NovelToon NovelToon
Suami Hyper Anak SMA

Suami Hyper Anak SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Bad Boy / Teen Angst / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Nikah Kontrak
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Raey Luma

"DAVINNNN!" Suara lantang Leora memenuhi seisi kamar.
Ia terbangun dengan kepala berat dan tubuh yang terasa aneh.
Selimut tebal melilit rapat di tubuhnya, dan ketika ia sadar… sesuatu sudah berubah. Bajunya tak lagi terpasang. Davin menoleh dari kursi dekat jendela,
"Kenapa. Kaget?"
"Semalem, lo apain gue. Hah?!!"
"Nggak, ngapa-ngapain sih. Cuma, 'masuk sedikit'. Gak papa, 'kan?"
"Dasaaar Cowok Gila!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raey Luma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Api di Koridor

Suasana panas itu meninggalkan banyak tanda tanya. Murid lain saling berbisik satu sama lainnya.

"Eh, lo tau gak kalo si Davin sama Rey, berantem?"

"Hah? Serius, lo?"

"Ngapain gue bohong. Gue dengar sendiri di kantin."

"Wah gila sih. Kalo sampai mereka berantem. Apa gak pecah nih sekolah."

Kalimat-kalimat itu menyebar luas dari satu mulut, ke mulut lainnya. Sampai akhirnya Davin yang mulai mendengar kabar itu sendiri.

"Hm... Sorry gue mau lewat" ucap Davin, memutus obrolan beberapa siswa.

"Vin, sorry. Emang bener ya, soal rumor yang kesebar itu?"

"Rumor?"

"Iya. Katanya lo ribut sama Rey. Hati-hati sih, kalo kata gue. Dia punya impact besar, dan gak sembarang orang bisa nyentuh hidupnya."

Davin tertawa miring.

Sial.

Kabar itu ternyata lebih cepat menyebar dibanding dugaannya.

"Aman. Gue baik-baik aja. Gak ada yang ngajak dia ribut. Lo salah dengar kali" balasnya dengan tenang.

Ia masuk ke kelas tanpa beban. Beberapa siswa menatapnya heran. Baru kali ini, ada orang seberani Davin.

Pria itu memang murid pindahan tahun lalu. Tapi, mereka tidak mengira jika cowok yang senang menyendiri itu memiliki keberanian yang gak main main.

"Kenapa, pada ngelihatin gue kayak gitu?" tanya Davin, datar.

Leora yang duduk di pojok, sengaja tak menatap. Tapi matanya sempat berpapasan dengan Davin beberapa detik.

“Gak papa, kok,” jawab seorang teman sambil cepat-cepat menunduk.

Davin lalu duduk di tempatnya. Ia membuka buku catatan baru—buku cadangan yang disimpan untuk jaga-jaga.

Namun melihat itu, Leora merasa aneh. Biasanya, Davin akan menatapnya tajam kalau tahu ia berbuat usil. Tapi sejak di kantin tadi, laki-laki itu justru terlalu tenang dan diam. Dan itu justru lebih menakutkan.

‘Dia tahu, gak, ya...?’ pikir Leora gelisah, menggigit ujung pulpen.

Bel masuk berbunyi. Ia menulis sesuatu di buku, lalu berdiri dan berjalan ke arah meja Leora.

“Masih mau main api?” ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan.

“A-apa maksud lo?” tanyanya gugup.

Davin mencondongkan tubuh, menatap lurus ke matanya. “Kalau mau terus ganggu gue, siap juga buat tanggung akibatnya. Dunia sekolah kecil, Leora. Tapi rahasia… bisa bocor di mana aja.”

Leora menelan ludah, wajahnya mendadak memanas. Ia ingin membalas, tapi lidahnya kelu.

“Selamat belajar,” lanjut Davin, tersenyum samar lalu berjalan kembali ke bangkunya sendiri.

Pelajaran terakhir pun dimulai. Gurunya absen kali ini, sekretaris kelas menggantikan tugasnya untuk mengeja dan mengerjakan tugas.

Davin dengan sikap tenangnya, mengikuti semua ajaran. Lain halnya dengan Leora dan beberapa murid yang menjadikan hal itu sebagai kesempatan untuk bolos belajar.

Mereka mengobrol kencang sekali, bahkan tak jarang yang asik mengganggu temannya sendiri.

Davin berusaha sabar. Ia tak boleh terpancing. Sebab, hal itu memang sudah biasa terjadi.

"Leora... Lain kali gue mau main ke rumah lo. Bisa?"

Deg.

Ucapan itu cukup membuat Davin tertegun. Bagaimana bisa, Leora mengajak orang lain ke rumah yang mereka huni berdua.

