NovelToon NovelToon
Istrimu, Tapi Tak Pernah Jadi Pilihanmu

Istrimu, Tapi Tak Pernah Jadi Pilihanmu

Status: sedang berlangsung
Genre:Aliansi Pernikahan / Pernikahan Kilat
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Yullia Widi

Aku pernah percaya bahwa cinta itu cukup.

Bahwa selama kita mencintai seseorang dengan sepenuh hati, ia akan tinggal. Bahwa kesetiaan akan dibalas dengan kesetiaan. Bahwa pengorbanan akan membuka jalan menuju kebahagiaan. Aku percaya, sampai kenyataan memaksaku membuka mata: tidak semua cinta menemukan jalannya, dan tidak semua istri benar-benar menjadi pilihan.

Namaku Nayla. Seorang istri di atas kertas. Di kehidupan nyata? Aku lebih sering merasa seperti tamu dalam rumahku sendiri. Aku memasak, mencuci, merapikan rumah, menyiapkan segala kebutuhan suamiku. Tapi tak sekalipun aku merasa dipandang sebagai seseorang yang ia banggakan. Tak pernah aku lihat binar di matanya ketika menatapku. Tidak seperti saat ia menatap layar ponselnya, tersenyum kecil, membalas pesan yang tak pernah kutahu isinya.

Aku dan Raka menikah karena keadaan. Aku menyukainya sejak lama, dan saat kami dipertemukan dalam sebuah kesempatan yang kelihatannya takdir, aku langsung mengiyakan tanpa banyak berpikir.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yullia Widi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 : Aku Tak Lagi Menoleh ke Belakang

Langit pagi itu kelabu. Bukan karena akan hujan, tapi karena hati Nayla sedang penuh, dan entah mengapa ia menikmati mendung yang tenang. Ia duduk di dekat jendela kamar kos barunya, menatap jalanan kecil di depan yang mulai dipenuhi aktivitas. Kopi hitam tanpa gula mengepul pelan di cangkir, aroma pahitnya menenangkan.

Sejak malam reuni itu, ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Bukan karena ia sudah sepenuhnya sembuh tidak, luka tidak sesederhana itu. Tapi Nayla merasa hatinya tak lagi dikuasai oleh bayang-bayang Arvan dan semua yang telah dilalui.

Ia tak lagi mengecek media sosial Arvan. Tak lagi penasaran apakah Laras dan Arvan memamerkan kebahagiaan semu mereka ke publik. Karena bagi Nayla, hal itu sudah tak penting.

Hari-hari Nayla kini dipenuhi hal baru. Ia mengajar les privat anak-anak SD di kompleks sebelah, bekerja paruh waktu di toko buku, dan malamnya menulis. Bukan tulisan galau seperti dulu, tapi cerita-cerita penyembuhan. Tentang perempuan yang akhirnya memilih dirinya sendiri. Tentang luka yang diajak berdamai, bukan dibenci.

Sore itu, Nayla pergi ke taman kota, membawa laptop dan buku catatan kecil. Angin Juli lembut menyentuh pipinya. Ia duduk di bangku kayu, membuka dokumen bertajuk: “Naskah Pertama – Aku Tidak Butuh Dipilih.”

Jari-jarinya menari di atas keyboard. Dan setiap kata yang terketik adalah bagian dari dirinya yang perlahan sembuh.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Satu pesan masuk.

“Nayla, bisa bicara sebentar?”

Arvan

Nayla menatap layar itu lama. Ada denyut kecil di dada, tapi tidak seperti dulu bukan luka yang membuka, melainkan rasa jengah. Ia menghela napas, lalu membalas singkat:

“Untuk apa?”

Pesan berikutnya masuk cepat.

“Aku cuma ingin tahu... kamu benar-benar baik-baik saja, kan? Aku kepikiran.”

Nayla menatap kosong ke depan. Dulu, ia akan langsung tersentuh oleh pesan seperti itu. Mengira ada harapan. Tapi kini ia tahu, itu bukan cinta. Hanya rasa bersalah yang terlambat.

Ia tak membalas. Sebaliknya, ia tutup ponselnya, kembali mengetik.

“Kadang, seseorang yang pernah kita cintai akan mencoba kembali. Bukan karena mereka ingin memperbaiki, tapi karena mereka tak tahan melihat kita baik-baik saja tanpa mereka.”

Ia senyum kecil. Ada pembebasan dalam diamnya.

Malamnya, Nayla bertemu dengan Nisa, sahabat lamanya. Mereka duduk di warung mie ayam dekat kampus, tempat favorit mereka dulu saat jadi mahasiswa.

“Aku lihat kamu makin kuat, Nay,” kata Nisa sambil menyeruput kuah.

“Aku nggak tahu ini kuat atau cuma... pasrah,” jawab Nayla sambil tertawa kecil.

“Pasrah itu awal dari penerimaan. Kamu udah jauh dari dulu. Dulu kamu kayak daun jatuh yang cuma ikut angin. Sekarang kamu tahu ke mana harus melangkah.”

Nayla menatap wajah sahabatnya. Mata Nisa tak berubah penuh pengertian dan kasih.

Malam itu mereka berbincang lama. Tentang masa depan. Tentang impian. Tentang kemungkinan mencintai lagi bukan orang, tapi hidup itu sendiri.

Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama, Nayla tidur nyenyak tanpa mimpi buruk.

