Quinn, seorang gadis berusia 26 tahun itu memiliki kehidupan yang sempurna. Namun, siapa yang menduga, dibalik kehidupan yang sempurna Quinn sangat terkurung. Sebab sebagai putri seorang mafia membuat Quinn tidak bisa hidup dengan bebas.
Quinn memang memiliki kehidupan yang sempurna. Akan tetapi, Quinn nyatanya sangat apes pada percintaannya. Sekalipun Quinn memiliki harta melimpah dan juga paras rupawan, nyatanya tak bisa membuat Quinn menemukan cinta sejatinya.
Sampai tanpa sengaja, Quinn bertemu dengan Dimitri. Seorang laki-laki berusia 30 tahun itu terus mengganggu Quinn.
Akankah Dimitri bisa meluluhkan hati wanita tangguh dan cerdas seperti Quinn? Lantas bagaimana respon Dimitri ketika dia tahu kalau Quinn adalah putri seorang mafia yang sangat disegani pada masanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sisca Nasty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22 Pria Baik?
"Apapun tujuannya, tapi yang jelas aku tahu kalau dia memiliki sisi baik. Sebenarnya waktu aku diculik itu aku juga heran. Biasanya orang yang diculik akan diikat dan diperlakukan buruk. Hanya saja kemarin aku malah tidur di kamar mewah dan mendapatkan pelayanan yang baik. Sudahlah. Lebih baik aku pergi." Quinn berjalan pergi meninggalkan tempat itu. Dia tidak mau terus menerus memikirkan Dimitri karena baginya itu sangat tidak penting.
Di pulau yang masih sangat berbeda jauh dengan kota ramai, Quinn memang kesepian. Tapi di sini Quinn bisa menikmati hidup. Walaupun Quinn terkadang rindu dengan tempat tinggalnya. Terlebih dengan keluarganya yang sangat Quinn sayangi. Namun, di kota dia terlalu menyibukkan diri sampai tidak pernah memiliki waktu untuk tenang. Di pulau ini, Quinn tidak harus memikirkan tentang perusahaan keluarga mereka. Dia juga tidak perlu ribut dengan Daddynya hanya karena masalah sepele.
Quinn menahan langkah kakinya sejenak. Tiba-tiba saja dia ingat dengan pengawal rahasia yang selama ini di kirim oleh Daddynya dan keberadaan mereka selalu saja diketahui oleh Quinn. Wanita itu tersenyum manis. "Saat ini Daddy dan Mommy pasti lagi bertengkar. Daddy bilang, ini sebabnya aku selalu mengirim pengawal untuk menjaganya! Daddy pasti menyalahkan Mommy karena Mommy selalu mendukungku."
"Quinn, kau darimana saja?" tanya Tante Su.
Quinn memutar tubuhnya dan memandang ke arah Tante Su. "Aku berjalan-jalan, Tante. Ngomong-ngomong, apa semua warga mendapatkan bantuan dari mereka? Sudah berapa lama Tante?" Quinn sangat penasaran. Sebab terlihat sekali kalau warga desa sangat menghargai laki-laki itu.
"Oh, mereka ya? Kalau berbicara tentang hal itu mereka memang yang menjamin kehidupan kami di sini. Seperti yang pernah Tante ceritakan padamu Quinn. Dulu tempat ini sangat terbelakang dan belum seperti ini. Karena itulah ada sekelompok orang bersenjata yang terkadang berniat untuk mencuri semua harta berharga kami. Tapi kedatangan mereka benar-benar suatu keajaiban. Karena semenjak saat itu hidup kami menjadi tenang, Quinn. Mereka tidak sering datang ke sini karena takut berhadapan langsung dengan Tuan Dimitri. Oh ya, ayo kita pulang. Tante sudah memasak sesuatu untukmu."
Quinn hanya mengangguk saja. Mereka berdua berjalan menuju ke rumah yang memang jaraknya tidak terlalu jauh.
