FABL : Rere Dan Ben Si Cowok Berengsek

"Cuma sedikit memar di pelipis dan bibir robek sedikit" demikian kata dokter jaga yang memeriksa Rere di klinik tersebut.

"Ini tulang kering sepertinya tidak patah, cuma sedikit retak saja… ringanlah, tapi kamu harus istirahat dan pakai gibs sampai kurang lebih satu minggu gimana? kok bisa jatuh sih? Kecelakaan di mana?" selidik dokter.

Dokter masih melihat lihat beberapa luka di tubuh Rere "Apa ada luka yang lain lagi?" tanya dokter lagi.

"Cuma jatuh dari tangga aja kok dok, saya kepeleset abis tangganya licin" Rere berbohong kepada dokter, rupanya dia dan Albie sepakat untuk tidak menceritakan kejadian sebenarnya. Ada nada lega di setiap kata-kata Rere, mengetahui bahwa dia tidak mengalami patah tulang. Bagaimana nantinya kalau tulangnya patah nanti…

Setelah menyelesaikan segala sesuatu di klinik, Albie mengantar Rere pulang ke rumahnya. Rere juga berencana untuk membohongi orangtuanya dengan cerita yang sama yang diceritakan ke dokter. Dan Albie pun langsung mengemudikan mobil Rere menuju ke rumah sang pemilik.

Rumah Rere terlihat sepi kedua orangtuanya belum pulang, kemarin katanya masih ada kerjaan satu hari lagi dan akan pulang keesokan harinya.

Pembantu yang bekerja di rumah nya kebetulan sedang pulang hari ini, kadang menginap kadang juga pulang.

Rumah megahnya berlantai tiga terlihat terang di sorot berbagai lampu yang menyinari seluruh ruangan.

Rere menghembuskan nafas nya kasar, dia menoleh ke arah Albie yang juga tengah menatap ke arahnya.

"Di rumah ga ada orang ya..?" Tanya Albie seperti tau akan isi hati Rere.

"Aku takut bie" Rere menundukkan kepalanya, jari jemari nya saling bertautan.

"Aku takut mereka bakal Dateng lagi" sambung Rere lagi.

Tidak ada yang tidak mungkin, bagaimana jika Ben dan ke tiga temannya datang dan memperkosanya lagi atau bagaimana jika mereka datang dan membawanya pergi.. Rere merasa takut, ingatan wajah bengis mereka kembali menghantui, sekeras apapun Rere mencoba melupakan bahkan hanya untuk sepersekian detik pun tidak bisa.

Apalagi wajah tampan Ben dan perkataan halusnya yang tidak sesuai dengan kelakuannya membuat sakit dan cidera di sekujur tubuhnya terasa merinding.

Senyuman licik Ben dan ketiga temannya sungguh membuat Rere takut tapi Rere lebih takut kepada Ben, karena hanya dia yang menghantam tubuhnya tanpa ampun.

"Gimana kalo mereka datang lagi bie" ucap Rere lagi merasa khawatir, tubuhnya rusak dan Rere benar-benar tidak sanggup jika harus bertemu mereka lagi, mengingat nya saja sudah membuat sekujur tubuhnya merinding.

"Mau aku temenin" jawaban Albie seolah olah adalah kata yang Rere inginkan, bahkan Rere sempat berfikir kenapa Albie tidak ingin menemani nya saja.. Setidaknya untuk malam ini karena di rumah nya tidak ada siapapun, kedua orangtuanya akan kembali esok.

Rere merogoh ponselnya yang pecah dan rusak itu, mamanya pasti khawatir karena Rere tidak mengabarinya.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, Rere belum ingin masuk ke rumah nya karena takut Ben akan datang dan memperkosanya lagi.

"Ayo aku temenin" Albie memegang pergelangan tangan Rere yang terasa begitu dingin.

Albie memapah Rere untuk berjalan masuk ke rumah nya, kamar Rere ada di lantai 3 untung saja di rumahnya ada lift jadi mereka tidak perlu repot untuk naik tangga lagi.

