Cassia adalah seorang gadis periang & cantik, ia disayang oleh semua orang sampai-sampai tak ada rasa sedih & sepi yang pernah hinggap dihatinya..
Sampai suatu ketika matanya tidak dapat melihat, dosa apa yang Ia lakukan sampai mendapatkan cobaan terberat dihidupnya..
Akankah Ia dapat melihat lagi & dapatkah Ia menerima cobaan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chiaro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Kulihat samar ini rumahku dan aku yakin karena begitu melekatnya bayangan rumahku, jadi aku yakin Dion membawaku pulang, tapi kenapa?
"Tunggu disini!" Dion menyuruhku diam di depan rumahku sendiri, logika apa ini, kanapa aku gak disuruh masuk aja
Samar kulihat Dion masuk ke rumahku.
Setelah itu sosok perempuan keluar dari rumah dan menghampiriku, ya sosok itu adalah Nora.
"Nona bagaimana anda tidak bisa melihat?" Nora berbicara padaku sambil menuntunku masuk ke dalam rumah.
"Aku tidak tahu Nora!" tiba-tiba pecah tangisanku di pelukan Nora dan rasanya aman sekali aku sudah berada disisi Nora.
"Mari masuk" Nora terus menuntunku ke kamar
"Apakah Anda sudah sarapan?" Aku hanya menggeleng dan memandang lurus kedepan.
"Baiklah saya akan menyiapkan sarapan Anda, jadi istirahatlah di kasur Anda, agar Anda merasa lebih baik"
Setelah itu Nora turun ke lantai bawah, aku mendengar dari suara langkah kakinya.
Setelah mendengar suara langkah kaki Nora, aku hanya mendengar keheningan, kemana Dion pikirku, apakah dia pulang, kenapa dia tidak bicara apapun padaku?
Setelah memikirkan Dion, aku memanggil Nora kembali dan memintanya mengantarku ke rumah sakit, tapi sebelum ke rumah sakit Nora memaksaku untuk makan tetapi aku hanya menutup mulutku rapat-rapat, akhirnya Nora memutuskan untuk membuatkan ku teh agar aku lebih tenang.
"Nona berpikirlah dengan bijak, jika Anda sakit, Anda akan membuat Tuan dan Nyonya semakin khawatir".
Tapi aku tetap diam tak menanggapi pembicaraan yang dilakukan oleh Nora.
Dan di sepanjang perjalanan kami hanya diam tidak ada yang bicara sepatah katapun, aku hanya merenungkan nasibku kenapa mataku bisa seperti ini, aku jadi teringat orang tuaku, aku ingin menghubungi mereka tetapi aku tidak mau mereka khawatir padaku.
Sesampainya di rumah sakit aku hanya duduk menunggu dokter spesialis mata untuk memeriksaku, Nora yang melakukan registrasi, dan dalam penglihatan ku yang buram aku hanya dapat mendengar suara-suara orang yang sedang bercengkrama, ada yang sedang kesulitan karena tagihan rumah sakit, ada pula yang sedang menyuruh anaknya untuk diam dengan tidak membuat keributan, sedangkan seseorang di sebelahku sedang berbicara dengan orang tuanya melalu ponsel, dia ingin memeriksakan kesehatan orang tuanya tetapi seperti yang kudengar orang tuanya tidak mau lalu tiba-tiba aku berfikir apakah ini yang dirasakan orang yang tidak dapat melihat, seharusnya aku lebih dapat bersyukur saat aku dapat melihat, harusnya aku lebih sering melihat hal-hal yang indah daripada aku melakukan aktivitas yang tidak berguna, aku menyesali pemikiran itu tidak datang lebih awal dan kudengar ada pula yang sedang meratapi penyakit yang dideritanya sama sepertiku, tiba-tiba air mata lolos begitu saja mengalir di pipiku, aku hanya terisak dalam diam dan aku cepat-cepat menghapus air mataku dengan sapu tangan yang sedari tadi ku genggam.
"Cassia Audrey!" Panggilan perawat tiba-tiba kepadaku disaat aku merenungi nasibku, setelah mendengar panggilan perawat Nora cepat-cepat menuntunku ke arah ruang pemeriksaan.
"Silahkan masuk Nona Cassia Audrey", Kudengar suara dokter yang akan memeriksaku, dari suaranya Ia adalah laki-laki berumur sekitar 30 sampai 40 tahun. Dokter menyuruhku berbaring di ranjang pemeriksan, dokter lalu memeriksaku dan pemeriksaannya berlangsung sekitar satu jam lamanya yang akhirnya selesai juga.
"Bagaimana dokter keadaan nona saya?" tanya Nora pada sang dokter, Nora ingin mendengar jawaban dokter sesegera mungkin.