"Quinn, kau dan Tuan Dimitri sama-sama berasal dari kota. Kenapa harus seperti ini? Bahkan memberi tahu namamu saja tidak boleh. Kau yakin akan menunggu sekelompok orang bersenjata itu? Apa tidak sebaiknya kau memikirkan masa depanmu dan pulang bersama Tuan Dimitri ke kota." Tante Su berusaha untuk mengingatkan Quinn lagi agar wanita itu tidak menyesal.
"Tante, ayo kita makan. Jangan bahas ini lagi ya." Quinn merangkul lengan Tante Su hingga membuat wanita paruh baya itu tidak bisa bicara apa-apa lagi. Mereka berdua duduk di meja makan.
"Quinn, Ini makanlah ikan goreng buatan Tante." Tante Su menyodorkan piring berisi ikan goreng.
Sebenarnya Quinn ingin tahu lebih lanjut tentang Dimitri. Namun, dia tahu kalau Tante Su tidak bisa menjawab rasa penasarannya itu. Quinn tidak mengerti kalau laki-laki sebaik itu berniat untuk menculik seorang wanita.
"Quinn! Makan yang benar! Jangan makan sambil melamun!" tegur Tante Su.
"Tante Su sudah makan?" tanya Quinn kaget. Dia tidak menemukan piring di depan Tante Su. Rasanya aneh kalau dirinya sudah makan tapi Tante Su yang memasak justru belum makan.
"Tante sudah makan Quinn. Maka dari itu kau jangan membuang waktu. Cepat selesaikan makan siangmu dan bantu Tante untuk menata sembako yang dibawakan oleh Tuan Dimitri." Tante Su meminta Quinn supaya segera menyelesaikan makan siangnya.
Mendengar pernyataan dari Tante Su membuat Quinn mengalihkan pandangan dari piring kepada Tante Su yang hilir mudik. Rupanya Tante Su baru saja mendapatkan sembako seperti orang-orang tadi.
"Sembako sebanyak itu Tante Su?" Quinn lagi-lagi bertanya kepada Tante Su. Sembako itu memang terbilang lebih dari cukup.
Quinn berhenti dari aktivitas makan siangnya. Ia terkejut saat melihat ada banyak sembako di sana. Terutama beras yang didapat oleh Tante Su sebanyak dua karung.
"Apakah mereka datang secara rutin Tante Su?" Quinn tidak habis pikir. Sampai sejauh mana kebaikan laki-laki yang sudah dia tolak cintanya itu.
"Kenapa kau masih bertanya lagi? Cepat selesaikan makan siangmu Quinn! Dan bantu Tante segera!" Tante Su sudah kehilangan kesabarannya. Dia sudah menganggap Quinn seperti putrinya sendiri. Wajar saja dia sekarang Tante Su cerewet. Dan Quinn sendiri tidak pernah ambil hati. Dia juga sudah sangat menyayangi Tante Su.
"Oke, Tante."
Quinn segera menghabiskan makan siangnya itu. Begitu selesai menghabiskan makan siangnya, Quinn mencuci peralatan bekas makan siangnya. Setelah itu ia membantu Tante Su menata sembako yang diberikan oleh Dimitri itu.
"Akhirnya selesai juga, Quinn. Terima kasih sudah membantuku. Beres juga. Dengan begini kita bisa hidup lebih lama." Tante Su terlihat senang. Dilihat dari senyuman di wajahnya, Quinn tahu bahwa kondisi ini memang sudah berlangsung lama.
Quinn terus menatap tajam ke arah Tante Su yang sangat senang dengan adanya sembako itu. Sebab, rak-rak yang tadinya kosong itu sudah terisi. Walaupun kami menggunakan kayu bakar untuk memasak, tapi kami membutuhkan beras untuk makan.
"Tapi perasaanku tidak enak. Aku juga tidak nyaman dengan kedatangannya. Kenapa? Bukankah dia orang yang baik? Atau ada yang disembunyikannya? Semoga saja ini hanya perasaanku." Quinn membatin resah.