Kisah menakjubkan tentang perpindahan Jiwa seorang Ratu Mafia ke dalam Tubuh seorang Gadis Cupu yang diabaikan dan direndahkan oleh keluarganya.
Gadis Cupu itu terus-menerus dianggap tidak berarti oleh keluarganya.
Namun semua hinaan dan pandangan meremehkan itu tak pernah mempu mematahkan semangat nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrinsesAna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Ara terbangun setelah satu jam tertidur sepulang sekolah.
Ia segera bangkit dan bersiap karena ada janji ke rumah Mommy Daisy.
Tanpa banyak basa-basi, Ara menyelesaikan persiapannya.
Ia mengenakan celana jeans berwarna aqua, kaos oversize putih, sepatu sport putih, dan sling bag kecil berwarna senada. Rambutnya diikat kuda dengan menyisakan sedikit helai di bagian depan agar terlihat lebih manis.
Sebuah ketukan di pintu terdengar. "Non, di bawah ada teman nungguin," ujar Bi Ina dari balik pintu kamar.
"Iya, Bi, Ara turun sebentar lagi!" jawab Ara sambil menyambar ponselnya.
Ara pun turun ke ruang tamu, di mana Gio sudah duduk menunggunya. Rumah terasa sepi karena anggota keluarga lain belum pulang.
Saat mendengar langkah kaki Ara menuruni tangga, Gio terpana melihat penampilannya yang begitu cantik.
"Udah puas liatin gue?" kata Ara dengan nada santai ketika sampai di depan Gio yang kelihatan masih canggung.
Gio tersentak sadar lalu mengusap tengkuknya, menahan rasa gugup. "Ehm... udah siap, kan kamu?" tanyanya.
"Kalau belum siap ya gue gak bakal nongol di depan lo," balas Ara sambil memutar bola mata, setengah malas.
"Udah aku bilang, panggilan lo-gue itu diganti jadi aku-kamu," jawab Gio sambil berdiri di depan Ara, membuat gadis itu mendadak terlihat sedikit salah tingkah.
"Ih, jadi pergi enggak nih?" sergah Ara sambil mendorong Gio pelan.
"Ya udah ayo, kayaknya Mommy juga udah nunggu deh," sahut Gio dengan senyum tipis.
Ara tidak mau kalah. "Dari mana kamu tahu? Eh—maksudku dari mana kamu tau? Kamu aja masih pakai seragam sekolah," ujarnya akhirnya mengikuti permintaan Gio untuk memanggilnya dengan sebutan lebih formal.
Mendengar itu, Gio tersenyum semakin lebar, terlihat senang melihat Ara mulai mengubah kebiasaannya.
Tadi mommy menelepon aku, yuk. ajak Gio sambil menggandeng tangan Ara keluar rumah.
Gio menaiki motornya, diikuti oleh Ara yang juga naik ke motor Gio.
Udah jalan. ucap Ara kepada Gio.
Pegangan, nanti kamu jatuh. ucap Gio sambil menarik tangan Ara dan melingkarkannya di pinggangnya. Ara melotot karena tindakan Gio, tetapi entah kenapa, Ara tidak bisa menolaknya. Gio pun tersenyum melihat Ara yang akhirnya tak menolak.
Gio melajukan motornya menuju rumahnya.
Gio berhenti di dekat taman yang tidak jauh dari kompleks rumahnya.
Kenapa? tanya Ara kepada Gio karena tiba-tiba berhenti.
Nggak apa-apa, kita jajan dulu sebelum pulang. ucap Gio.
Kamu mau kan jajan di sini? tanya Gio.
Mau banget, aku udah lama nggak jajan kayak gini. ucap Ara sambil turun dari motor.
Ya udah, yuk. ucap Gio sambil menggenggam tangan Ara. Ara hanya mengangguk mengikuti Gio.
Kamu mau beli apa? tanya Gio.
Hmm, aku mau cilok, telur gulung, siomay, sama gula kapas. Itu aja. ucap Ara seperti anak kecil menyebutkan pesanannya.
Gio terkekeh melihat betapa gemasnya Ara.
Mereka berjalan menuju penjual cilok.
Pak, ciloknya dua puluh ribu ya, Pak. ucap Gio memesan.
Siap, Mas, ditunggu ya. jawab si penjual.
Ini, Mas, pesanannya. ucap si bapak menyerahkan cilok kepada Gio.
