NovelToon NovelToon
Beauty And The Beast

Beauty And The Beast

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Action / Romantis / Balas Dendam / Nikah Kontrak
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ceriwis07

Saga, sang CEO dengan aura sedingin es, tersembunyi di balik tembok kekuasaan dan ketidakpedulian. Wajahnya yang tegas dihiasi brewok lebat, sementara rambut panjangnya mencerminkan jiwa yang liar dan tak terkekang.

Di sisi lain, Nirmala, seorang yatim piatu yang berjuang dengan membuka toko bunga di tengah hiruk pikuk kota, memancarkan kehangatan dan kelembutan.

Namun, bukan pencarian cinta yang mempertemukan mereka, melainkan takdir yang penuh misteri.

Akankah takdir merajut jalinan asmara di antara dua dunia yang berbeda ini? Mampukah cinta bersemi dan menetap, atau hanya sekadar singgah dalam perjalanan hidup mereka?

Ikuti kisah mereka yang penuh liku dan kejutan di sini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Beauty and The Beast 3

Luka di wajah Saga dan Ace sudah mulai sembuh. Meski masih terlihat bekasnya, mereka sudah bisa beraktivitas seperti biasa.

Ace mengemudikan mobil milik Nyonya Griffith, mengantarkan mereka ke mansion, tak lupa membawa Nirmala.

Akhirnya, hari yang ditunggu tiba. Nirmala diizinkan pulang dari rumah sakit. Namun, dalam perjalanan, Nirmala mulai merasa heran. Pemandangan di luar jendela mobil terasa asing. Jalan yang mereka lalui tidak menuju rumahnya yang sederhana.

"Emh... Nyonya, kita mau ke mana? Ini bukan arah ke toko saya," ucap Nirmala dengan nada panik.

Nyonya Griffith tersenyum, "Main sebentar ke rumah Oma, ya," ujarnya.

Dengan berat hati, Nirmala mengangguk. "Emh... Nyonya, bagaimana dengan motor saya?" tanya Nirmala, berharap motornya bisa menjadi alasan untuk kembali ke tokonya.

"Motor jelek itu sudah ada di mansion," jawab Saga.

Nirmala mendengus kesal. "Iya, Tuan, motor itu memang sudah jelek, tapi hanya itu yang saya punya, yang membawa saya mencari rezeki," ucap Nirmala sambil menatap keluar jendela.

Tiba-tiba, ia melihat siluet yang mirip dengan kekasihnya, Lucky. Nirmala sampai mengucek kedua matanya untuk memperjelas penglihatannya.

Benar, itu Lucky dan... Sarah? Sarah adalah sahabatnya sejak masa sekolah. Mereka sering berbagi cerita, bahkan Nirmala tak segan menceritakan tentang Lucky, kekasihnya.

Ia dan Lucky sudah dua tahun menjalin hubungan, tanpa ada masalah yang berarti. Namun, hari ini, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Lucky memeluk Sarah dari belakang sambil berjalan masuk ke sebuah mal. Padahal, sebagai kekasihnya, Lucky belum pernah sekalipun mengajaknya ke sana.

"Berhenti," ucap Nirmala. Ace menoleh pada Saga, dan Saga mengangguk, memberikan izin untuk menuruti permintaan Nirmala.

Mobil Honda CRV merah milik Nyonya Griffith pun perlahan menepi, dan Nirmala langsung turun dari mobil. Ia berjalan cepat menghampiri mereka.

"Sarah," panggil Nirmala tepat di belakang keduanya. Sarah yang merasa namanya dipanggil pun langsung membalikkan badannya. Ia terkejut bukan kepalang, wajahnya langsung pucat pasi.

Begitu pun Lucky. Kini, keduanya tampak seperti maling yang kepergok mengambil barang oleh pemiliknya. "Sa-sayang, i-ini salah paham, biar aku jelaskan," ucap Lucky sambil berjalan mendekati Nirmala, yang kini mundur perlahan seolah tak ingin disentuh oleh Lucky.

Nirmala menggeleng pelan, air matanya sudah meleleh. Ia menahan tangis, tangannya mengusap kasar air mata yang jatuh.

Saga yang gemas langsung maju dan menggenggam baju Lucky hingga Lucky terangkat sekitar dua jengkal dari tanah. Sarah panik dan memukuli tangan Saga, "Hei, lepaskan! Kamu ingin membuatnya mati?" ucap Sarah.

Namun, Saga seolah menutup telinga terhadap ucapan Sarah. "Tuan, tolong lepaskan," suara lirih Nirmala justru mampu membuat Saga menurunkan tubuh Lucky. Lucky terduduk bersimpuh sambil terbatuk-batuk.

"Lucky, kita sudah selesai," ucap Nirmala sambil mundur perlahan, lalu membalikkan tubuhnya dan berlari memasuki mobil, diikuti Nyonya Griffith dan Saga.

Ace memilih mundur paling akhir karena ia tengah memindai wajah Sarah dan Lucky. Setelah puas, Ace pun berbalik dan segera membuka pintu mobil, lalu meninggalkan tempat itu.

Di mobil, Nirmala menangis sesenggukan di pelukan Nyonya Griffith. Saga mendengus kesal sembari menghela napas kasar, sedangkan Ace hanya melirik dari kaca spion tengah sambil mengemudi.