"Mata Nona Cassia mengalami kelainan langka dan ini bisa terjadi pada dua dari sepuluh orang di dunia, saya menganjurkan terapi dan tetap saya akan memberikan obat, tetapi karena ini adalah kelainan yang langka, saya harus mendiskusikannya dengan rekan-rekan sejawat saya yang lain, jadi saya harap anda bersabar Nona Cassia, saya akan memberikan anda jawaban yang lebih pasti secepatnya. Untuk saat ini saya hanya menganjurkan jangan memakai mata Anda terlalu sering dulu, pejamkanlah mata anda sebanyak-banyaknya dan tolong jangan berpergian kemanapun dahulu karena saya khawatir debu di udara pun dapat mempengaruhinya, semoga pernyataan saya yang sekarang dapat dipahami".
Aku hanya bisa mengangguk dan merasakan pukulan yang sangat hebat, bagaimana kalau papa mama tau, mereka akan sangat sedih.
Setelah keluar dari rumah sakit, aku tidak dapat berkata apapun dan tak terasa air mata mengalir deras di pipiku.
Apa yang harus kulakukan sekarang pikirku..
Sesampainya di lobi rumah sakit Pak Idin sudah menunggu kami dan dengan sigap membukakan pintu mobil untuk kami, sesampainya dirumah, Nora membawaku ke kamar dan menuntunku kembali ke ranjangku untuk duduk dan bersandar.
"Nona aku akan menyiapkan makanan, jadi makanlah karena anda tidak menyentuh sarapan anda sama sekali, saya tidak mau anda jatuh sakit, setidaknya anda harus sehat untuk bisa menjalankan terapi yang dokter sarankan pada anda". Setelah sedikit mengomel Nora bergegas turun untuk menyiapkan makananku dan aku hanya diam untuk menjawabnya.
Nora menyiapkan makanan untukku dan menyuapiku, lalu aku mulai berbicara dengannya.
"Nora sebenarnya aku sedang berhubungan dengan seorang laki-laki" aku tidak melanjutkan kata-kataku lagi, karena aku ingin melihat respon Nora.
Tapi respon Nora hanya datar, biasa saja, jadi setelah itu aku melanjutkan kata-kataku lagi.
"Nora maukah kau membantuku untuk menelepon Dion".
"Baiklah Nona", Jawaban Nora yang begitu dingin membuatku merasa tidak nyaman.
Lalu Nora mulai menelepon Dion dari ponselku, tapi beberapa kali tetap sama tidak ada jawaban.
"Tidak diangkat Nona"
"Sudah tidak perlu ditelepon lagi, mungkin dia sedang dijalan jadi tidak dapat mengangkat teleponku"
"Baiklah Nona"
Setelah itu Nora mengembalikan ponselku dan keluar dari kamarku setelah aku menghabiskan makananku.
Aku tidak dapat tidur hanya bolak balik saja dikasurku dan air mata ini terus mengalir di pipiku tanpa henti.
Papa mama kalian dimana, aku membutuhkan kalian, isakku..
Tiba-tiba ponselku bergetar, tapi aku tidak bisa melihat siapa yang meneleponku, saat aku berusaha mengangkatnya tapi panggilan itu sudah berhenti, aku makin menangis sejadi-jadinya.
Tiba-tiba Nora masuk dan memintaku untuk mandi karena ini sudah malam, aku tak menyadarinya karena keadaanku yang sekarang aku hanya dapat berbaring di ranjang.
Dengan enggan aku menuruti permintaan Nora, Nora sudah menyiapkan air hangat di bathtub jadi aku bisa berendam menenangkan diriku.
"Mandilah Nona daripada anda menangis"
"Tapi Nora kenapa aku?"
Nora diam-diam mengepalkan tangannya dan tak menjawab pertanyaaan Cassia
Cassia terus terisak dan akhirnya sedikit tenang setelah merendam badannya di air yang hangat.
Setelah berendam Nora mengeringkan badan Cassia dan memakaikan Cassia baju selayaknya anak yang masih kecil, lalu menuntun Cassia kembali ke ranjang.
"Nora dapatkah kau menghubungi orang tuaku? Tolong telepon mereka Nora, aku.. aku... sangat membutuhkan mereka"
"Baiklah Nona aku akan segera menghubungi Nyonya dan Tuan", jadi tidurlah"
Setelah itu Cassia memejamkan matanya dan kemudian Cassia tidur dengan lelap layaknya seseorang yang tidak pernah tidur beberapa hari.
Tetapi diluar sana ada suara perempuan yang terdengar senang dan berbicara "Apakah rencana kita berhasil?"