Iya, Pak. Ini kembaliannya buat Bapak aja. ucap Gio sambil membayar dengan uang lima puluh ribu.
Makasih banyak, Mas. Semoga langgeng ya sama pacarnya, Mas. balas penjual tersebut ramah.
Amin, mari Pak. ucap Gio sambil kembali menggandeng tangan Ara.
Setelah semua pesanan selesai dibeli, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah mommy Gio.
Sesampainya di rumah, Gio menggandeng tangan Ara masuk ke dalam rumah sambil membawa jajan yang mereka beli.
Mommy, Gio pulang! teriak Gio memanggil ibunya. Ara sampai menutup telinganya mendengar teriakan itu.
Gio, ini rumah bukan hutan! Main teriak-teriak aja kamu! ucap Mommy Daisy sambil menjewer telinga Gio.
Aduh, aduh, sakit, Mom. Tega banget sih, itu loh ada Ara. Kan malu, Mom, ucap Gio sambil meringis kesakitan karena kena jeweran dari ibunya.
Daisy melirik ke arah yang ditunjukkan Gio. Di sana, Ara sedang duduk sambil tersenyum melihat kedekatan Gio dengan ibunya.
Aduh, ada Ara. Maaf ya, nak. Gio memang gitu kalau di rumah, ucap Daisy sambil melepaskan tangannya dari telinga Gio dan berjalan menghampiri Ara.
Gak apa-apa kok, Mom, jawab Ara sambil berdiri dan mencium tangan Daisy.
Kamu apa kabar, nak? tanya Daisy sambil duduk di dekat Ara.
Ara baik, kok. Mommy gimana? Ara balik bertanya.
Mommy juga baik. Ini kalian bawa apa sih? tanya Daisy melihat banyak bungkus jajanan di atas meja.
Tadi aku sama Ara jajan dulu di taman, Mom, jawab Gio sambil mengusap telinganya yang masih merah akibat jeweran ibunya.
Ya sudah. Ara mau minum apa? Biar Mommy bikinin, ucap Daisy lembut.
Terserah Mommy aja, jawab Ara dengan senyum kecil.
Ya sudah, tunggu sebentar ya. Mommy bikinin dulu. Dan kamu, Gio, jangan ganggu anak gadis Mommy, ucap Daisy sambil melotot ke arah Gio.
Iya, iya, Mom. Udah kayak anak tiri aja Gio jadinya, Mom, balas Gio dengan wajah cemberut.
Ara menahan senyumnya melihat tingkah Gio yang berbeda saat di dalam rumah dibandingkan ketika di luar.
Daisy tidak memedulikan protes Gio dan langsung melangkah ke dapur untuk menyiapkan minuman untuk Ara.
Nih, kamu makan sambil nunggu Mommy bikin minuman, ucap Gio sambil menyerahkan telur gulung ke tangan Ara lalu berpindah duduk di sebelahnya.
Iya, tapi kamu makan juga ya, jangan cuma aku aja, balas Ara sambil menerima telur gulung dari Gio.
Nyam, enak nih, cobain dulu deh, ucap Ara sambil menyuapi Gio dengan sepotong telur gulung.
Gio pun dengan senang hati menerima suapan dari Ara.
Iya enak. Nih kamu juga cobain cilok ini, enak banget soalnya, ujar Gio sambil menyuapi Ara dengan cilok yang ia pegang. Ara menerima suapan itu tanpa ragu.
Dari kejauhan, Daisy yang memperhatikan mereka tersenyum sendiri.
Akhirnya punya calon mantu cantik juga. Apalagi jago bela diri. Hehehe, gumam Daisy dalam hati sambil terkikik kecil. Ia lalu melanjutkan langkahnya menuju dapur.
Ini minum kamu, nak, ucap Daisy sambil menyerahkan segelas minuman ke tangan Ara.
Makasih ya, Mom. Sini deh duduk sama kita makan bareng, ajak Ara dengan ramah.
Daisy tersenyum lembut.
Kalian berdua aja dulu makannya. Mommy mau masak buat makan malam nanti. Kamu makan di sini ya nanti malam, oke? ucap Daisy sebelum pergi ke dapur untuk melanjutkan persiapannya.
Udah, biarin mommy aja. Ini kamu coba siomay-nya, enak juga, ujar Gio sambil kembali menyuapi Ara. Ara pun dengan senang hati menerima suapan dari Gio.
