NovelToon NovelToon
SEKRETARIS INCARAN

SEKRETARIS INCARAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Selingkuh / Persahabatan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Noona Rara

Febi adalah gadis cerdas dan menawan, dengan tinggi semampai, kulit seputih susu dan aura yang memikat siapa pun yang melihatnya. Lahir dari keluarga sederhana, ayahnya hanya pegawai kecil di sebuah perusahaan dan ibunya ibu rumah tangga penuh kasih. Febi tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. Ia sangat dekat dengan adik perempuannya, Vania, siswi kelas 3 SMA yang dikenal blak-blakan namun sangat protektif terhadap keluarganya.
Setelah diterima bekerja sebagai staf pemasaran di perusahaan besar di Jakarta, hidup Febi tampak mulai berada di jalur yang cerah. Apalagi ia telah bertunangan dengan Roni, manajer muda dari perusahaan lain, yang telah bersamanya selama dua tahun. Roni jatuh hati pada kombinasi kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Febi. Sayangnya, cinta mereka tak mendapat restu dari Bu Wina, ibu Roni yang merasa keluarga Febi tidak sepadan secara status dan materi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noona Rara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RONI MENGAMUK DI RUMAH FEBI

17.15 WIB

Febimenerima pesan di ponselnya:

Dari Arkan:

“Kamu gak perlu khawatir lagi. Yang fitnah kamu… sudah ditahan.”

Febi menatap layar lama, lalu tersenyum kecil. Ada kelegaan. Ada luka yang perlahan mulai sembuh.

Ia tak tahu harus berkata apa. Tapi satu hal yang pasti untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa... dilindungi.

*

*

19.30 WIB – Kafe Kecil di Tengah Kota

Langit malam menggantung kelam, hanya diterangi lampu-lampu jalan yang berpendar redup. Di sebuah kafe bergaya vintage, Febi duduk di meja pojok dekat jendela, mengenakan sweater abu-abu dan jeans sederhana. Tangannya memegang cangkir teh hangat yang mulai kehilangan uap.

Arkan masuk perlahan, mengenakan kemeja biru gelap. Begitu melihat Febi, ia langsung berjalan ke arahnya tanpa banyak basa-basi.

“Sudah lama?” tanyanya pelan sambil duduk.

Febi mengangguk kecil. “Lima belas menit.”

Keheningan melingkupi keduanya. Hanya denting sendok dan musik jazz lembut dari pengeras suara menemani.

Arkan menatapnya. “Saya tahu kamu pasti bingung. Marah. Kecewa.”

Febi menghela napas pelan. “Pak Arkan tahu siapa yang sebar gosip itu. Dan bapak gak langsung cerita?”

“Saya mau pastiin dulu. Saya gak mau kasih kamu harapan palsu atau tuduhan tanpa dasar. Tapi sekarang, semuanya udah jelas. Pelakunya Bu Sekar, ibu mantan tunangan kamu.”

Febi diam. Ia menatap cangkir tehnya, seolah di dalamnya ada jawaban dari semua pertanyaannya.

“huufttt… jadi benar dugaan Vania kalau penyebar gosip itu Bu Sekar. Dia benar-benar benci banget sama saya.”

Arkan menatapnya dengan mata yang sendu. “Kamu tenang saja, dia sudah berada di kantor polisi. Orang tua itu tidak akan mengganggu kamu lagi.”

Febi mengerjap dan mengangguk.

“makasih pak. Sudah belain saya bahkan bersihin nama saya. Saya juga sudah tidak liat akun-akun gosip memberitakan kita. Semuanya benar-benar hilang.”

Arkan menyandarkan tubuh ke kursi. “Saya bakal lakuin apa saja untuk kamu Febi. Karena saya benar-benar serius dengan kamu. Saya mencintai kamu.”

Febi terdiam. Kata itu cinta terasa berat dan hangat sekaligus. Diucapkan tanpa ragu, tanpa tuntutan.

“Maaf tapi saya belum tahu bisa balas perasaan itu atau nggak pak…” Febi berkata pelan.

Arkan tersenyum. “Saya gak butuh kamu balas sekarang. Tapi kalau kamu mau mulai pelan-pelan... saya akan di sini.”

“terima kasih banyak.”

Mereka tertawa kecil bersama. Suasana perlahan menjadi ringan. Tak ada yang sempurna malam itu tapi ada yang jujur, yang tulus.

**

22.00 WIB – Di Depan Rumah Febi

Arkan mengantar Febi pulang. Di depan pagar, mereka berdiri berdua.

“Terima kasih sudah antar saya pulang pak,” ujar Febi pelan.

Arkan tersenyum. “Sama-sama sayang.”

“Pakkkkk…” Febi membulatkan mata.

“Latihan Febi… biar besok-besok bibir saya nggak kaku panggil kamu sayang.”

“terserah bapak.”

Febi melangkah ke pintu, tapi sebelum masuk, ia menoleh.

“Pak Arkan…”

“Ya?”

Febi menggenggam lengan sweaternya, menahan senyum malu. “Saya belum bisa bilang cinta. Tapi... saya gak mau bapak jauh.”

Arkan mengangguk dan tersenyum “Hmm…  Saya juga gak mau jauh dan nggak bisa jauh dari kamu..”

Dan malam pun menutup cerita mereka hari ini, bukan sebagai akhir, tapi sebagai awal sesuatu yang akhirnya terasa benar.

