Menikah bukanlah target seorang Loralei Nyx dalam waktu dekat. Tapi, pada kenyataannya, dia harus berakhir menjadi seorang istri juga.
Menyandang status sebagai pendamping CEO dari keluarga Dominique yang tersohor adalah impian banyak wanita. Namun, tidak bagi Loralei yang membenci suaminya sendiri, tak lain adalah bosnya.
Agathias Gemala Dominique. Pria galak yang selalu membuat hidup Loralei tidak tenang satu detik saja. Tiba-tiba memaksa untuk menikah dengannya tanpa memberikan pilihan, pertanda harus mau menjadi mempelai wanita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22
“Pulang bersamaku, untuk apa naik taksi sementara di sini ada suamimu yang arah tujuannya sama.” Agathias menggandeng tangan Loralei, lebih tepat dikatakan memaksa karena wanita itu tidak membalas mengaitkan jemari.
Padahal, Agathias hanya memberhentikan taksi dan memberikan uang bensin asal mau putar balik. Itu dilakukan agar istrinya tidak pergi naik kendaraan umum. Tidak ada yang salah seharusnya karena dia adalah suami Loralei. Tapi, di mata wanita itu, apa pun yang dilakukan oleh Agathias adalah bentuk sebuah penindasan, penjajahan, dan memantik rasa kesal. Nampaknya rasa benci Loralei membuat ia sulit untuk melihat maksud baik suami.
“Aku bisa jalan sendiri.” Loralei menarik tangan. Masih sebal setelah kehilangan sepuluh ribu euro.
Agathias membiarkan istrinya jalan mendahului. Kepalanya bergeleng pelan melihat tingkah Loralei yang masih saja tidak bisa menerima dirinya sebagai suami.
Loralei berhenti tepat di samping mobil suaminya. Menatap dengan bibir cemberut dan menelengkan kepala sebagai pertanda supaya Agathias cepat menekan remot.
Agathias yang paham pun lekas mengeluarkan kunci sebelum istrinya semakin terlihat menggemaskan ketika merajuk. “Iya.” Dan setelah itu terdengar bunyi mobil diiringi dua lampu sein menyala.
Loralei membuka pintu sendiri dan masuk begitu saja. Malas romantis-romantisan dengan Agathias atau manja pada pria itu. Lebih baik melakukan sendiri, memakai seatbelt juga mandiri. Sudah begitu, tatapan mata pun dialihkan pada jendela.
Pria itu menempatkan diri di balik kursi kemudi dan melajukan pelan. Sembari beberapa kali melirik Loralei yang mengunci mulut.
“Kenapa jadi kau yang marah?” Agathias memegang lengan istrinya, meminta wanita itu menatapnya.
Tapi, Loralei justru menepis. “Aku bukan marah, tapi kesal. Sepuluh ribu euro melayang begitu saja karena sepupumu,” adunya.
“Ya itu salahmu sendiri, kau tidak selektif dan terlalu berambisi untuk mengakhiri pernikahan ini. Memangnya seburuk itu aku di matamu?”
Loralei menatap Agathias supaya pria itu sadar diri. “Ya, sangat. Bahkan aku membencimu.” Dia kembali memalingkan pandangan karena sorot datar suaminya seakan menusuk indera penglihatannya.
Agathias menghela napas kasar. Lumayan sakit juga dibenci oleh istri sendiri padahal ia merasa tidak melakukan kesalahan. Bukankah seharusnya dirinya yang benci? Loralei sengaja membawa pria bayaran dan sepupunya pula, terang-terangan mencari seribu macam cara untuk bercerai dengannya, padahal baru menikah dalam hitungan hari. Tapi apa? Dia tidak marah sedikit pun.
“Sebutkan, apa yang membuatmu benci padaku?” Agathias memijak pedal rem hingga kendaraan roda empat itu berhenti. Dia memaksa Loralei untuk fokus padanya ketika berbicara empat mata.
“Karena Anda selalu menindas saya, Tuan galak dan otoriter.” Loralei sengaja menekan disetiap katanya supaya Agathias sadar diri.
“Sebutkan penindasan seperti apa yang sudah ku lakukan sampai membuatmu sebenci itu?” Agathias semakin penasaran. Sebab, ia merasa bahwa segala yang dilakukan pada Loralei tidak pernah melukai wanita itu dalam segi fisik, ya mungkin jika membuat sebal memang diakui karena dia senang menyaksikan wajah sekretarisnya ketika cemberut, kesal, dan kebingungan.
“Terlalu banyak, Tuan. Bahkan jariku pun kalau digunakan untuk menghitung pasti tak akan cukup.” Loralei menunjuk lampu rambu lalu lintas sebagai pertanda bahwa sudah hijau.
Agathias pun melepaskan tangan dari lengan Loralei dan mengemudi kembali. “Katakan saja salah satunya.”
“Seperti tadi, secara sengaja memberhentikan taksi supaya aku tidak bisa melakukan hal yang ku inginkan.”
“Jadi, bagimu itu penindasan?”
“Ya!”
Agathias bergeleng kepala sembari melirik wajah Loralei yang masih saja ditekuk sampai sekarang. “Sepertinya ada yang salah dengan otakmu.” Dia menepuk pelan puncak kepala istrinya.
panggil aja cloo
penulisan rapi
alur jelas
kocak abis...