Setelah menghabiskan jajanan itu, Ara berniat membantu Daisy yang sedang memasak di dapur.
Ara kemudian diantar oleh Gio ke dapur, sementara Gio bilang ingin mandi dulu.
"Eh, Ara, kenapa ke sini, Nak?" tanya Daisy sambil terus mengaduk masakannya.
"Ara bosan, Mom, jadi mau di sini bantuin Mommy aja," jawab Ara.
"Ya udah, sini bantu adukin ini, Ra," ajak Daisy.
"Kamu sama mommy dulu ya. Aku mau ke kamar," kata Gio kepada Ara.
"Iya," sahut Ara yang sudah mulai membantu mengaduk masakan Daisy.
Gio pun bergegas pergi ke kamarnya.
"Ara, mommy boleh tanya sesuatu sama kamu?" ujar Daisy sambil memotong sayuran.
"Tanya apa, Mom?" tanya Ara penasaran.
"Kamu kenal Gio udah berapa lama, Nak?" tanya Daisy lagi. Ara memandang Daisy yang fokus memotong sayurannya.
"Ara kenal sama Gio baru aja, Mom. Soalnya sebelumnya kan Gio nggak satu sekolah sama Ara," jawab Ara sambil terus memperhatikan.
"Kenapa memangnya, Mom?" tanya Ara melihat Daisy yang kini berada di sebelahnya.
"Dulu Gio itu anti banget sama cewek. Sampai-sampai mommy mikir Gio nggak suka sama cewek. Kamu pasti tahu kan kalau di luar Gio kayak apa, beda banget kalau di rumah? Ara juga perempuan pertama yang dekat sama Gio," ucap Daisy sambil memasukkan sayuran ke dalam panci.
"Masak iya, Mom?" tanya Ara sambil menatap Daisy heran.
"Mommy serius. Kamu lihat aja deh nanti, bahkan deddy-nya Gio pasti kaget karena ini pertama kalinya Gio dekat dengan perempuan," ujar Daisy sembari mencubit pipi Ara pelan.
Ara pun tersenyum melihat Daisy yang tampak senang berbicara dengannya.
Setelah selesai memasak dan membantu Daisy, Ara tersenyum puas melihat hasil masakan yang dibuat bersama Mommy Gio.
Sambil membereskan dapur, Daisy berkata kepada Ara, "Ara, tolong panggil Gio ya. Kalau kamu gerah, mandi saja dulu. Mommy mau mandi sebentar, habis itu kita makan."
Ara mengangguk dengan patuh. Daisy pun menambahkan, "Kamar Gio itu yang pintunya ada stiker. Kamu pasti tahu." Ara hanya tersenyum kecil sebelum melangkah menuju kamar Gio.
Sesampainya di depan kamar Gio, Ara mengetuk pintu, tetapi tidak ada jawaban. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Ara memutuskan membuka pintunya. Namun ternyata, kamar itu kosong.
Pandangan Ara menyapu ruangan yang berwarna monokrom. Kamar Gio terlihat sangat rapi dengan deretan piala di atas meja, lengkap dengan foto keluarganya. Aroma parfum khas Gio samar-samar tercium ketika Ara masuk lebih dalam.
Ara kemudian mendekati meja dan tangannya mengambil salah satu figura foto masa kecil Gio. Senyumnya merekah melihat betapa lucunya Gio di foto itu. Dia tenggelam dalam rasa penasaran hingga suara berat mengejutkannya.
"Kamu ngapain, Ra?" tanya Gio, yang tiba-tiba muncul dari kamar mandi hanya mengenakan handuk di pinggang, rambutnya masih basah.
Ara berbalik kaget hingga terpaku saat melihat sosok Gio begitu memesona setelah mandi. "Glek," dia bahkan tanpa sadar menelan ludah. Gio, yang menyadari tatapan Ara, terkekeh sambil mendekatinya dan menggenggam tangannya.
"Baby," ujar Gio lembut dengan nada berkharisma, membuat Ara semakin salah tingkah dan melotot.
Ara buru-buru mengalihkan perhatian dan berkata tergagap, "A-anu... Mommy suruh aku panggil kamu ... katanya sebentar lagi mau makan malam." Wajahnya berusaha tetap tenang, meskipun matanya sesekali melirik tubuh segar Gio setelah mandi, lengkap dengan ABS yang mengintimidasi.
