NovelToon NovelToon
Menantu Dari Desa

Menantu Dari Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Romansa / Konglomerat berpura-pura miskin / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: omen_getih72

Naura Anjani, seorang gadis desa yang menikah dengan pria asal kota. Namun sayang, gadis itu tidak di sukai oleh keluarga suaminya karena dianggap kampungan dan tidak setara dengan menantu lain yang memiliki gelar pendidikan tinggi dan pekerjaan yang memadai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

"Mas, bisa tidak kalau kita pindah rumah saja?" tanya Naura pada Azriel yang sedang fokus dengan laptopnya.

Mendengar pertanyaan sang istri membuat Azriel terlihat terkejut dengan kerutan di kening.

Ia tak menyangka jika istrinya akan mengajaknya untuk pindah dari rumah ini.

Karena sebelumnya wanita itu tidak pernah membahas masalah rumah untuk mereka tempati.

"Maksud kamu apa, Sayang. Kenapa kamu tiba-tiba minta pindah rumah?" bukannya menjawab Azriel justru malah bertanya balik.

Pria itu melepas kacamata yang membingkai kedua matanya, meletakkannya di atas meja tepat di samping laptop.

"Aku hanya tanya saja, Mas. Biasanya kan setiap orang sudah menikah harus punya rumah pribadi. Apalagi kalau nanti kita sudah punya anak, kita butuh rumah untuk keluarga kecil kita pulang," jawab Naura berusaha mengutarakan isi hati.

"Maksudnya bukan itu, Sayang. Tapi, kenapa tiba-tiba saja kamu bahas tentang rumah? Padahal sudah hampir setahun kita menikah, tapi baru kali ini kamu membicarakan soal rumah," tanya Azriel seraya bangkit dan melangkah ke arah sang istri.

Ia menjatuhkan tubuhnya di tepi ranjang. Sementara Naura masih berbaring sambil terus memandangi layar ponsel.

Wanita itu sedang melihat-lihat rumah yang dijual di sekitar kampus tempat suaminya mengajar.

"Bukan tiba-tiba, Mas. Bukankah ini hal yang wajar dibicarakan oleh pasangan suami-istri. Mungkin sebelumnya aku masih merasa nyaman tinggal disini, tapi akhir-akhir ini aku mulai merasa tidak nyaman dan ingin punya rumah sendiri," tatapan Naura menerawang jauh. "Sepertinya enak kalau kita punya rumah sendiri ya, Mas. Kita bisa nonton TV berdua sambil makan cemilan. Aku juga bisa bebas pakai baju apa saja yang aku mau,"

"Iya, Sayang. Sebenarnya Mas juga ingin seperti itu, tapi kamu tahu sendiri kalau sekarang beli rumah itu bukan hal yang mudah. Selain harganya yang mahal, sangat sulit untuk mencari rumah yang membuat kita nyaman. Kamu juga tahu sendiri kan, kalau uang aku pasti tidak akan cukup untuk beli rumah. Uangku yang dipinjam oleh Mas Rangga masih belum dikembalikan sampai sekarang," keluh Azriel terlihat frustasi karena uangnya tak kunjung dikembalikan oleh sang kakak.

"Hhmm... kamu sudah coba minta ke dia, Mas?" tanya Naura yang dibalas anggukan kepala oleh Azriel.

"Sudah, aku bahkan sudah memintanya saat kita akan menikah dulu. Aku bilang kalau kita butuh uang untuk menggelar resepsi pernikahan. Tapi sayangnya dia masih saja berkilah kalau uang itu belum ada," jawab Azriel dengan wajah murung.

Azriel memang meminjamkan uangnya pada Rangga sebelum menikah dengan Naura. Rangga berjanji akan mengembalikan uang itu saat Azriel akan menikah. Namun, sampai sekarang uang itu tak kunjung dikembalikan.

Ditambah Mama Sovi yang lebih membela Rangga. Beliau mengatakan jika pernikahan mereka tak perlu mengadakan resepsi.

Jika Azriel masih tetap bersikukuh ingin uangnya, mereka semua tidak akan hadir di pesta pernikahan itu.

Memang benar-benar keluarga yang jahanam.

"Kalau begitu pakai uangku saja, Mas. Aku sepertinya cukup kalau hanya untuk membeli rumah sederhana," usul Naura yang membuat Azriel seketika tertawa kecil.

Pria itu mencubit kedua pipi Naura gemas.

"Sayang, kamu pikir rumah di sini harganya berapa? Ratusan juta, itupun hanya dapat rumah kecil," sergah Azriel masih dengan tawanya yang entah kenapa terdengar menyebalkan.

"Mas, aku bahkan mampu membeli rumah lebih besar dari rumah ini. Sekarang, aku juga sedang melihat-lihat rumah yang dekat dengan kampus kamu mengajar. Sepertinya akan menyenangkan," balas Naura yang membuat Azriel seketika terdiam.

"Naura aku sudah bilang padamu berkali-kali, jangan terlalu memaksakan diri. Aku akan berusaha mencari uang lebih banyak agar kita bisa membeli rumah impianmu. Aku janji, Sayang. Biarkan suamimu yang bekerja keras, oke?" ucap Azriel dengan raut wajah serius.

Naura mengembangkan senyum, ia kembali memainkan ponsel yang sejak tadi masih berada dalam genggamannya.

"Apa uang segini cukup untuk membeli rumah, Mas?" Naura menunjukan layar ponsel, di mana terlihat saldo salah satu rekeningnya.

