya.
Meskipun Clara sering membuat masalah, tetapi Clara tetap putrinya dan darahnya mengalir deras di tubuh Clara.
“Dad, Mommy menyesal sudah mengatakan kalimat jahat kepada putri kita,” suara Jessica kembali menyadarkannya.
“Dad, bawa Clara pulang! Mommy janji akan menjadi ibu yang baik dan menyanyangi Clara, ayo Dad bawa putri kita kembali!” Jessica mendesak suaminya untuk segera membawa Clara pulang.
“Kita sudah terlambat, Clara tidak bisa kembali kepada kita,” ucapan Steven membuat Jessica menarik tubuhnya dan terduduk dengan tatapan tajamnya.
“Kenapa tidak bisa? Aku yang melahirkannya!” Serunya dengan suara yang masih bergetar, karena Jessica menahan tangisannya.
“Orang yang bersama Clara, sudah mengambil hak asuh Clara. Jika kita ingin merebut Clara kembali, hanya ada satu cara… yaitu dari Clara sendiri yang ingin kembali bersama kita. Meskipun Daddy menyewa pengacara ternama atau pun yang sangat hebat, kita akan tetap kalah kalau Clara tidak mau kembali,” jelas Steven yang mulai pusing.
“Mommy akan mencoba bicara dengan Clara, pasti dia akan mendengarkan Mommy,” Jessica beranjak turun dari tempat tidur.
“Kau ingin ke mana? Kau bahkan tidak tahu di mana tempat Clara tinggal,” ucapan Steven menghentikan langkahnya.
“Dan Clara juga membenci kita, apa dia akan mendengarkan kita?” Steven menghela napas berat.
Pria itu baru menyadarinya, ternyata selama ini dirinya sudah memperlakukan sang putri secara tidak adil. Dan Steven juga sudah memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan semua bukti tentang siapa yan sebenarnya bersalah, Clara atau Bella.
Diam-diam Steven ingin menyelidikinya, karena saat ia mendapatkan surat tentang pengalihan hak asuh Clara… Steven merasa ada yang hilang.
Lalu, baru saja Steven mendengar tentang mimpi sang istri. Steven mulai takut, takut mimpi sang istri menjadi nyata.
Bersambung.
up..up..up..
/Determined//Determined//Determined/