NovelToon NovelToon
BAYANG MASA LALU KELUARGA

BAYANG MASA LALU KELUARGA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: biancacaca

Najla anerka ariyani arutama
Nama dia memang bukan nama terpanjang di dunia tapi nama dia terpanjang di keluarga dia
Memiliki 4 saudara laki laki kandung dan 3 saudara sepupu dan kalian tau mereka semua laki laki dan ya mereka sangat overprotektif akhh ingin sekali menukar merek semua

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biancacaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EKSTRA PART

Matahari pagi masuk lewat jendela kaca yang setengah terbuka.

Tidak ada suara ledakan.

Tidak ada langkah cepat.

Tidak ada darah atau hitungan waktu untuk kabur.

Yang ada…

“LENNN! NASI GUE MANA?!”

Arlen menghela napas di dapur, wajan masih di tangan.

“Jam 7 pagi lu sudah marah-marah. Gue selamat dari mafia buat apa kalau ujungnya diteriakin adik sendiri?”

“Prioritas, bang. Perut lapar lebih berbahaya dari mafia.”

Najla duduk di kursi makan, rambut masih acak, kaos gombrong, muka jutek tapi sudah lebih berwarna dari beberapa bulan lalu.

Arlen menaruh piring nasi goreng di depannya.

Ia sempat terpaku setengah detik—bukan karena dramatis, tapi karena garamnya kebanyakan.

Najla mengendus, lalu menatapnya.

“…ini strategi biar musuh kita mati hipertensi?”

Arlen duduk. “Doa dulu, baru kritik.”

Najla menengadahkan tangan.

“Ya Tuhan, semoga abang gue belajar masak. Amin.”

---

Hidup baru, kebiasaan lama

Najla sekarang sekolah lagi.

Arlen technically kerja serabutan… yang ujung-ujungnya lebih mirip mengawasi radius rumah, memakan es krim, dan pura-pura jadi manusia normal.

Mereka pindah kota, identitas baru, rumah baru, hidup baru.

Tapi insting tidak pernah benar-benar hilang.

Di rak sepatu masih ada pisau lipat kecil.

Di laci meja masih tersimpan satu peluru — yang mereka simpan bukan untuk dipakai, tapi untuk diingat bahwa mereka pernah nyaris kalah, dan tetap hidup.

---

Sepulang sekolah

Najla melempar tas, lalu mendarat di sofa seperti bintang laut.

“Abang.”

“Hmm.”

“Gue dikasih tugas cita-cita.”

“Oh?” Arlen bersandar di pintu, tangan disilang. “Terus?”

Najla diam sebentar.

Lalu jawabnya ringan, tapi maknanya berat:

“Gue mau jadi orang yang besoknya masih ada.”

Ruangan hening.

Arlen menatapnya lama, sebelum akhirnya mengangguk kecil.

“Cita-cita bagus. Lulus.”

Najla mendengus. “Kayak lu guru BK aja.”

---

Malam yang tenang (Agak)

Mereka makan mie instan di lantai ruang tengah. Televisi nyala, volumenya sedang, vibes-nya damai.

Tiba-tiba Najla nyeletuk:

“Len…”

“Apalagi.”

“Menurut lo, mama sama papa bangga nggak kita masih hidup?”

Pertanyaan itu jatuh lebih berat dari bom, tapi tanpa api.

Arlen mengaduk mie, lalu menjawab tanpa drama besar, tapi dengan keyakinan yang solid.

“Mereka bukan bangga karena kita menang perang, Naj. Mereka bangga karena kita masih punya alasan buat pulang.”

Najla menatap mangkuknya lama.

“Berarti tugas kita itu bukan bunuh musuh…”

Arlen menyambung:

“Tapi jangan kehilangan satu sama lain.”

Najla nyengir kecil.

“Najla 1 – Trauma 0, ya bang.”

Arlen ikut tersenyum kecil. “Jangan lupa cuci piring.”

“Anjir. Najla 1 – Kakak 999.”

---

Adegan terakhir

Lampu ruang tengah mulai redup.

Najla ketiduran di sofa, kepala nyender ke sandaran, sendok masih di tangan.

Arlen bangkit pelan, mengambil selimut, menutupkannya ke tubuh adiknya.

Tangannya berhenti dekat kepala Najla sesaat.

Selama bertahun-tahun ia hanya tahu cara bertahan hidup, bukan bagaimana menjalani hidup.

Dan untuk pertama kalinya…

Ia merasa sukses bukan karena musuhnya kalah.

Tapi karena rumahnya tetap berisi orang yang ia sayang.

Arlen berjalan ke jendela, menatap jalan lengang di luar.

Bukan lagi memindai ancaman.

Hanya menikmati tenangnya malam.

Lalu bergumam pelan:

“Aman.”

Bukan status misi.

Tapi status hidup.

Lampu padam.

