Jangan Rubah Takdirku !

Hari yang begitu ditakutkan Diana akhirnya terjadi, dimana dia harus menikah dengan Ansel. Laki-laki yang selalu saja menghina karena profesi nya dulu.

Berkali-kali Diana menghela nafas agar mengurangi rasa sesak di dada. Menjadi suatu impian setiap gadis adalah menikah. Tetapi, bukan ini impian yang diinginkan Diana. Dia ingin menikah dengan orang yang dicintai dan juga mencintai nya. Bukan nya menikah dengan orang yang begitu membenci nya.

Entah apa yang membuat Ansel selalu mengatainya dengan kata-kata pedas jika pada akhirnya di menjadikan Ansel istri. Saat ini Diana masih diam di kamar yang entah ini kamar milik siapa. Setelah dia selesai didandani, Diana benar-benar di ruangan seorang diri.

Kenapa nasibnya selalu saja buruk? Entah apa yang menyebabkan Diana mengalami kesialan bertubi-tubi, tetapi tak seharusnya dia mengalami kesulitan seperti ini.

Bagai burung di kurung dalam sangkar, itu lah gambaran kehidupan Diana setelah menikah dengan Ansel. Dia sudah mendapatkan gambaran bagaimana buruk kehidupan nya setelah menikah. Tetapi dia diam karena tak bisa menolak.

Sudahlah, yang penting jalani saja. Perkara besok, lebih baik pikir besok. Diana tak akan memikirkan lagi nasib nya besok setelah menjadi istri Ansel. Pastinya dia akan terus terusan mendapat siksaan dari pria itu. Atau bahkan dia akan mendapat cambukan setiap kali dia melakukan kesalahan? Isshh ... ngeri sekali rasanya. Sudahlah, kenapa pikiran buruk ini selalu menghantui? Padahal Diana benar-benar sudah berusaha menepis semua pikiran-pikiran konyol setelah menikah dengan Ansel, tetapi tiap kali melihat Ansel yang begitu menyeramkan membuat nya selalu kepikiran.

Dia juga kepikiran bagaimana jadinya jika Ansel bercinta dengan banyak wanita di rumah yang jelas-jelas ada Diana. Lalu Diana akan di ejek oleh teman wanita nya karena tak bisa memuaskan Ansel?

Oh Tuhan ... itu pasti akan sangat menyiksa. Yah, meski pernikahan ini bukan lah pernikahan atas dasar cinta, tetapi seharusnya Ansel lebih menghormati ikatan pernikahan ini.

Walau bagaimanapun, janji pernikahan tidak lah main-main. Dia telah mengucapkan janji atas nama Tuhan yang artinya bukanlah sebuah permainan.

"Nona, mari ikut saya keluar." Seorang pengawal yang sedari kemarin terus menerus membuntuti Diana pergi kini datang menyuruh nya keluar. Apakah pernikahannya akan dimulai? Ah ... sudahlah! Diana tidak perduli.

Diana melangkahkan kaki dengan sedikit kesusahan karena bawahan kebaya yang dipakainya sangat lah ketat, belum lagi ukuran kebaya yang dikenakan Diana juga sangat ketat, membuat nya semakin susah bernafas.

Diana memang terlihat semakin cantik dengan kebaya putih itu yang begitu melekat ditubuh nya, apalagi belahan dada nya yang sangat terlihat semakin membuat nya bertambah se ksi.

Meksi wajah Diana hanya dirias natural, tetapi tak menghilangkan aura seorang pengantin. Diana benar-benar sempurna! Itu lah gambaran kecantikan wanita itu.

"Biar saya bantu." Leon yang melihat Diana kesusahan berjalan pun dengan sigap membantu. Sedangkan Diana tak bisa menolak karena memang tidak bisa berjalan tanpa dibantu.

"Terimakasih." Ucapnya lembut, sedikit memberi senyuman. Leon sungguh terpana dengan senyuman Diana. Wanita itu benar-benar cantik. Huh, sayang ... karena masa lalu nya yang buruk akibat nasib baik tak memihak nya, membuat nya menjadi wanita hina. Andai saja, Diana tergolong orang berada, mungkin pekerjaan keji tak mungkin menjadi pilihan nya.

Tapi semua itu hanya tinggal mengandai-andai, yang tentunya tak akan bisa dia ubah karena terlanjur dilakukan.