Ia tahu perjalanan belum selesai. Tapi kini ia tak lagi berjalan sambil menoleh ke belakang. Karena di depan, ada hidup yang menunggu untuk benar-benar dijalani.

Minggu berikutnya, Nayla mengikuti pelatihan daring tentang literasi digital untuk UMKM. Ia duduk di kafe kecil yang tidak jauh dari tempat kos, dengan laptop dan headset di depan. Mata dan pikirannya fokus, tapi ada sebagian kecil hatinya yang masih terus belajar untuk tidak menengok ke masa lalu.

Di sesi pelatihan itu, Nayla mengenal seorang fasilitator muda bernama Reihan. Suaranya tenang, pembawaannya hangat. Bukan karena ia tampan atau memesona, tapi ada cara Reihan menyampaikan materi yang membuat Nayla merasa dihargai sebagai peserta. Ia tidak membayangkan apa-apa. Hanya merasa nyaman, dan itu sudah cukup.

Setelah sesi berakhir, Reihan mengirim pesan pribadi via grup:

“Mbak Nayla, tulisan reflektif yang tadi disampaikan di forum bagus sekali. Pernah nulis di blog atau media?”

Nayla sempat ragu membalas. Tapi akhirnya ia mengetik:

“Terima kasih. Pernah. Tapi lebih banyak ditulis untuk diri sendiri.”

“Sayang banget kalau disimpan sendiri. Dunia butuh tulisan yang jujur dan menyembuhkan kayak begitu.”

Nayla tersenyum kecil. Ia tak mengira, satu komentar bisa membuat dadanya terasa hangat seperti ini. Tapi ia juga tahu, bukan waktunya membuka pintu terlalu cepat. Ia masih menata reruntuhan di dalam.

Malamnya, Nayla duduk di balkon kos. Hujan turun pelan. Suara rintiknya seperti alunan musik pengantar tidur. Ia membuka buku jurnalnya yang sudah lusuh, menulis:

"Aku tidak ingin membenci siapa pun. Tidak juga Arvan, atau bahkan Laras. Mereka sudah menjalani pilihannya. Dan aku juga. Jalan ini bukan yang paling mudah, tapi aku tahu, aku sedang belajar untuk tidak menyesali hidupku sendiri."

Tiba-tiba ponselnya kembali bergetar. Arvan.

Nayla menatap nama itu beberapa detik. Kali ini bukan lewat pesan, tapi panggilan langsung. Ia tak langsung mengangkat. Dibiarkan berdering hingga mati.

Beberapa menit kemudian, pesan masuk.

“Maaf Nayla. Aku tahu aku banyak salah. Aku cuma… kangen ngobrol kayak dulu. Boleh kita ketemu?”

Kata “kangen” itu mengendap di benaknya. Tapi hanya sebentar. Nayla memejamkan mata, menarik napas dalam, dan kemudian menjawab:

“Aku bukan bagian dari hidupmu lagi, Van. Jangan cari aku kalau cuma ingin menenangkan egomu sendiri.”

Ia tak menunggu balasan. Tak perlu. Karena ia tak sedang ingin membuka luka lama demi kenyamanan seseorang yang pernah mengabaikannya.

Hari-hari berikutnya, Nayla mulai merancang blog pribadinya. Ia menamai blog itu: "Menepi Dalam Sunyi." Tempat di mana ia bisa menulis tanpa takut dihakimi. Tentang perempuan yang pernah dilukai, tapi memilih tidak menjadi korban selamanya.

Tulisan pertamanya:

“Jika kamu pernah menjadi pilihan kedua, bukan berarti kamu tidak layak jadi utama. Kamu hanya berada di tempat yang salah terlalu lama.”

Di akhir minggu, Nayla pergi ke perpustakaan daerah. Di sana, ia bertemu lagi dengan Reihan kebetulan yang mungkin memang ditata semesta. Mereka bertukar cerita, tertawa lepas, dan tak menyinggung masa lalu masing-masing.

Ketika pulang, Nayla memeluk dirinya sendiri. Bukan karena ada lelaki yang baru datang. Tapi karena untuk pertama kalinya, ia merasa cukup… hanya dengan menjadi dirinya sendiri.

1
Mamah dini
raka atau arvan
Mamah dini
mudah2an pilihanmu yg sekarang ada benarnya nay, jgn diam kalau GK di anggap
Mamah dini
mampir thor, kasian kmu nay , semoga kedepan nya kmu bisa bahagia sm orang yg benar2 mencintaimu menghargaimu dn melindungimu, semangat terus nay .
yuliaw widi: Aamiin, Makasih Mamah dini 🤍 sudah mampir dan ikut merasakan luka Nay.
yuliaw widi: Aamiin, Makasih Mamah dini 🤍 sudah mampir dan ikut merasakan luka Nay.
total 2 replies
Dâu tây
Baca ceritamu bikin nagih thor, update aja terus dong!
yuliaw widi: Terima kasih! Tenang, update-nya bakal lanjut terus kok 🤍
total 1 replies
Jennifer Impas
Wow, aku gak bisa berhenti baca sampai akhir !
yuliaw widi: Makasih! Senang banget ceritanya bikin kamu terus baca 😍
total 1 replies
mr.browniie
Menggetarkan
yuliaw widi: Terima kasih banyak, senang sekali bisa menyentuh hati pembaca 🖤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!