Pagi yang terlalu ramah untuk sebuah keluarga mantan buronan

Suara bel berbunyi kencang tiga kali.

DING DONG DING DONG DING DO—

“SIAPA PENCET BEL KAYAK LAGI GEBRAK UTANG?!” teriak Arlen dari dapur.

Dari balik pintu terdengar suara riang:

“PAKET PERSAHABATAN GRATIS NIH, BUKA DONG!”

Najla langsung bangkit dari sofa.

“Mampus… Itu Kaelan.”

Begitu pintu dibuka, Kaelan masuk bawa kantong kresek hitam besar, sendal jepit beda warna, dan muka sumringah seperti menang undian.

“Selamat pagi keluarga broken home kesayangan!!”

Kenzi menyusul dari belakang, earphone nyantol sebelah, mata ngantuk separuh tapi mulut tetap pedes:

“Tolong jangan pagi-pagi, Kael. Gue baru tidur 3 jam setelah nge-reboot mental.”

Damar muncul paling belakang, rapi, tenang, membawa 2 cup kopi:

“Gue cuma ikut nebeng karena mereka berdua mau meledakkan rumah kalian.”

Najla menghitung kepala mereka. “Tunggu… kalian datang barengan jam 7 pagi… untuk?”

Kaelan mengangkat kresek dramatis:

“MASAK BARENG!!! 🍳🔥”

Dapur berubah jadi zona bencana level ringan

Arlen memijat kening. “Gue baru aja bersihin dapur.”

Kaelan tersenyum suci. “Tenang, bang. Kita kotorin dikit doang.”

7 menit kemudian:

Dinding kena cipratan minyak

Lantai basah karena Kenzi “mau cuci sayur biar higienis”

Najla nyaris nyalain handuk karena dikira lap pan

Kaelan goreng sosis sampai meledak

Damar… malah motret prosesnya.

Arlen menatap kehancuran itu, lalu menyimpulkan:

“Kalian bukan temen… kalian musibah berkaki.”

---

Dialog Meja Makan (Yang jarang damai)

Akhirnya makanan jadi juga.

Rasanya… ya… edible.

Kenzi mengunyah, lalu refleks komentar:

“Garasinya masih sejajar dengan masa depan gue yang nggak jelas.”

Damar menyesap kopi. “At least masa depan lu ada. Bumbu ini rasa masa lalu yang belum selesai.”

Najla tertawa hampir tersedak. “Bang, ini beneran garamnya nggak gratis kah?”

Arlen menunjuk Kaelan. “Yang masak dia.”

Kaelan mengangkat tangan polos. “Gue cuman tambah dikit doang.”

“Setengah toples itu bukan dikit, Kael.” kata Kenzi datar.

Meski begitu… piring mereka tetap ludes.

Karena anehnya, makanan yang dimakan bareng, selalu lebih enak—bahkan saat rasanya mengancam umur

Percakapan yang tidak terduga

Setelah makan, mereka duduk selonjoran di ruang tengah.

Kaelan nyeletuk sambil menatap langit-langit:

“Kalian sadar nggak… dulu kita lari-lari biar selamat. Sekarang kita lari pagi cuma biar nggak disuruh olahraga.”

Kenzi terkekeh. “Pertumbuhan karakter yang luar biasa.”

Najla terdiam sebentar, lalu berkata lirih tapi jujur:

“Gue dulu pikir keluarga itu darah doang. Ternyata… bisa juga orang-orang yang nyempil sendiri, nggak diundang, tapi tetap tinggal.”

Semua terdiam.

Lalu Kaelan berdiri dramatis, menunjuk Najla:

“BRAVO! Pidato yang sangat wah! Gue terharu! Tangis gue selangkah lagi pecah—”

Arlen lempar kulit bawang. “Duduk.”

Momen tanpa letupan, hanya kelegaan

Sebelum pulang, Damar berhenti di pintu, menoleh:

“Kita semua pernah hampir mati sendirian. Ironisnya… kita hidup karena nggak sendirian.”

Kenzi mengangguk. “Jadi ya… terima kasih udah nggak mati duluan, anjing-anjing.”

Kaelan terharu. “Bahasamu penuh cinta, Zi.”

Najla nyengir. “Keluarga beneran nih.”

Arlen menutup pintu sambil bergumam:

“Iya. Keluarga rusak. Tapi keluarga.”

---

Epilog: pesan pendek di grup chat malam itu

Grup: Geng Minus Waras

Kaelan: Besok lari pagi ya?

Kenzi: Ogah.

Damar: Jam 5?

Najla: Bangunin gue kalau udah jam 12 siang.

Arlen: Yang telat, gue siram minyak goreng.

Seen 00.01

Tidak ada yang keluar dari grup.

Tidak ada yang pergi dari hidup satu sama lain.

...TAMAT.......

1
아미 😼💜
semangat update nya thor
Freyaaaa
🤩🤩🤩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!