NovelToon NovelToon
Object Of Desires

Object Of Desires

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Pengantin Pengganti / Romansa / Kaya Raya
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Elin Rhenore

Takdir kejam menuntutnya menjadi pengantin pengganti demi menebus sebuah kesalahan keluarga. Dan yang lebih menyakitkan, ia harus menikah dengan musuh bebuyutannya sendiri: Rendra Adiatmaharaja, pengacara ambisius yang berkali-kali menjadi lawannya di meja hijau. Terjebak dalam pernikahan yang tak pernah ia inginkan, Vanya dipaksa menyerahkan kebebasan yang selama ini ia perjuangkan. Bisakah ia menemukan jalan keluar dari sangkar emas Rendra? Ataukah kebencian yang tumbuh di antara mereka perlahan berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih berbahaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elin Rhenore, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Untold Story Of Rendra Adiatmaharaja

Nyalang mata Rendra Adiatmaharaja memandangi langit-langit kamarnya. Pikirannya melalang buana, berkecamuk dengan berbagai emosi yang bergolak. Kemarahan Vanya bisa ia terima, ia mengakui kesalahannya dengan menutupi kelakuannya.

Setelah pernikahan terjadi, ia langsung meminta Harun Murya untuk memutasi Vanya kembali ke Jakarta. Bukan tanpa alasan, ia mengetahui gadis itu memegang kasus sengketa tanah seorang warga bernama Balawa dengan perusahaan pengolah kelapa sawit.

Perusahaan pengolah kelapa sawit itu adalah perusahaan keluarga milik Grup Angkara, keluarga mereka merupakan keluarga konglomerat lama yang sudah memegang sektor industri minyak kelapa sawit sejak puluhan tahun yang lalu. Firma Rendra sudah bersusah payah bisa masuk menjadi bagian legal team perusahaan tersebut, bukan tanpa sebab, Widjaya—ayah Rendra—membutuhkan kekuatan keluarga Angkara untuk mendukungnya dalam bisnis maupun politik.

Rendra mengubah posisi duduknya, ia menurunkan kaki dari ranjang, duduk di pinggir ranjang dan menatap ke arah jendela besar yang menyajikan pemandangan malam kota Jakarta. Rendra tidak menyesal dengan pilihannya untuk membuat Vanya keluar dari kasus tersebut. Keluarga Angkara bukan keluarga biasa, reputasinya di kalangan para konglomerat sudah bukan rahasia lagi. Mereka biasa menghilangkan penghalang usaha mereka. Tentu Rendra tidak ingin hal buruk terjadi kepada Vanya.

Bukan hanya karena Vanya istrinya. Lebih dari itu, ada hal yang lebih mendalam. Rendra bangkit dari tempatnya, ia melangkah menuju ke sebuah pintu yang ada di ruangannya. Sebuah ruangan yang seharusnya diperuntukkan sebagai wardrobe tapi diubah oleh Rendra sebagai ruang kerja rahasianya.

Pada sisi dinding yang menghadap pada pintu masuk terdapat papan, di sana terdapat banyak sekali klipping kasus-kasus dari surat kabar, media, foto beberapa orang, bahkan ada foto masa kecil seseorang dan ada sebuah foto yang cukup menarik—foto Vanya—di samping foto seorang pria yang umurnya mungkin sekitar empat puluh tahunan. Rendra berjalan ke arah foto tersebut, pandangannya bergantian antara foto Vanya dan foto pria itu.

"Paman ...." Tangan Rendra terkepal di kedua sisi tubuhnya. Menahan emosi yang semenjak tadi sudah mengalir pada nadinya. "Aku tidak akan gagal," janjinya. Sama seperti dua belas tahun yang lalu. Tekadnya yang membara jelas terlihat dalam sorot matanya, di sana ada dendam yang tersirat, ada harapan yang terukir.

*

18 Tahun Lalu

Pukulan demi pukulan melayang pada tubuh yang saat ini sedang ditindih olehnya, membabi buta ia memukuli temannya setelah ia mendengar anak itu menghina mendiang ibunya yang meninggal karena bunuh diri.