Albie menatap sekeliling rumah Rere yang begitu mewah, beberapa foto cantik Rere dan kedua orangtuanya menghiasi dinding.

Albie tidak ingat kapan terakhir dirinya berfoto keluarga, mungkin terakhir saat kelulusan SMP.

"Hati-hati bie kaki aku sakit" ucap Rere saat Albie hendak memangku nya untuk naik ke atas kasurnya.

"Kamu mau mandi dulu? Aku siapin air anget buat kamu?" Tanya Albie.

"Enggak bie, badan aku sakit perih.."Rintih Rere saat hendak menggeser kan posisi duduknya.

"Kamu mau makan?" tanya Albie lagi.

Rere menggeleng kan kepalanya "Aku mau tidur, aku capek" Rintihan Rere terasa menyayat hatinya.

Rere yang selalu terlihat ceria dan semangat.. Senyuman yang selalu menghiasi bibir cantik nya sekarang telah sirna.

Albie membaringkan tubuhnya di samping Rere, memeluk erat gadis pujaan hatinya.

Rere membenamkan wajahnya di dada Albie, mencari kehangatan setelah rasa dingin yang menggigil di sekujur tubuhnya, bukan dingin karena cuaca yang Rere rasakan.

Hening beberapa saat, tidak ada pembicaraan yang terdengar hanyalah helaan nafas berat dari keduanya.

"Sekali lagi makasih udah nolongin aku.. Aku gatau apa yang akan terjadi kalo kamu ga Dateng" Rere memulai pembicaraannya setelah hanya keheningan di antara keduanya.

Albie yang sudah memejamkan mata membuka perlahan matanya, mengelus halus punggung gadis di pelukannya dan mencium lembut pucuk kepalanya.

"Aku gatau siapa mereka, aku bahkan ga pernah jahat sama orang... Sebenarnya apa salah aku bie" Rere merenung kan dirinya, sejenak dia menyalakan dirinya sendiri.

Rere tidak menangis, hanya saja ada tekanan di dadanya yang membuat nya sakit saat mengucapkan sesuatu.

"Kenapa Ika bisa sejahat itu sama aku.. Dan kenapa Ika menyuruh mereka?"

Albie masih diam mendengar segala unek-unek yang mungkin mengganjal di dalam kepalanya, sejenak Albie pun berpikir.

Ada seseorang yang menurut Albie ada sangkut pautnya, bukankah itu terlihat jelas dari perkataan Ben yang mengucapkan bahwa mereka tidak boleh menyakiti dirinya dan mereka juga tidak boleh memperkosa Rere jika dia masih perawan?.

Albie masih tidak paham, apa yang orang itu berikan dan janjikan sampai-sampai berani bertindak sejauh ini, yang Albie yakin hanya satu bahwa Ben dan ketiga temannya itu bukanlah orang biasa.

Dari perawakan nya yang tinggi putih terurus dan wajah nya yang mix campuran dari negara lain Albie tidak tau yang jelas Ben dan ketiga temannya itu punya pengaruh yang luar biasa.

Tindakannya yang jauh dari kata normal dan nekat itu benar-benar membuat Albie penasaran, siapa mereka?.

Dari seragam sekolah nya terlihat lambang sekolah internasional, tapi Albie tidak terlalu yakin sekolah mana karna Albie tidak terlalu fokus memperhatikan mereka karena emosinya yang membara.

"Mending kamu tidur Re, nanti aku bakal cari tau siapa mereka dan siapa yang menyuruh mereka melakukan itu sama kamu" Albie menenangkan Rere.

Di lihat dari sudut matanya Rere mulai memejamkan matanya... Wajah cantik yang di penuhi dengan luka itu sungguh membuat darah Albie berdesir hebat jika mengingat kejadian tadi.

Untuk saat ini Albie hanya bisa menenangkan Rere dan menemani nya. Awas aja kalo sampe orang yang nyuruh mereka dapet, sumpah demi apapun habis di tangan Albie! Memikirkan saja sudah membuat Albie emosi! Tidak ada kata maaf untuk seorang pengkhianat camkan itu.