Bukannya senang, raut wajah Azriel justru malah terlihat panik sekaligus syok.

Ia menatap istrinya dan layar ponsel secara bergantian.

Sama sekali tak terlihat senyuman di sana, raut wajah itu kini seperti orang yang tertekan.

"Mas, kamu jangan diam saja. Uang segini cukup tidak untuk beli rumah yang ada di dekat kampus kamu. Kalau cukup, kita bisa lihat-lihat ke sana besok," ucap Naura lagi karena tak kunjung mendapatkan respon.

"Naura, kamu dapat uang sebanyak ini dari mana? Jangan bilang kalau kamu tidak bercanda soal kepemilikan pabrik sawit kemarin itu. Lalu, lahan sawit yang berhektar-hektar itu juga milik kamu?" tanya Azriel dengan suara bergetar.

Naura mengatupkan bibir menahan tawa melihat raut wajah Azriel yang menggemaskan.

Ia sebisa mungkin menahan tawanya karena tak ingin membuat suaminya tersinggung.

Naura mengangguk pelan. "Aku tidak pernah bercanda kalau masalah uang, Mas. Pabrik, lahan sawit dan peternakan yang kalian kunjungi waktu itu semuanya milik kita, Mas. Aku sudah mengatakannya kemarin, tapi sayangnya kamu tidak percaya," jawaban Naura semakin membuat Azriel terlihat frustasi.

Ia meremas rambutnya kemudian bangkit, namun matanya masih menatap lekat sang istri demi mencari tanda-tanda kebohongan di sana.

"Sebenarnya siapa kamu, Naura? Kamu siapa? Kenapa rasanya aku seperti tertipu?" gumam Azriel yang membuat Naura seketika terdiam.

Ia tak menyangka dengan sikap Azriel yang berbanding terbalik dengan apa yang ia harapkan selama ini.

Naura pikir, Azriel pasti akan merasa bahagia setelah tahu jika istrinya orang kaya raya. Namun, reaksi yang ditunjukan oleh Azriel tak seperti yang ia harapkan.

"Aku Naura, istri kamu Mas. Maaf karena selama ini aku belum jujur padamu. Itu semua karena aku belum siap dan belum punya waktu yang pas untuk menunjukkan siapa aku yang sebenarnya," ucap Naura seraya bangkit dan duduk di tepi ranjang.

Sedangkan Azriel masih terdiam. "Itu artinya kamu orang kaya, Naura. Lalu kenapa waktu kita menikah dan acara lamaran, kamu membawaku ke rumah yang seperti gubuk," tanya Azriel yang mulai mencerna situasi dan bisa menguasai diri.

"Ah itu... aku sengaja, karena sebenarnya aku ingin melihat bagaimana reaksi keluargamu, Mas. Maaf, mungkin ini terdengar sensitif, tapi aku sadar diri kalau keluargamu terutama Mama. Tidak pernah menyetujui hubungan kita sejak awal. Tapi aku benar-benar tidak menyangka kalau Mama sangat tidak menyukai gadis desa sepertiku," jawabannya jujur. "Sekarang kamu sudah tahu siapa aku, Mas. Aku sudah jujur padamu. Aku harap kamu jangan beritahu keluargamu dulu sampai kita benar-benar akan pergi dari rumah ini," Naura meraih kedua tangan Azriel dan menggenggamnya.

"Jadi menurut kamu, Mama dan keluargaku melihat seseorang hanya dari segi hartanya saja?" tanya Azriel setelah cukup lama terdiam.

"Memang begitu kenyataannya, Mas. Kamu lihat sendiri kan bagaimana aku diperlakukan oleh Mama dan Kakak iparmu. Aku bahkan hanya dianggap tamu oleh mereka. Yang lebih parah lagi, aku justru dianggap pembantu dan baby sitter anak-anak mereka. Lalu, bagaimana penilaianmu terhadap keluargamu sendiri, Mas?"

Mendengar jawaban istrinya Azriel kembali terdiam dan menundukkan kepalanya dalam.

Entah apa yang sedang dipikirkan pria itu sekarang. Namun, Naura merasa lega karena sudah berkata jujur pada suaminya.

Ia berharap sikap suaminya tidak berubah setelah tahu siapa dirinya sebenarnya.

"Maafkan Mama ya, Ra. Aku juga tidak menyangka kalau Mama punya sifat seperti itu. Padahal selama ini Mama tidak pernah bersikap seperti itu pada Mbak Ria dan Mbak Rere. Dia memperlakukan menantunya dengan baik. Jadi, aku pikir Mama juga akan memperlakukanmu dengan baik seperti anaknya sendiri," lirih Azriel sendu.

"Iya, Mas. Aku paham posisi kamu, itulah alasan aku ingin pindah rumah. Agar Mama tidak marah-marah lagi dan kamu tidak akan kesulitan memilih antara membelaku atau Mama. Bukankah setiap orang yang sudah menikah harus memiliki rumah sendiri?"

***********

***********

1
inchieungill
iya betul, setiap rumah tangga sebaiknya pisah dari orangtua atau mertua, biar tidak terjadi konflik.
Latifah
Bagus Cerita nya ,, di tunggu lanjutnya Yaa !!!
olip
lnjut
olip
lnjut...mkin penasaran...ttap smngat thor
olip
lnjut
olip
q mmpir thor...lnjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!