Berminggu-minggu sudah ia menahan amarahnya karena hinaan dari seorang teman sekelasnya. Hingga amarahnya tak lagi terbendung setelah satu hinaan yang membuat akhirnya Rendra remaja naik pitam.

"Namanya juga gundik, ya pasti nggak jelaslah siapa bapaknya. Makanya bunuh diri."

Rendra akan menahan jika hanya dirinya yang dihina sebagai anak haram, tapi kali ini dia tidak terima karena ibunya ikut terseret. Amarahnya yang meluap itu membuatnya seketika bangkit dari kursi tempatnya duduk. Dia meraih kerah baju anak itu, meninjunya hingga jatuh tersungkur. Tak cukup dengan meninjunya, ia menginjaknya berkali-kali, Rendra tampak seperti kesetanan sampai tak ada yang berani melerainya. Ia pukuli anak itu sampai tak sadarkan diri dan berdarah-darah. Hingga seseorang dari salah satu temannya datang bersama wali kelas mereka dan memisahkan Rendra.

Rendra dibawa ke ruang BP, guru BK dan wali kelas menasehatinya yang berakhir meminta Rendra untuk memanggil orang tuanya ke sekolah. Wali kelas Rendra meminta nomor telepon wali Rendra karena tahu, anak itu sudah tidak lagi tinggal di tempat mendiang ibunya dan belum sempat bertemu dengan ayahnya. Dengan mudah Rendra memberikan nomor walinya kepada wali kelasnya.

Hari itu Rendra dihukum tak boleh keluar dari ruang BP sampai walinya datang, ia menunggu sampai jam dua siang hingga seseorang datang. Seorang pria berpakaian rapi, berstelan jas yang sangat pas di tubuhnya.

"Apa yang terjadi?" tanyanya pada Rendra, suaranya lembut tapi jelas kewibawaan tersurat di dalamnya. Pria itu melihat tangan Rendra yang terluka. "Kamu berkelahi?"

"Bapak Widjaya?" seseorang memanggil pria tersebut. Ia langsung menoleh dan mendapati guru kelas Rendra berdiri di dekatnya.

"Oh, Saya Abhimanyu, Bu. Saya pamannya Rendra. Saat ini ayahnya masih di luar negeri jadi saya yang menggantikannya menjaga Rendra untuk sementara waktu." Abhimanyu berdiri, memberi salam kepada wali kelas dengan senyum ramahnya yang tampak menawan.

"Oh begitu rupanya. Boleh saya bicara dengan, Pak Abhimanyu?"

"Tentu saja." Abhimanyu diarahkan ke ruang tertentu bersama wali kelas dan guru BP, sementara Rendra harus menunggu di luar ruangan tersebut. Entah apa yang dibicarakan di dalam sana, tapi Rendra yakin itu semua terkait dengan perkelahian yang dilakukannya.

Percakapan itu terjadi cukup lama, tapi akhirnya selesai juga. Abhimanyu mengajak Rendra untuk pulang sekolah bersama dengan dua sahabatnya yang lain, Miray dan Saga.

"Gimana, Yah? Apa kata gurunya tadi?" tanya Miray, mereka berada di dalam mobil melaju pulang ke rumah.

"Untuk sementara ini Rendra diskorsing, dua minggu. Dia harus pergi minta maaf ke anak itu—" belum sempat Abhimanyu menyelesaikan kalimatnya, Rendra sudah menyela.

"Aku tidak akan minta maaf, seharusnya dia yang meminta maaf kepada ibuku," geramnya menahan amarah. Melihat sahabatnya hampir meledak lagi, Saga menepuk-nepuk punggung Rendra dengan lembut.

"Udah, lo nggak perlu minta maaf. Dia yang salah duluan."

"Nanti paman yang urus semuanya, kalau kamu tidak mau minta maaf itu pun hak kamu. Setiap anak yang ada di posisi kamu akan melakukan hal yang sama."