"Sorry, tapi–"

Davin segera memotong. "Kalian gak dengar suruh ngerjain tugas?"

"Gak usah rajin rajin amat, Vin. Kesempatan emas ini"

"Enggak! Lo balik ke bangku lo. Dan lo, Leora... Duduk di sini, kita tukar tempat."

"What?"

Sebelum Leora melanjutkan ucapannya, Davin segera membawa buku catatannya ke meja Leora, dan mengusir Leora dengan cepat.

"Gak usah banyak ngomong. Sana pergi!"

Leora merasa kesal. Lagi dan lagi. Cowok itu membuatnya tak berkutik.

"Wah, bagus nih. Kalo lo dekat sama gue. Gue jadi semangat belajar" kata seorang siswi di sampingnya.

Davin menggeleng seraya tersenyum, namun tak menghiraukannya. Ini caranya agar Leora aman, dan tidak di berondong oleh permintaan aneh teman di sebelahnya.

Ketika Davin mulai fokus pada halaman buku di depannya, Leora justru kembali menghantam pikirannya.

Perempuan itu duduk di bangku yang tadi ia tempati. Dari sudut matanya, Davin bisa melihat Leora berkali-kali menghela napas, mengetuk-ngetuk pulpen, lalu sesekali menatapnya diam-diam.

“Ganggu banget,” gumam Davin pelan.

Ada hal lain yang membuatnya risih, terganggu oleh rasa ingin tahu yang tidak seharusnya.

"Leora... Lo kenapa lagi sih?" batinnya.

Sesaat setelah itu, Leora terlihat menyibukkan diri dengan menggambar sesuatu. Untunglah. Setidaknya Davin tidak lagi terganggu karena gerak geriknya.

Setelah beberapa saat, jam pelajaran pun selesai. Kini sudah waktunya mereka semua untuk pulang.

Seperti biasa, Leora akan pulang menggunakan taksi online. Sementara Davin, akan pulang dengan motor kebanggaannya.

"Gue duluan ya," ucap beberapa siswi pada Leora, seraya menepuk bahunya.

Davin sendiri, tak pernah ada yang bertanya itu sebelumnya. Sebab, dia benar benar tidak suka berkumpul. Ia hanya pergi ke sekolah untuk belajar. Tidak untuk mencari teman.

Disaat yang sama, seorang cowok dari kelas sebelah membawa Davin dengan kasar.

"T-tunggu, lo siapa?" tanya Davin, penasaran.

"Gak usah banyak ngomong. Ikut aja"

"Oke, santai. Tapi, lo gak bisa perlakuin gue kayak gini." sambung Davin, sambil menepis tangan cowok itu dari kerah kemejanya.

Cowok itu tersenyum sinis. “Berani juga lo ngomong begitu, ya.” balasnya berat. Dua orang lain berdiri di belakangnya, menatap penuh ancaman.

“Rey, 'kan yang nyuruh lo semua?”

Satu dari mereka menahan tawa. “Cepet juga lo nyambungnya. Iya, bos pengin ketemu. Ada urusan kecil yang harus diselesain.”

“Kalau cuma mau ngomong, gak usah pake cara begini. Kampung.” balas Davin datar.

Cowok itu mendorong bahunya kasar. “Udah ikut aja. Lo gak ada waktu buat nawar.”

Suasana mendadak tegang. Beberapa siswa yang belum pulang mulai memperlambat langkah, menatap mereka dari jauh. Sorak kecil terdengar di antara bisikan.

“Eh, itu Davin, kan? Diseret anak kelas sebelah.”

“Wah, beneran ribut kayaknya!”

Leora yang baru saja keluar dari gerbang tiba tiba mendengar namanya disebut. Ia menoleh dan mendapati kerumunan kecil di ujung koridor. Nalurinya langsung berteriak seperti ada sesuatu yang salah.

“Davin?” gumamnya, matanya membesar.

Ia segera berlari kecil ke arah sana. Begitu sampai, ia melihat Davin berdiri dengan tatapan tenang tapi rahangnya mengeras. Sementara Rey berdiri di hadapannya sambil melipat tangan di dada.

“Gue mau tau maksud lo ngomongin hal tadi, Vin,” ucap Rey dengan nada santai, tapi jelas menyimpan nada mengancam.

Davin tersenyum tipis. “Lo yakin permasalahin hal kecil kayak gitu?”

Rey mengerutkan kening. “Lo pikir siapa, bisa seenaknya ngomong gitu di depan anak lain, Hah!?”

“Sorry. Tapi lo salah paham kayaknya," jawab Davin pelan.

Kerumunan mulai bersuara, tegang.

