Celine si anak yang tampak selalu ceria dan selalu tersenyum pada orang-orang di sekelilingnya, siapa sangka akan menyimpan banyak luka?
apakah dia akan dicintai selayaknya dia mencintai orang lain? atau dia hanya terus sendirian di sana?
selalu di salahkan atas kematian ibunya oleh ayahnya sendiri, membuat hatinya perlahan berubah dan tak bisa menatap orang sekitarnya dengan sama lagi.
ikuti cerita nya yuk, supaya tahu kelanjutan ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kenangan lagi...
Perlahan mobil melaju keluar dari halaman rumah menuju jalan raya. Dia masih melirik gadis kecil itu lewat kaca, diam dan lemah seperti tak berdaya.
"Valora...kemana?" tanya Damian untuk memecahkan keheningan diantara mereka.
Celine pun akhirnya melihat kearahnya, tapi masih dengan tatapan yang menyedihkan. "Celine tidak tahu, pa." jawabnya dengan pelan.
Damian hanya mengangguk. "kamu memanggilnya tadi?."
Dan kali ini Celine yang mengangguk, mengiyakan apa yang dia ucapkan. "Celine sudah panggil, tapi tidak ada dijawab oleh mama Valora." suaranya pelan tak berdaya karena sakitnya.
Celine pun kembali mengingat bagaimana dulu mama nya akan ada disana ketika dia sedang sakit. Menyemangati nya agar cepat sembuh, menyuapi nya makan, dan bahkan menemani nya tidur sampai dia bisa bergerak kembali.
Tapi itu semua hanyalah kenangan, tak ada lagi hal-hal seperti itu dimasa depan, atau mungkin bisa saja tapi hanya keajaiban kecil.
Waktu itu keluarga mereka pergi keluar untuk berlibur, menghabiskan waktu bersama penuh canda dan tawa.
Tapi hal yang tak diinginkan pun terjadi, saat itu Isabella yang merupakan istri Damian pergi ke seberang jalan untuk membelikan Celine minuman.
Dan ketika akan kembali hal itu pun terjadi, dari arah lain mobil truk dengan kencang menabrak Isabella yang menyebabkan kematian dirinya.
Ketika dilarikan ke rumah sakit, nyawa nya sudah tak tertolong lagi. Dan mau tak mau mereka harus merelakan kepergian mamah nya tercinta.
Dan sejak saat itu pandangan Damian terhadap Celine berbeda, dia menganggap gadis kecil itu membawa kesialan bagi keluarga mereka.
"kalau kamu tidak meminta hal aneh itu mungkin istri ku masih ada di dunia ini!" bentaknya keras pada Celine ketika pemakaman Isabella.
Sementara Celine hanya bisa diam dan menangis, meratapi kepergian mamahnya sekaligus merasa sakit karena amarah papanya.
Michael berpikiran sama dengan papa mereka, dia menyalahkan Celine atas kematian mamahnya itu. "kau pengacau." dia melontarkan kata-kata seperti itu setiap kali Celine mendekat padanya.
Dan lagi-lagi Celine hanya bisa diam dan penuh dengan perasaan bersalah. Tak jarang dia menangis di kamarnya sendirian karena selalu dikucilkan.
Awalnya Felix bersikap demikian, menjauhi Celine karena rasa benci yang ada pada dirinya begitu besar pada gadis kecil itu.
Tapi dia mulai melihat ke arah Celine lagi, setiap dia melihat ketidakberdayaan anak itu, dia mulai kasihan padanya. Dan pada akhirnya dia memutuskan untuk membuang jauh-jauh ego nya dan menyayangi adiknya itu. Karena bagaimanapun itu bukanlah murni kesalahannya.
Tapi, pada akhirnya tetap sama, Damian papa mereka membencinya. Bahkan pernah mengatakan dia bukanlah anaknya lagi, sementara Michael bersikap kasar pada Celine ketika dia hendak mendekat padanya.
...*****...
"Jadi...anak saya sakit apa, dokter?" tanya Damian ketika mereka sudah sampai dirumah sakit dan menjalani pemeriksaan.
"Anak anda terkena demam biasa, tak perlu khawatir. Mungkin ini akibat kelelahan atau yang lainnya, kadang terjatuh bisa juga menyebabkan demam karena tubuh anak-anak belum bisa kebal terhadap virus-virus seperti itu. Apalagi, Celine ini anak yang sering dirumah, ya kan?" dokter itu menatap Celine dengan senyuman.
Dia dokter Clara, dokter yang selalu merawat Celine ketika sakit. Jadi, tak heran kalau mereka juga dekat.
"Begitu ya bu dokter. Terimakasih karena sudah memeriksa Celine."
"Tentu saja, sudah jadi pekerjaan saya untuk memeriksa anak anda pak." dia pun menyerahkan beberapa obat kepada Damian. "Ini obatnya dan harus dihabiskan, kalau tidak akan lama sembuhnya." dia menatap lagi ke arah Celine dengan senyuman hangat.
Celine mengangguk saat tatapan Clara menuju padanya. "Baik Bu dokter." suaranya tetap sama, pelan hampir tak terdengar.
Setelahnya mereka pun pergi dari rumah sakit. Kembali menuju ke rumah agar Celine bisa cepat beristirahat.
Di perjalanan tak ada yang berbeda, hanya keheningan yang memekakkan telinga, tak ada suara tak ada percakapan. Padahal dulunya mereka begitu dekat.
Damian hanya bisa meliriknya terus menerus lewat kaca spion tengah. Berharap anaknya itu bisa melihat ke arahnya sekali saja.
Tapi, nyatanya tak ada yang berbeda, tatapan Celine terus tertuju keluar. Melihat jalanan yang penuh dengan bangunan dan orang-orang yang memenuhi jalan.
Sampai akhirnya mereka sampai dirumah dengan selamat. ketika Celine turun dari mobil pun anak itu tak mengucapkan apa-apa. Langsung masuk dan naik menuju kamarnya.
Sementara Damian hanya bisa memperhatikan dan duduk di sofa ruang tamu, bingung harus melakukan apa. Dia hanya menatap obat yang dia letakkan diatas meja tepat di depannya.
Perasaan nya tak enak, sedikit menyesal karena menghukum anaknya begitu keras. Dia bersandar di sofa dan mengusap wajahnya dengan kasar.