Rendra tampak lebih tenang dari sebelumnya. Abhimanyu melihat anak lelaki itu dari spion tengah mobilnya, menghela nafasnya. Anak lelaki itu memang malang, saat bersama ibunya, hidupnya pas-pasan dan selalu menjadi olok-olok temannya karena ketiadaan sosok ayah. Kini saat ibunya sudah meninggal dan dia tinggal di tempat ayahnya pun masih tidak lepas dari ejekan teman-temannya.

"Tapi, Ren. Kok kamu kepikiran ngasih nomor ayahku sih?"

"Orang itu nggak akan peduli," jawabnya singkat. Sejenak ia melihat ke arah Abhimanyu. "Terima kasih, paman."

Abhimanyu kembali melihat anak itu dari spion tengah. "Kamu sudah seperti anak paman, tidak perlu sungkan," balasnya. "Dan ... kamu harus ingat, Rendra ... dunia ini memang tidak adil, pertama kamu harus terbiasa, kedua kamu harus ikuti permainan ketidakadilan ini dan menangkan permainannya, buat semuanya adil untuk dirimu sendiri dengan kepintaranmu. Jika ... hanya jika kamu sudah merasa sangat muak, kamu tidak perlu takut untuk menggunakan pukulanmu, paman yang akan urus sisanya."

"Ya, kamu tidak perlu takut. Ada aku dan Saga untuk siap ikut melawan."

"Kenapa aku juga, aku nggak mau berkelahi."

"Alah, kamu mah emang dasarnya cemen."

"Kamu, ya! Paman, lihat Miray!"

Abhimanyu tertawa senang melihat keriuhan di dalam mobilnya. Rendra yang semula murung pun sudah mulai tersenyum.

Namun ... kesenangan itu berakhir, senyum Rendra kembali redup setelah beberapa bulan kemudian ia mendengar sebuah berita di televisi.

[Breaking News! Seorang jaksa berinisial AM bersama istrinya meninggal dunia dalam kecelakaan tunggal di ruas tol kilometer 72 pada dini hari tadi. Mobil sedan yang ditumpangi korban menabrak pembatas jalan hingga ringsek parah, dan kedua korban tewas di lokasi kejadian. Polisi masih melakukan olah TKP serta penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan penyebab kecelakaan maut ini.]

Hujan badai diterjang oleh Rendra menggunakan sepedanya setelah melihat berita tersebut dan melihat plat nomor kendaraan tersebut. Tak peduli dengan cuaca dan peringatan orang-orang di rumah ayahnya, ia tetap pergi.

Berhenti di depan rumah Abhimanyu ia melihat begitu banyak orang berdatangan, ia melihat karangan bunga yang bertuliskan 'turut berduka cita' berjejer di sekitar rumah. Perasaannya campur aduk, jantungnya serasa berhenti berdetak, dadanya terasa begitu sesak seperti ada sesuatu yang menghimpitnya. Rendra tidak percaya jika berita itu benar makanya ia buru-buru pergi untuk memastikan, tapi melihat apa yang terjadi di rumah ini menunjukkan bahwa berita itu benar adanya.

Nafas Rendra semakin tercekat, ia membuang sepedanya sembarangan dan berlari memasuki pelataran rumah itu. Tepat sebelum ia masuk ke dalam rumah ada perasaan dejavu. Perasaan yang sama setelah kepergian sang ibu. Dalam kekalutannya, Rendra mendengar suara tangis, bukan tangis orang dewasa, lebih kepada tangis seorang anak kecil—meraung-raung—meminta ayahnya untuk bangun.

Dengan sisa kekuatan yang Rendra miliki, ia melangkah masuk ke dalam rumah sederhana itu. Di sanalah ia menyaksikan dengan kedua matanya ada jenazah yang sudah dikafani terbujur kaku. Melihat kenyataan yang sesungguhnya, dunia Rendra hancur untuk yang ke dua kalinya. Ia hampir saja luruh tapi melihat anak kecil yang menangis di samping jenazah ayahnya, ada perasaan ia harus menguatkan dirinya meski rasanya seperti remuk.

