NovelToon NovelToon
ADOPSI YANG MENJADI OBSESI

ADOPSI YANG MENJADI OBSESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:456
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

Ia ditemukan di tengah hujan, hampir mati, dan seharusnya hanya menjadi satu keputusan singkat dalam hidup seorang pria berkuasa.

Namun Wang Hao Yu tidak pernah benar-benar melepaskan Yun Qi.

Diadopsi secara diam-diam, dibesarkan dalam kemewahan yang dingin, Yun Qi tumbuh dengan satu keyakinan: pria itu hanyalah pelindungnya. Kakaknya. Penyelamatnya.
Sampai ia dewasa… dan tatapan itu berubah.

Kebebasan yang Yun Qi rasakan di dunia luar ternyata selalu berada dalam jangkauan pengawasan. Setiap langkahnya tercatat. Setiap pilihannya diamati. Dan ketika ia mulai jatuh cinta pada orang lain, sesuatu dalam diri Hao Yu perlahan retak.

Ini bukan kisah cinta yang bersih.
Ini tentang perlindungan yang terlalu dalam, perhatian yang berubah menjadi obsesi, dan perasaan terlarang yang tumbuh tanpa izin.

Karena bagi Hao Yu, Yun Qi bukan hanya masa lalu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3

Yun Qi terbangun karena panas. Bukan panas yang menenangkan seperti selimut tebal, melainkan panas yang membuat dadanya terasa sesak. Napasnya pendek-pendek, seolah paru-parunya lupa cara bekerja dengan benar. Kelopak matanya terasa berat, lengket, dan saat ia memaksa membukanya, dunia di sekitarnya bergoyang.

Langit-langit putih. Bukan langit-langit rumahnya yang retak dan menguning. Ini bersih. Terlalu bersih. Ia mengedip pelan. Bau antiseptik masuk ke hidungnya, menusuk, membuat kepalanya berdenyut. Ada suara langkah kaki di kejauhan, juga bunyi alat medis yang asing di telinganya.

Ia ingin duduk. Tubuhnya menolak. “Jangan bergerak.” Suara itu datang dari sisi kanan. Rendah. Tegas. Tidak keras, tapi tidak memberi ruang untuk dibantah.

Yun Qi menoleh perlahan. Seorang pria berdiri tidak jauh dari ranjangnya. Jas hitam rapi membungkus tubuh tinggi itu, seolah ia tidak pernah tersentuh hujan semalam. Rambutnya tertata sempurna, wajahnya dingin dan matanya, mata itu mengamati Yun Qi seperti seseorang yang sedang menilai sesuatu, bukan mengasihani.

Yun Qi refleks menegang. Ia terbiasa dengan tatapan orang dewasa. Biasanya ada dua jenis: marah atau acuh. Tapi pria ini berbeda. Tatapannya tenang, datar, dan entah kenapa membuat Yun Qi merasa… kecil. Lebih kecil dari biasanya.

“Saya di mana…?” suara Yun Qi keluar serak. Ia langsung menutup mulutnya sendiri, terkejut dengan betapa lemahnya suaranya terdengar.

“Rumah sakit,” jawab pria itu singkat. Yun Qi mengangguk pelan. Otaknya lambat, tapi satu hal langsung muncul: ia pasti merepotkan orang ini. Ia menelan ludah. Tenggorokannya kering. “Saya minta maaf,” ucapnya buru-buru, menggunakan bahasa yang biasa ia pakai pada orang dewasa. “Saya tidak sengaja jatuh di jalan.”

Pria itu tidak langsung menjawab. Ia melangkah lebih dekat. Sepatu kulitnya tidak berbunyi keras, tapi Yun Qi tetap menangkapnya. Pria itu berhenti di sisi ranjang, menunduk sedikit agar sejajar dengan wajah Yun Qi. “Kau pingsan,” katanya. “Bukan jatuh biasa.” Yun Qi menunduk. Jari-jarinya meremas seprai putih. “Saya… saya cuma capek.”

“Sudah berapa lama kau tidak makan?” Pertanyaan itu datang tanpa basa-basi. Yun Qi terdiam. Ia menghitung dalam kepala. Satu hari? Dua? Ia tidak yakin. Perutnya sudah terlalu lama kosong sampai rasa laparnya berubah jadi sesuatu yang lain—sesuatu yang lebih dalam dan lebih menyakitkan.

“Saya… lupa,” jawabnya akhirnya. Pria itu menatapnya beberapa detik lebih lama. “Namamu.”

“Yun Qi,” jawabnya cepat. “Nama saya Yun Qi.”

“Umur?”

“Sepuluh.”

Pria itu mengangguk tipis, lalu melirik ke arah dokter yang baru masuk ke ruangan. “Demam ringan, dehidrasi, dan kurang gizi,” jelas dokter itu. “Tidak ada luka serius, tapi anak ini perlu istirahat dan makan teratur.”

“Berapa lama?” tanya pria itu. “Bisa pulang hari ini, kalau ada yang mengawasi.” Dokter melirik Yun Qi, lalu kembali ke pria itu. Tatapannya penuh makna. Pria itu Wang Hao Yu mengangguk sekali. “Terima kasih.”