Rey maju selangkah. “Lo pikir lo siapa, Vin? Anak baru sok berani? Lo belum tahu siapa gue, kan?”

“Gak perlu tahu,” potong Davin cepat. “Karena gue juga gak tertarik.”

Dan dalam sepersekian detik, tangan Rey terayun, tapi Davin sigap menahannya. Cengkraman mereka bertemu di udara—tegang, kuat, dan menyalakan tatapan saling menantang.

“Cukup!!”

Suara itu datang dari Leora. Ia berdiri di antara mereka, “Berhenti! Kalian kayak anak kecil aja!”

Semua mata tertuju padanya. Rey mendengus, melangkah mundur setengah langkah. “Ngapain kamu ikut campur, Leora?”

“Karena kalian berdua bikin malu. Ini sekolah, bukan ring tinju.”

Davin menatap Leora beberapa detik, lalu melepas genggamannya perlahan. Rey menurunkan tangannya, tapi wajahnya masih penuh amarah.

“Gue belum selesai sama lo, Vin,” ucap Rey sebelum berbalik pergi.

Begitu Rey dan teman-temannya pergi, Davin masih diam di tempat. Leora menatapnya, napasnya tersengal karena panik barusan.

“Lo gila, ya?” katanya pelan. “Kalo lo berantem beneran, gimana?”

Davin menatapnya datar. “Lo juga gila. Ngapain nyelamatin orang yang lo ganggu tiap hari.”

Leora terdiam. Entah kenapa, meski kalimat itu bernada dingin, ada sesuatu yang menenangkan di baliknya.

“Udah, gue mau balik,” kata Davin lagi. “Jangan bikin Papa nanya yang aneh-aneh.”

Leora mendelik pelan. “Lo pikir gue mau pulang bareng lo?”

“Enggak. Gue sama sekali gak tertarik.”

1
diah nursanti
leora keras kepala banget jadi cewek
Shifa Burhan
author tolong jawaban donk dengan jujur

*kenapa di novel2 pernikahan paksa dan sang suami masih punya pacar, maka kalian tegas anggap itu selingkuh, dan pacar suami kalian anggap wanita murahana, dan suami kalian anggap melakukan kesalahan paling fatal karena tidak menghargai pernikahan dan tidak menghargai istrinya, kalian akan buat suami dapat karma, menyesal, dan mengemis maaf, istri kalian buat tegas pergi dan tidak mudah memaafkan, dan satu lagi kalian pasti hadirkan lelaki lain yang jadi pahlawan bagi sang istri

*tapi sangat berbanding terbalik dengan novel2 pernikahan paksa tapi sang istri yang masih punya pacar, kalian bukan anggap itu selingkuh, pacar istri kalian anggap korban yang harus diperlakukan sangat2 lembut, kalian membenarkan kelakuan istri dan anggap itu bukan kesalahan serius, nanti semudah itu dimaafkan dan sang suami kalian buat kayak budak cinta dan kayak boneka yang Terima saja diperlakukan kayak gitu oleh istrinya, dan dia akan nerima begitu saja dan mudah sekali memaafkan, dan kalian tidak akan berani hadirkan wanita lain yang baik dan bak pahlawan bagi suami kalau pun kalian hadirkan tetap saja kalian perlakuan kayak pelakor dan wanita murahan, dan yang paling parah di novel2 kayak gini ada yang malah memutar balik fakta jadi suami yang salah karena tidak sabar dan tidak bisa mengerti perasaan istri yang masih mencintai pria lain

tolong Thor tanggapan dan jawaban?
Raey Luma: Sementara contoh yang kakak sebutkan mungkin lebih menonjolkan karakter pria yang arogan, sehingga apa pun yang dia lakukan selalu tampak salah di mata pembaca. Apalagi di banyak novel, perempuan yang dinikahkan secara paksa biasanya digambarkan berasal dari tekanan ekonomi atau tanggung jawab keluarga, sehingga karakternya cenderung lebih lemah dan rapuh. Dan itu yang akhirnya membuat tokoh pria terlihat seperti pihak yang “dibenci”.


Beda dengan alur ceritaku di sini, di mana pernikahan mereka justru terjadi karena hal konyol dua orang ayah yang sama-sama sudah kaya sejak lama, jadi dinamika emosinya memang terasa berbeda.

Kurang lebih seperti itu sudut pandangku. Mohon maaf kalau masih ada bagian yang kurang, dan terima kasih sudah berbagi opini 🤍
total 2 replies
Felina Qwix
kalo aja tau Rey si Davin suaminya Leora haduh🤣🤣🤣
Raey Luma: beuuh apa ga meledak tuh sekolah🤣
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!