Lila pergi ke ibu kota, niat utamanya mencari laki-laki yang bernama Husien, dia bertekad akan menghancurkan kehidupan Husien, karena telah menyengsarakan dia dan bundanya.
Apakah Lila berhasil mewujudkan impiannya. Baca di novelku
DENDAM ANAK KANDUNG.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21
Mira ke Jakarta.
Mira turun dari pesawat beriringan dengan seorang pria paruh baya berkacamata hitam berkumis tipis dengan setelan jas rapi dan sangat elegan, dia sepertinya bukan orang sembarangan.
"Bunda." teriak Lila menyongsong wanita yang begitu dirindukannya, dia pun langsung memeluk Mira.
Lama Lila menyandarkan kepalanya di bahu Mira, dia begitu rindu kepada bundanya.
"Apakah ini Lila." tanya pria yang tadi berjalan beriringan dengan Mira.
Lila meregangkan pelukannya kemudian membalikkan tubuh menatap pria yang berada di belakangnya. Pria itu sangat familiar tapi Lila lupa pernah bertemu di mana.
"Ternyata kamu sekarang menjadi gadis yang sangat cantik." puji pria itu lagi seraya menebar senyuman.
"Apa om mengenaliku?" tanya Lila sambil menunjuk dirinya.
"Kamu sudah tidak kenal dengan om?" pria itu balik bertanya membuat Lila mengerutkan kening untuk mengingat-ingat.
Sekilas Lila menatap Mira, dari tatapannya mengisyaratkan agar Mira memberikan penjelasan. Siapakah pria yang sekarang ada di hadapannya.
"Kamu benar-benar tidak ingat!" tanya Mira, membuat Lila semakin penasaran.
Lila menatap pria itu dari ujung kaki hingga rambut, lalu dia menggelengkan kepalanya.
"Apa kamu masih ingat dengan Yucen." tanya Mira lagi.
Begitu nama Yucen disebut, bayangan seorang anak laki-laki kurus dan hitam, tapi sangat pemberani melintas di benak Lila, kenangan masa itu tak akan terlupakan oleh Lila.
Yucen anak laki-laki penakut dan introvert sekolah hanya Lila yang berteman dengannya. Pada suatu hari Yucen kejaran anjing, karena ketakutan dia berlari ke jalan raya, hingga tertabrak motor dan banyak kehabisan darah, untungnya waktu itu Mira memiliki golongan darah yang sama dan bisa memberikan darahnya pada Yucen.
Yucen kakak kelas Lila di sekolah dasar, siswa pindahan dari Bengkalis, saat itu Lila duduk di kelas dua dan Yucen di kelas lima, Yucen dititip oleh orang tuanya kepada Nenek Aisyah yang tinggal bersebelahan dengan rumah Lila . Namun setelah Nenek Aisyah meninggal Yucen dibawa keluarganya ke Singapura, sejak itu Lila tidak pernah lagi bertemu dengan Yucen.
"Om Mario! Papanya Abang Yucen." ujar Lila menebak, Selama Yucen di Pekanbaru Mario hanya sekali datang saat Yucen terbaring di rumah sakit.
"Iya! Dua bulan yang lalu Om ke Pekanbaru menziarahi makam neneknya Yucen dan sekaligus menemui bundamu mengucapkan terima kasih yang sempat Om sampaikan, karena dulu sudah menyelamatkan hidup Yucen." ujar Mario menjelaskan.
"Dan Om juga mengucapkan terima kasih padamu, karena selama Yucen di Pekanbaru, kamu mau telah mengajari banyak hal kepada Yucen, hingga dia bisa mandiri." ujar Mario lagi.
"Abang Yucen di mana? dan bagaimana kabarnya sekarang?" tanya Lila.
"Alhamdulillah Yucen baik dan berkat kamu dia sudah tidak penakut lagi." ujar Mario sambil mengingatkan kembali bagaimana penakutnya anak laki-lakinya itu.
"Om kasih kontaknya, kamu bisa ngobrol sama dia." ujar Mario seraya menyodorkan ponselnya ke Lila.
Sebenarnya Mario masih ingin ngobrol dengan Mira dan Lila, tapi karena dia sibuk dan ada beberapa pertemuan yang harus dihadirinya, dia pun pamit.