Selesai pemakaman, Rendra melihat bahwa gadis kecil itu enggan untuk kembali ke rumah. Bahkan mengais-ais tanah, menginginkan ayahnya kembali, tak ada yang bisa membujuk gadis kecil tersebut. Air mata Rendra menetes melihat gadis itu tak merelakan sang ayah, namun ia teringat akan kata-kata Abhimanyu, "dunia ini memang tidak adil, pertama kamu harus terbiasa, kedua kamu harus ikuti permainan ketidakadilan ini dan menangkan permainannya, buat semuanya adil untuk dirimu sendiri dengan kepintaranmu."

Rendra bergerak mendekat ke arah pusara yang belum kering, ia menggendong gadis kecil itu. Tak peduli meski gadis itu meronta-ronta, bahkan memukulinya, menggigit bahunya, Rendra tak akan membiarkan duka terus menyelimuti gadis kecil itu.

"Aku mau turun! Aku mau ayah! Aku mau ikut ayah! Aku mau ikut ayah! Huu-huu-huu."

Rendra tahu tidak ada yang bisa menggantikan peran Abhimanyu di kehidupan gadis kecil itu. Tapi itu-lah kenyataannya. Abhimanyu sudah meninggal dunia dalam kecelakaan maut itu dan tak ada yang bisa mengembalikan nyawanya. Meski berat, gadis kecil itu pun harus menerimanya, mau tidak mau.

Setelah lewat beberapa hari kemudian, sebuah fakta mencengangkan tak sengaja didapati oleh Rendra. Waktu itu ia baru saja pulang dari sekolahnya, ia melewati ruang kerja Widjaya. Tak seperti biasanya, pintu ruangan itu sedikit terbuka. Awalnya Rendra tak acuh, namun saat mendengar nama yang tak asing di telinganya, langkahnya terhenti.

"Aku tidak perlu mengotori tanganku sendiri untuk menyingkirkan jaksa itu, pria bodoh itu sudah melakukannya untukku."

"Benar, Tuan."

"Sekarang, fokus pada rencana awal kita. Aku tidak ingin jalanku masuk ke dalam dunia politik terganggu lagi."

Meski tidak tahu dengan pasti namun ada satu hal yang jelas bagi Rendra, kematian Abhimanyu bukan karena kecelakaan biasa. Ada dalang yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi, ada seseorang yang menyebabkan dua gadis yang masih membutuhkan sosok ayahnya kini harus kehilangan.

Jiwa muda yang masih bergejolak itu mendorong Rendra untuk meninggalkan rumahnya lagi, pergi menuju ke pusara Abhimanyu. Di sana, Rendra duduk di samping tanah yang masih memerah dengan bunga di atasnya. "Paman, aku berjanji akan menemukan dalang kematian paman. Aku akan membalasnya. Paman tenang saja, aku akan menjaga Miray dan Vanya. Terutama Vanya, dia ...." Rendra teringat saat Vanya menggigit bahunya, bahkan nyerinya masih terasa.

"Dia terlalu nakal untuk dibiarkan begitu saja. Aku akan menjaganya."

**

Rendra sudah siap untuk berangkat kerja pagi itu, ia keluar dari kamarnya. Tepat saat itu Vanya juga keluar dari kamarnya. Rendra terhenti sejenak begitu pula dengan Vanya, keduanya saling melempar tatap, hanya beberapa detik saja, Vanya langsung memalingkan wajahnya. Namun, Rendra tak bisa mengalihkan pandangannya dari perempuan yang sedang memakai setelan berwarna latte dengan kemeja burgundy di bagian dalam yang terlihat begitu cantik di badan Vanya.

Siapa yang sangka jika gadis kecil yang dulu pernah menggigit bahunya kini tumbuh menjadi sosok perempuan dewasa yang menawan. Tapi sifat melawannya tak pernah berubah. Itu lebih baik, karena dunia ini kejam untuk manusia-manusia penurut.

"Selamat pagi." Rendra berusaha untuk memecah keheningan yang ada di antara mereka. Tapi perempuan itu tak memberi balasan. Vanya melangkah dalam diam, tak lagi melihat ke arah Rendra.

"Biar saya antar kamu ke kantor."

"Tidak perlu," balas Vanya dengan singkat.

"Anantari, apa kamu masih marah dengan saya."