Dokter keluar, meninggalkan keheningan yang terasa canggung. Yun Qi memandangi tangannya sendiri. Tangannya kecil, kurus, dengan bekas luka lama yang tidak sepenuhnya sembuh. Ia merasa malu tiba-tiba. Malu karena terlihat seperti ini. Malu karena berada di tempat bersih dengan tubuh kotor dan rapuh. “Pak…” panggilnya pelan.

Hao Yu menoleh. “Saya… saya akan pergi setelah ini,” kata Yun Qi cepat, seperti takut dipotong. “Saya tidak mau merepotkan Anda. Uang rumah sakitnya… saya tidak punya, tapi nanti saya bisa—”

“Kau tinggal di mana?” potong Hao Yu. Pertanyaan itu membuat Yun Qi membeku. Ia membuka mulut, lalu menutupnya lagi. “Tidak ada alamat?” Hao Yu menekan. Yun Qi menggeleng kecil. “Orang tuamu?”

Dadanya mengencang. “Tidak mau bicara?” Yun Qi menggeleng lagi, kali ini lebih pelan. Bukan karena tidak mau, tapi karena tidak tahu harus mulai dari mana. Hao Yu menghela napas tipis. Hampir tidak terdengar, tapi Yun Qi menangkapnya. “Dengar,” kata Hao Yu, suaranya sedikit lebih rendah. “Aku tidak tertarik menginterogasimu. Tapi aku juga tidak akan membiarkan anak sepuluh tahun kembali ke jalan.”

Yun Qi mendongak cepat. “Kau tidak punya tempat?” tanya Hao Yu. Setelah ragu beberapa detik, Yun Qi menggeleng.

“Kalau aku mengantarmu kembali ke rumah semalam, kau akan diterima?” Yun Qi teringat pintu tertutup itu. Suara kunci diputar. Wajah ibunya yang dingin.

Ia menggeleng lagi. Hao Yu terdiam. Ia meluruskan punggungnya, berjalan beberapa langkah menjauh, lalu berhenti di dekat jendela. Dari sana, ia bisa melihat kota gedung-gedung tinggi, mobil berlalu-lalang, dunia yang bergerak cepat dan tidak peduli pada satu anak kecil yang hampir mati di jalan.

Ini bukan urusannya. Seharusnya bukan. Ia sudah melanggar batas hanya dengan membawa anak ini ke rumah sakit. “Tuan…” Yun Qi memanggil lagi, suaranya lebih kecil dari sebelumnya. “Kalau Anda mau… saya bisa pergi sekarang.”

Hao Yu menoleh. “Dengan kondisi seperti itu?”

“Saya bisa,” jawab Yun Qi keras kepala. “Saya biasa.” Kata itu menusuk lebih dalam dari yang Yun Qi sadari. Hao Yu kembali mendekat. Kali ini, ia berjongkok agar sejajar sepenuhnya dengan Yun Qi. “Kau tidak perlu membuktikan apa pun padaku,” katanya. “Aku bukan orang tuamu.”

Kalimat itu membuat Yun Qi menunduk. “Tapi,” lanjut Hao Yu, “aku juga tidak akan membiarkanmu memilih hal bodoh.” Yun Qi menggigit bibir. “Apa Anda… akan mengusir saya?” tanyanya pelan. Pertanyaan itu keluar begitu saja, sarat ketakutan yang selama ini ia pendam.

Hao Yu terdiam cukup lama. “Aku belum memutuskan apa pun,” jawabnya jujur. “Tapi untuk sekarang, kau ikut denganku.” Yun Qi menegang. “Ke mana, Pak?”

“Ke tempat yang aman.”

“Apa saya… harus bayar?”

Pertanyaan itu begitu polos sampai Hao Yu sedikit terkejut. “Kau pikir aku menolongmu untuk uang?” tanyanya. Yun Qi buru-buru menggeleng. “Bukan begitu, saya cuma—”

“Diam,” potong Hao Yu. Tidak kasar, tapi tegas. “Tidur. Kau masih lemah.” Yun Qi menurut. Tubuhnya terlalu lelah untuk melawan. Saat matanya mulai terpejam, ia merasakan selimut ditarik lebih rapat ke tubuhnya. Gerakan itu tidak lembut, tapi juga tidak kasar. Sekadar cukup. Untuk pertama kalinya sejak semalam, Yun Qi merasa hangat.

Aman meski belum sepenuhnya percaya. Hao Yu berdiri di sisi ranjang, menatap anak kecil yang kini tertidur lagi. Wajah pucat, bulu mata panjang menempel karena lembap, napas masih belum stabil. Ia seharusnya pergi. Ia punya rapat. Punya tanggung jawab. Punya hidup yang tidak memberi ruang untuk urusan emosional.

Tapi kakinya tidak bergerak. “Apa yang sebenarnya kau lakukan, Wang Hao Yu…” gumamnya pelan. Anak ini adalah masalah. Dan entah kenapa Ia memutuskan untuk membawanya pulang.

1
@fjr_nfs
tinggalkan like dan Komen kalian ☺❤️‍🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!