"Sampai ketemu besok." ujar Mario sambil melambaikan tangan, saat sopirnya sudah datang.
Mario sebenarnya sudah menawarkan jasa kepada Mira untuk mengantarnya sampai ke tujuan, tapi Lila sudah menjemputnya bersama Niko.
"Bun! Om Mario makin ganteng ya?" tanya Lila sambil menatap punggung Mario yang akhirnya menghilang di balik mobil.
"Iya! Ganteng dan baik." Mira menempeli ucapan Lila
"Jangan-jangan Bunda janjian sama Om Mario ke sini nya, atau bunda suka ya." ledek Lila sambil tertawa. Mira pun hanya tertawa menanggapi ucapan putrinya.
"Iss.. tak boleh mengomongin orang tua. Pamali." ujar Mira lagi masih dengan senyum lebarnya.
Lila senang sekali melihat Mira bisa senyum dan tertawa lepas begitu, sudah lama dia tidak melihat senyuman manis Mira.
"Bunda! Aku janji tidak akan ada lagi orang yang bisa membuatmu menangis." batin Lila sambil merengkuh bahu Mira, lalu mengajak Mira meninggalkan bandara.
Lila mengambil alih travel bag dari tangan Mira, kemudian mengajak Mira berjalan menuju parkir. Di sana Niko sudah menunggu.
"Saya Niko! supirnya bos Non Lila." ujar Niko memperkenalkan diri pada Mira.
"Saya ibunya Lila, panggil saja Tante Mira."
"Silakan masuk tante." ujar Niko seraya membukakan pintu mobil.
"Terima kasih, sudah mau repot menjemput saya ke bandara bersama Lila." ujar Mira lagi setelah duduk di dalam mobil.
"Tidak repot kok. Tante! ini memang tugas saya." ujar Niko seraya memasang sabuk pengaman.
"Apa Lila selama bekerja dengan bosmu, selalu merepotkan mu." tanya Mira pada Niko yang sedang serius menyetir.
"Tidak tante! non Lila orangnya baik, walaupun sedikit bawel dan cerewet." sahut Niko sambil tertawa.
Satu cubitan kecil dari Lila mendarat di bahu Niko, Mira hanya tertawa kecil menanggapi ucapan Niko. Sepanjang perjalanan mereka ngobrol asik, banyak pertanyaan Mira seputaran tempat kerja Lila.
Dua puluh menit kemudian mobil yang dikendarai Niko sampai di kawasan apartemen Ismara, Niko masuk ke halaman parkir dan menghentikan mobilnya. Lila turun lalu membuka pintu untuk Mira.
Setelah mengeluarkan barang bawaan Mira dari bagasi. Niko mengambil alih travel bag dari tangan Lila.
"Biar ku bantu antar ke atas." ujar Niko seraya menarik travel bag masuk ke pintu utama apartemen.
Lila beriringan dengan Mira melangkah masuk ke pintu lift naik ke lantai tiga, lalu berjalan menuju rumah kediaman Ismara. dia menekan tombol kode pintu kemudian mengajak Mira masuk.
Setelah memastikan barang bawaan Mira sampai ke kediaman Lila. Niko pun minta izin kembali ke kantor menjemput Tuan Vito. sementara Lila sudah izin kepada Vito hari ini dia tidak masuk kantor karena menemani ibunya yang baru sampai di Jakarta.
"Temanmu yang punya apartemen mana?" Mira bertanya sambil melihat ke dalam.
"Ismara lagi di luar kota Bun! biasa women preneur kalau nggak keluar kota ya ke luar negeri." jawab Lila sambil memasukkan travel bag Mira ke kamar.
"Apa temanmu tidak keberatan, kalau bunda ikut nginap di sini?"
"Tidak Bun! Isma orangnya baik dan dia senang dengar bunda mau datang."
Sebenarnya Lila sudah ijin ingin cari kontrakan dan pindah dari apartemen Ismara. Namun Ismara melarangnya.
"Bunda istirahat saja dulu, biar Lila masak menu kesukaan Bunda." bila meminta Mira masuk ke kamarnya beristirahat.