07.30 WIB – Rumah Keluarga Beni

Cahaya matahari pagi menyelinap hangat ke dalam rumah keluarga Febi. Aroma nasi goreng buatan Bu Anita memenuhi udara, berpadu dengan tawa kecil yang akhirnya terdengar lagi setelah sekian lama dihantui gosip keji. Meja makan terasa lebih ringan, seperti beban telah diangkat dari dada mereka.

“Rasanya enak banget kalau sarapan tanpa mikirin omongan orang.” ujarPak Beni, mengaduk kopinya sambil tersenyum.

“Iya, akhirnya bisa ngunyah tanpa pengen banting sendok.” timpal Vania riang, suaranya penuh semangat.

Bu Anita mengelus kepala putri bungsunya, lalu menatap Febi yang ikut tersenyum meski masih terlihat lelah.

“Kamu udah lebih tenang, Na?” tanya Bu Anita lembut.

Febi mengangguk. “Alhamdulillah, Bu. Rasanya kayak mimpi. Tapi... mimpi yang pelan-pelan jadi lega.”

Vania menambahkan dengan semangat, “Apalagi pas tahu si Bu Penyebar Fitnah ditahan. Ya ampun, rasanya pengen nyetel lagu dangdut terus joget di halaman!”

Mereka semua tertawa kecil. Suasana di meja makan akhirnya terasa seperti rumah lagi.

Namun kebahagiaan itu runtuh dalam sekejap.

DUAKK! DUAKK! DUAKK!

Suara pintu digedor keras dari luar. Lalu teriakan membahana memecah ketenangan pagi itu.

“FEBI!! KELUAR!! JANGAN SEMBUNYI DI DALAM RUMAH!!”

“FEBI!!!”

Semua refleks menoleh.

“Siapa itu ribut-ribut pagi-pagi?” Pak Beni berdiri dari kursinya.

Vania mengerutkan dahi. “Ada orang gila apa ya, teriak-teriak segitu pagi?”

Mereka keluar ke halaman. Di sana, berdiri Roni dan Raisa. Wajah keduanya penuh amarah. Roni menatap Febi tajam.

“Febi! Cabut laporanmu! Kamu gak tahu apa-apa soal Ibuku! Dia gak bersalah!” teriaknya.

Febi mengerutkan kening. “Roni, kamu datang ke rumah orang pagi-pagi, teriak-teriak dan menyuruh aku cabut laporan padahal bukti sudah jelas?”

“Bukti itu kamu rekayasa! Kamu fitnah Ibuku! Ibuku gak mungkin sekejam itu!” balas Roni dengan suara meninggi.

Raisa melangkah ke depan, ikut bersuara. “Kamu cuma mau balas dendam karena kamu ditinggal Roni kan? Sekarang kamu fitnah mantan calon mertuamu sendiri! Dasar perempuan penuh drama!”

Beberapa tetangga mulai keluar rumah, penasaran dengan keributan di depan rumah Febi.

Roni semakin memanas. “Kalau memang gak ada apa-apa antara kamu dan Pak Arkan, kenapa dia sampai repot-repot nyari bukti? Kalau kamu diam aja, gosip itu juga bakal reda sendiri!”

Febi mengangkat wajahnya, tak sudi lagi direndahkan.

“Karena aku gak mau jadi korban yang diam. Aku bukan boneka yang bisa diinjak dan dibuang seenaknya. Aku punya harga diri,Roni. Dan ibumu... sudah kelewatan. Dia bukan cuma menyebar gosip, tapi menyeret nama keluargaku ke lumpur.”

Raisa menyeringai sinis. “Iya, iya... harga diri. Atau jangan-jangan kamu cuma marah karena udah ketahuan jual tubuh buat naik jabatan?”

Seketika udara menegang. Tapi sebelum Febi membalas, Vania melangkah maju.

“Ngomong-ngomong soal jual tubuh... bukannya kamu yang dulu ngejar-ngejar Roni sampe rela ngajak Roni ke hotel tiap hari biar si Febi diputusin? Kamu pikir kita gak tahu?”

Raisa tersentak. Wajahnya memerah karena malu dan marah. “Jaga omonganmu!”

“Justru kamu yang dari tadi gak bisa jaga mulut!” sahut Vania tajam, tak kalah panas.

Pak Beni melangkah maju dengan suara berat, menengahi.

“Saya rasa cukup! Ini rumah kami. Kalau kalian hanya datang untuk memaki, kalian bisa pergi sekarang.”

Bu Anita menambahkan dengan tegas, “Kalau kalian gak pergi sekarang, kami akan hubungi polisi. Sudah cukup ibumu itu menghancurkan ketenangan keluarga kami.”

Roni menggertakkan gigi. Tatapannya menusuk ke arah Febi.

“Kamu akan menyesal, Febi. Kamu pikir menang hari ini? Kamu belum tahu siapa aku.”

Ia menarik tangan Raisa dan melangkah pergi, meninggalkan suasana yang mencekam di halaman rumah.

Febi menghela napas berat. Vania memegang pundaknya, menenangkan.

“Dasar keluarga sinting. Udah salah tapi ngeyel ck.”

1
Andriyani Lina
namanya juga suka Febu, ya gitu2 kelakuan bos kalau mau dekat2 sama karyawan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!