Vanya yang baru saja mengambil sepatu heelsnya itu berhenti. Ia memandangi Rendra yang berdiri tak jauh darinya, mengamati pria itu dan mendapati ada lingkaran hitam di sekitar matanya. Apakah pria itu lagi-lagi mimpi buruk dan tidak bisa tidur dengan nyenyak?

Hanya sekejap kekhawatiran itu merayap pada pikiran Vanya, buru-buru ia enyahkan sembari menggelengkan kepalanya samar. Ia tidak ingin lagi larut pada perasaannya yang mungkin hanya bertepuk sebelah tangan.

"Aku pikir Mas Rendra jauh lebih cerdas dariku, harusnya bisa berpikir." Kata-kata itu terucap tajam seperti runcingnya bambu dan langsung menohok ke arah yang sangat tepat.

"Saya tidak akan minta maaf atas tindakan saya, kamu boleh marah tapi jangan diamkan saya."

Vanya terkekeh mendengar jawaban Rendra, bagaimana bisa ada seseorang yang tidak merasa bersalah sama sekali atas apa yang diperbuatnya? Vanya merasa benar-benar telah salah menilai Rendra. Pikirnya, Rendra tidak akan pernah melakukan hal serendah itu hanya demi sebuah kasus, nyatanya ... sungguh di luar dugaan Vanya. Pria yang telah berstatus sebagai suaminya itu malah menusuknya dari belakang. Sungguh ironi yang sangat kejam.

"Ini diriku, sikapku, Mas Rendra tidak perlu ikut campur dalam tindakanku. Toh, bukankah Mas Rendra juga melakukan hal yang sama?"

"Jangan buat semuanya menjadi sulit."

"Bukankah Mas Rendra suka dengan tantangan?"

"Anantari."

"Aku pamit berangkat kerja." Vanya berbalik setelah mengenakan heelsnya, membuka pintu dan pergi meninggalkan Rendra, tidak ingin lebih lama berada dalam satu ruangan dengan seseorang yang telah menghianatinya. 

...-Bersambung-...

...OBJECT OF DESIRES | 2025...

1
👣Sandaria🦋
wah pasti kasusnya seheboh kasus Jessica Kumalawongso. live lho🤔😅
Elin Rhenore: terima kasih
total 1 replies
👣Sandaria🦋
baca satu bab, Kakak. asik nih cerita pengacara saling bakutikam di ruang sidang, kemudian saling bakugoyang di ranjang👍😆
Elin Rhenore: terima kasih kakak /Hey/
total 1 replies
d_midah
selain cantik, yang aku bayangin pipinya yang gemoy☺️☺️🤭
Tulisan_nic
sidangnya siaran langsung apa gimana Thor?
Elin Rhenore: sidangnya siaran langsung, karena sifatnya terbuka untuk umum.
total 1 replies
Tulisan_nic
Baca bab 1 udah keren banget,aku paling suka cerita lawyer² begini.Lanjut ah
Elin Rhenore: terima kasih yaaa, semoga sukaa
total 1 replies
Ayleen Davina
😍
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025
Hallo Kak. Semangat berkarya ya 🫶
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025: seru ceritanya 🫶
total 2 replies
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
"istri saya" kulanjutin dah😂
Mei Saroha
ayooo kakak othorr lanjutkaann... yukkk bisa yuukkk
Elin Rhenore: sabar yaaaa hehehehe
total 1 replies
Mei Saroha
rendra bertekad untuk lindungi Vanya..
Mei Saroha
alurnya keren thorr
semangat nulisnyaa yaaaa
Mei Saroha
hareudangg euyyy
Mei Saroha
morning wood itu apa kak 😃😀😁
Mei Saroha
apakah keluarga rendra membunuh orangtua Vanya?
Siti Nina
Lanjut thor jgn di gantung cerita nya
Siti Nina
Nah lho perang akan segera di mulai
Siti Nina
Oke ceritanya 👍👍👍
Siti Nina
Meleleh gak tuh mendengar ucapan Renrda manis banget
Mei Saroha
wahh.. ini masuk KDRT bukan sih
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!