Mira pun masuk ke kamar Lila, mengambil handuk lalu melangkah ke kamar mandi. Perjalanan Pekanbaru Jakarta lumayan melelahkan. bukan tanpa tujuan Mira ke Jakarta, dia berniat membuka cabang kuliner bulu kemojo di Jakarta. Namun dia sengaja tidak memberitahu Lila akan maksudnya ke Jakarta, dia ingin memberi kejutan kepada putrinya itu.
Gemericik air di kamar mandi mengguyur tubuh Mira yang lelah menjadi segar kembali. Selesai mandi dan berpakaian, Mira kemudian merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur lalu mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Setelah menutup panggilan telepon, Mira memejamkan mata dan terlelap.
Lila yang sudah siap memasak menghidangkan menu masakannya di ruang makan, kemudian melangkah menuju kamar perlahan membuka pintu kamar, saat melihat Mira tertidur dia pun mengurungkan niat memanggil bunda untuk makan.
"Lila!" terdengar suara Mira memanggil namanya saat Lila ingin kembali ke dapur.
"Bunda sudah bangun?" tanya Lila mengembalikan tubuhnya kembali ke arah Mira.
"Sudah dong! aroma masakan mu membangunkan Bunda." ujar Mira seraya tersenyum.
Lila mengulurkan tangannya membantu Mira bangun dari tempat tidur, lalu mengajak Mira ke ruang makan. Lila menarik sebuah kursi dan meminta Mira duduk di sampingnya. baru saja mereka ingin makan terdengar suara bel berbunyi.
"Bunda lanjutkan makannya, saya lihat siapa yang datang." ujar Lila kemudian beranjak dari duduknya menuju ke ruang tamu.
"Tuan Vito!." Lila sedikit kaget, tak menyangka Vito yang datang, karena sekarang masih jam kantor.
"Bolos kerja ya?" tanya Lila sambil berbisik.
"Akukan bosnya. Ya suka - suka akulah." jawab Vito sekenanya.
Dengan wajah yang dibuat sombong dan angkuh, sambil melirik Lila yang sedang mencibir, hingga bibirnya membentuk kerucut.
"Apa aku mengganggu." tanya Vito mengalihkan pembicaraan, seraya menatap ke dalam.
"Mana ibumu?" tanya Vito lagi sebelum Lila menjawab pertanyaannya yang pertama.
"Siapa Lila?" pertanyaan Mira terdengar dari ruang makan, karena Lila belum muncul-muncul juga.
"Tuan Vito Bun!" sahut Lila.
"Kenapa tidak diajak tamunya masuk?" tiba-tiba Mira sudah berdiri di belakang Lila.
Vito yang melihat wanita paruh baya keluar segera menyalami dan dia berpikir bahwa itu adalah ibunya Lila.
"Selamat siang tante! maaf jika saya mengganggu istirahat tante." ujar Vito dengan rasa hormat.
"Selamat siang juga, Ayok masuk."
Vito dari tadi sudah mau masuk, tapi Lila menghadangnya di depan pintu.
"Lila! ajak Tuan Vito masuk dan makan bareng kita." titah Mira seraya melangkah meninggalkan Lila dan Vito.
"Makan! Mau dong lapar nih." ujar Vito seraya mengelus perutnya.
"Iya! Silakan tuan masuk." ujar Lila seraya menarik tangan kanan Vito.
Awalnya Lila tidak berniat mengajak Vito makan bersama karena, dia ingin menghabiskan moment berdua saja dengan bundanya, selama Mira ada di Jakarta. Namun karena permintaan Mira akhirnya Lila mengajak Vito masuk ke ruang makan.
"Terima kasih Tante! sudah mengajak saya makan bareng." ujar Vito seraya menarik kursi di sebelah Lila.
"Ayo silakan! ini semua masakan anak tante loh." ujar Mira mempersilahkan Vito untuk mengambil menu hidangan sekaligus mempromosikan masakan Lila.
"Wah, ternyata anak tante selain cantik juga pintar masak." puji Vito seraya melirik Lila.
Mendengar pujian Vito yang dulu sudah pernah diucapkannya, kini diucapkannya lagi di depan Mira, membuat wajah Lila ditekuk lucu, karena cemberut.
Bagi Vito masakan nila sudah tidak asing lagi di lidahnya, karena kemarin waktu Lila tinggal bersamanya setiap hari Lila sudah memasak untuknya. Tapi tidak mungkin dia mengatakan pada Mira, khawatir kalau Mira nanti menganggap dia telah memanfaatkan putrinya.