Gio tersenyum simpul sambil menjawab, "Aku baru selesai mandi. Kamu mandi saja dulu, pasti kepanasan setelah bantuin Mommy tadi."
"Tapi ... aku nggak bawa baju ganti, Gio," jawab Ara pelan sambil menunduk.
Gio cepat-cepat menenangkan dengan santai, "Tenang aja, nanti pakai baju aku aja. Mandi dulu sana." Tanpa banyak kata lagi, Ara segera berlari menuju kamar mandi di dalam kamar Gio.
Beberapa saat kemudian, Ara keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. Dia membuka pintu perlahan untuk memastikan apakah Gio masih berada di sana. Melihat ruangan sudah kosong, dia pun bergegas keluar kamar mandi.
Namun, persis pada saat itu, Gio masuk kembali setelah berganti pakaian. Tatapan mereka bertemu. "Glek," kali ini giliran Gio yang terdiam dan menelan ludah ketika melihat Ara hanya mengenakan handuk.
"Ihh, Gio! Keluar sana! Aku mau ganti baju!" seru Ara panik sambil melotot ke arah Gio.
Tersadar dari lamunannya, Gio buru-buru keluar dari kamar sambil berbisik pada dirinya sendiri, "Gila... bisa-bisa gue khilaf kalau kelamaan lihat Ara begitu!"
Setelah memastikan Gio sudah benar-benar pergi, Ara mulai mencari pakaian yang sekiranya cocok untuk dia pakai. Setelah cukup lama memilih, akhirnya dia memutuskan mengenakan hoodie hitam milik Gio yang panjangnya menutupi sebagian paha serta celana training yang sedikit kebesaran.
Ara melihat dirinya di cermin sebentar sambil tersenyum malu sebelum keluar kamar untuk bergabung makan malam bersama yang lain.
Ara segera turun ke bawah, di mana ternyata sudah ada ayahnya Gio.
"Sini, sayang, duduk di sebelah Gio atau Mommy?" tanya Daisy yang melihat kedatangan Ara. Ayah Gio pun turut memperhatikan Ara.
Ayahnya heran, siapa gadis itu? Sebab, menurutnya Gio tidak mungkin memiliki pacar.
Ara pun melangkah dan duduk di sebelah Gio.
"Siapa ini, Mom?" tanya ayah Gio yang bernama Baskara Smith.
"Ini calon menantu Mommy, Ded, pacarnya Gio," jawab Daisy dengan penuh semangat.
Ara tersenyum dan segera berdiri menyapa ayah Gio sambil menjulurkan tangan untuk bersalaman.
"Saya Ara, Om," ujar Ara sambil mencium tangan Baskara. Baskara sempat terkejut karena di zaman sekarang jarang ada anak muda yang paham sopan santun seperti itu.
"Panggil Deddy saja, seperti Gio memanggil. Nama Deddy Baskara," ujar Baskara dengan ramah.
"Iya, Ded," jawab Ara sambil kembali duduk di sebelah Gio.
Makan malam pun dimulai dengan penuh kehangatan. Malam itu, Gio merasa sangat bahagia karena orang tuanya tampaknya menyukai Ara.
Setelah makan malam selesai, Ara berpamitan untuk pulang diantar oleh Gio.
Awalnya Daisy meminta Ara untuk menginap, tetapi Ara menjelaskan bahwa ia harus sekolah keesokan harinya, sehingga akhirnya Daisy merelakannya.
"Ara pamit dulu ya, Mom, Ded," ujar Ara sambil mencium tangan Daisy dan Baskara.
"Iya deh, tapi kamu harus sering main ke rumah Mommy, ya," balas Daisy seraya mencium pipi Ara dengan lembut.
"Iya, Mom," jawab Ara dengan senyum lebar, merasa senang diperlakukan dengan baik oleh keluarga Gio.
"Gio, hati-hati antar Ara pulangnya ya. Jangan sampai ada apa-apa," pesan Baskara pada putranya.
"Siap, Ded," jawab Gio mantap.
Gio pun mengantar Ara pulang ke rumah dengan penuh perhatian. Entah kenapa, malam itu Ara merasa sangat bahagia.
Namun, dalam hatinya muncul pertanyaan—apakah ia benar-benar jatuh cinta pada Gio atau hanya merasa nyaman karena diterima dengan hangat oleh keluarganya?
#Sampai di sini dulu ya, guys!
Sampai jumpa!