Setelah dia berada di ruang yang digunakan untuk acara pernikahan, mata Diana mengamati satu persatu orang hingga menemukan sosok calon suaminya yang sedang menatap nya begitu tajam seperti tatapan ingin membunuh. Diana sungguh tak mengerti apa lagi kesalahan nya hingga membuat Ansel se marah itu, tapi Diana tetap tak menemukan jawaban nya.

Hingga tanpa terasa tubuh nya sudah berada di dekat Ansel, laki-laki yang berstatus sebagai calon suami nya ini masih saja menatap nya.

Terdengar geraman keras dari Ansel dengan wajah memerah, hal itu semakin membuat Diana ketakutan namun masih saja berusaha bersikap tenang.

"Jauhkan tangan mu darinya!" Ansel menyentak tangan Leon yang memegangi pinggang nya. Hal itu membuat orang-orang di sana merasa takut dengan kemarahan Ansel, termasuk Diana.

"Maafkan saya, Tuan. Nona Diana tidak bisa berjalan, saya hanya berniat membantu." Sahutnya jujur. Meski dai sedikit takut, tapi berusaha untuk tetap tenang.

Ansel semakin menggeram kesal dengan jawaban Leon yang terkesan masuk akal. Tetapi dia juga tak bisa memaafkan begitu saja.

Lalu tatapan nya beralih pada Diana yang terlihat sangat cantik, apalagi pakaian yang terkesan s eksi benar-benar semakin memancing amarah Ansel. Ansel bergerak mendekati Diana, hal itu berhasil membuat Diana sedikit panik. Ya, hanya sedikit! karena Diana sudah berusaha terbiasa dengan sikap Ansel yang seperti ini.

"Hai, kamu. Dasar wanita murahan. Mau mau nya disentuh laki-laki selain diriku." Ansel menempelkan bibirnya di telinga Diana. Hal itu bukan nya membuat wanita itu takut, namun justru geli akibat hembusan nafas Ansel yang sengaja ditiupkan hingga mengenai wajah serta leher nya.

"Tuan, Nona. Bisakah kita memulai acara nya?" Sang penghulu melirik jam sekilas sembari mengatakan nya.

Ansel hanya mengangguk seraya menuntun Diana duduk di samping nya. Dengan hati-hati Ansel memposisikan Diana untuk duduk, sepertinya ukuran baju yang dikenakan Diana tidak sesuai. Wanita itu benar-benar kesusahan saat akan duduk karena kebaya yang dipakai nya terlalu ketat.

"Sepertinya kau berniat sekali ingin memamerkan tubuh jelek mu pada semua orang, sampai-sampai dada kecil mu saja tak tertutup sempurna."

Diana benar-benar melotot melihat kelakuan Ansel. Wanita itu sangat malu saat melihat apa yang dilakukan bayi besar ini. Sungguh, ini benar-benar menghancurkan reputasinya.

Ansel benar-benar keterlaluan! Lagian dia memakai baju ini juga karena perintah nya, lalu kenapa tiba-tiba dia menutup bagian depan nya menggunakan jas nya?

Sungguh ini benar-benar memalukan! Semua orang bahkan kini menatap kearah diri nya, astaga ...

Ya ..

walaupun orang-orang yang ada disini tidak lebih dari sepuluh orang, tapi tetap saja dia malu. Ck, Ansel benar-benar membuat nya ingin menjerit saat ini juga. Sayangnya hal itu hanya keinginan Diana karena tak mungkin berani melakukan itu.

Setelah selesai memakaikan jas pada bagian depan tubuh Diana, Ansel tampak tersenyum bangga, lalu tatapan nya beralih pada seorang penghulu.

"Silahkan di mulai, pak." Ansel memerintahkan pada sang penghulu untuk memulai acara.

Dan penghulu itu pun mulai membacakan ijab setelah menjabat tangan Ansel, lalu dijawab Ansel dengan lantang.

Semua orang serentak menjawab 'sah' setelah penghulu bertanya pada seluruh saksi.

Hingga akhirnya semua orang mengucapkan Alhamdulillah, dilanjutkan dengan doa dari penghulu.

Entah Diana menyadari atau tidak, laki-laki yang berstatus sebagai suami nya ini meneteskan air mata saat mereka berdoa. Entah apa yang membuat nya menangis, hanya Ansel lah yang tahu.