"Wah... Dari aromanya enak nih Tante!" ujar Vito melirik Lila yang duduk sampingnya.
"Jangan sampai Vito ngomong, kalau aku sebulan tinggal di rumahnya bisa-bisa Mama berpikiran yang aneh-aneh." batin Lila.
"Yah... besok-besok sering saja ke sini Lila orangnya rajin masak." ujar Mira.
"Serius diizinin tante? tanya Vito, membuat Lila meliriknya. Mira menjawab pertanyaan Vito dengan anggukan.
"Asik! bisa setiap hari makan gratis." ujar Vito tersenyum lebar, Lila menginjak kaki Vito di bawah meja makan.
"Aduh." ujar Vito sengaja mengerjai Lila yang wajahnya semakin cemberut.
"Ada apa?" tanya Mira seraya melihat ke bawah.
"Nggak apa-apa Tante, kaki saya tak sengaja tertendang kaki meja." ujar Vito berbohong, padahal wajah Lila sudah terlihat tegang dia khawatir Vito akan mengatakan sebenarnya.
Mereka bertiga mulai makan sambil mengobrol santai, Mira banyak menanyakan seputar kinerja Lila di kantor. Sementara Vito menanyakan bagaimana perjalanan Mira dari Pekanbaru hingga sampai ke Jakarta.
Tiga puluh menit kemudian makan siang mereka pun selesai, Lila beranjak mengangkat piring-piring kotor sementara Mira dan Vito masih asik mengobrol.
"Bagaimana apa masakan Lila enak?" tanya Mira.
"Enak sekali Tante! udah bisa buka restoran." puji Vito.
"Pasti nurun nya dari tante kan?"
"Wah.. kalau itu udah pasti, bunda lebih jago masaknya." ujar Lila ikut menyela pembicaraan di antara Mira dan Vito.
"Kalau begitu boleh ke sini lagi, nyicipi masakan Tante." ujar Vito.
"Boleh! Kapan-kapan Tante undang buat menyicipi masakan Tante." kata Mira.
Lila jadi menyesal telah mempromosikan masakan Mira ke Vito. Sebenarnya Lila tidak mau Vito sering ketemu dan ngobrol dengan Mira, khawatir kalau Vito keceplosan bercerita kalau Lila bekerja di kantor Husien, bisa-bisa apa yang direncanakannya gagal.
Tiba-tiba ponsel Vito berdering, Lila menatap layar ponsel Vito, terbaca pemanggilnya papa Husien.
"Semoga saja Husien meminta Vito kembali ke kantor." batin Lila.
Vito segera menerima panggilan dari telepon genggamnya, Husien memerintahkan kepadanya agar mensurvei tempat acara untuk penyambutan CEO group Alexsa dalam rangka penandatanganan kelanjutan kontrak kerja.
"Baik pa!" terdengar jawaban Vito dari percakapannya di telepon seluler, kemudian menutup ponselnya.
"Tante! Saya harus kembali ke kantor terima kasih sudah mengajak saya makan siang."
"Maksud saya ke sini tadi mau mengundang tante dan Lila untuk menghadiri acara penandatanganan kontrak kerja besok, alamat dan tempat ada di undangan." ujar Vito seraya menyerahkan dua buah undangan.
Setelah menyerahkan undangan Vito pun berpamitan pada Mira. Lila mengantar Vito sampai ke pintu utama.
"Jangan lupa besok dandan yang cantik, karena kita akan bertemu dengan investor dari Singapura." ujar Vito mengingatkan.
"Baiklah!" sahut Lila.
Vito melambaikan tangan, kemudian langkah pergi meninggalkan Lila yang masih berdiri di ambang pintu.
"Bunda tidak boleh ikut besok, kalau bunda ikut pasti dia ketemu Husien. Rencana ku bisa gagal." gumam Lila.
"Bagaimana kalau bunda mau ikut." Lila mulai pusing memikirkan alasan apa yang mau disampaikannya ke Mira.
*******
Apakah Lila bisa mencegah Mira ikut?
baca kelanjutannya di part 22
Jangan lupa tinggalkan jejak like komentar dan hadiahnya
Terima kasih sudah membaca novelku
I love you sekebon cabe♥️♥️♥️
thanks you