Ponsel Nirmala berdering, menampilkan nama si penelepon "My Heart". Saga yang melihat itu tersenyum sinis.

Nirmala memilih untuk menonaktifkan ponselnya. Ia mengambil kartu SIM dan mematahkannya menjadi dua. "Ternyata bisa garang juga," ucap Saga lirih, yang langsung mendapatkan pelototan dari sang Oma melalui kaca tengah.

Saga membuang pandangannya ke luar jendela. Setengah jam waktu yang ditempuh untuk sampai di mansion, karena Saga juga memilih tempat yang agak terpencil. Ia ingin memastikan keamanan anggota keluarganya dari para musuh.

Mobil SUV merah itu tiba di halaman. Semua penjaga berbaris rapi, salah satunya membukakan pintu mobil untuk Saga dan Ace.

Nirmala tertidur pulas di pangkuan sang Nyonya. Saga hendak menyentuh untuk membangunkan Nirmala, tetapi dengan cepat tangan Oma memukul tangan Saga. Plak...

Saga terkejut, lalu dengan cepat menarik tangannya kembali. "Gendong," ucap Oma lirih. Saga mencebik, tetapi ia tetap melaksanakan perintah sang Oma.

Perlahan, ia menggendong tubuh kecil Nirmala ala bridal style. Ace membawakan tas milik Nirmala, yang isinya kemungkinan camilan yang baru dibeli Nirmala seminggu lalu.

Nirmala terbangun, ia mengucek matanya lalu merenggangkan tubuhnya. Ia melihat sekeliling ruangan.

Ia berada di kamar dengan nuansa putih, kamar yang luasnya dua kali lipat toko bunga miliknya. Ia bangkit dari ranjangnya, lalu berjalan perlahan menikmati setiap sudut kamar.

Ia melihat balkon, dengan cepat membuka pintunya lalu keluar. Ia merenggangkan tangannya, menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia mengulanginya berulang kali, seolah membuang semua beban yang mengganggu.

Tanpa ia sadari, sorot mata tajam tengah mengawasinya. Saga, ia melihat pemandangan aneh malam ini, wanita yang baru saja terbangun dari tidurnya keluar ke balkon dan menari ala India di bawah sinar rembulan.

Saga tetap diam, sambil menyeruput winenya. Ia duduk santai di tengah kegelapan. Ya, Saga duduk di kursi yang tidak terkena sinar bulan. Ia memang menyukai tempat yang gelap karena baginya malam adalah hal paling menenangkan.

"Khm..." Saga berdeham keras. Mendengar suara itu, Nirmala terkejut dan langsung berjongkok seolah bersembunyi. "Siapa di sana?" tanya Nirmala, tetapi hanya suara jangkrik yang terdengar.

"Jangan macam-macam, ya, atau aku akan berteriak!" ancam Nirmala. "Berteriaklah sampai lehermu putus, tidak akan ada yang mendengarmu, walau itu Oma sekalipun," ucap Saga sambil berjalan di bawah sinar rembulan.

Perlahan, Nirmala berdiri. Ia sampai memiringkan kepalanya melihat pemandangan di depannya. Entah mengapa, kali ini Saga terlihat begitu tampan, meski dengan rambut terurai.

Pria itu berdiri di bawah sinar rembulan, memegang gelas winenya, satu tangan masuk ke dalam saku celana. Dengan gaya seperti itu saja, ia mampu membuat Nirmala terpaku.

"Hei..." tegur Saga. Namun, wanita itu masih terdiam dengan kepala yang miring. "Hei...!" tegur Saga untuk kedua kalinya dengan nada yang naik satu oktaf, sampai penjaga di bawah mendongak ke atas.

Saga menggerakkan tangannya menurun, memberi isyarat bahwa tidak ada apa-apa, alias aman. Nirmala baru sadar saat ia merasakan ada sesuatu yang keluar dari hidungnya.

Ya, Nirmala mimisan. Ia segera menghapus jejak cairan merah itu dengan punggung tangannya, sambil melihat ke arah Saga yang masih berdiri di bawah sinar rembulan.

Melihat hal itu, Saga tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Ada manusia seperti dia?" ucap Saga lirih sambil berbalik badan, meninggalkan Nirmala di balkon.

Hari sudah pagi. Sinar matahari yang hangat menyinari kota London, khususnya Ruislip Lido Beach. Sinar mentari itu mengusik tidur seorang wanita cantik yang tengah bermimpi indah.

Nirmala terbangun. Ia duduk bersandar pada sandaran ranjang, mengambil air putih dan meneguknya hingga habis. Setelahnya, ia memilih untuk membersihkan diri.

Nirmala turun dari lantai atas tempat kamarnya berada. Meski sudah pagi, suasana masih sepi. Hanya beberapa pelayan yang bekerja membersihkan ruangan yang terlihat. "Permisi, saya mau tanya, dapur di bagian mana, ya?" tanya Nirmala sopan.

Namun, sepertinya ia salah memilih tempat untuk bertanya. Pelayan itu justru memandangnya dengan tatapan mengejek. Ia melihat Nirmala dengan kaus oblong hitam kebesaran, celana jeans sobek di bagian lutut, dan rambut yang dikuncir kuda.

Sungguh sederhana sekali, berbeda dengan dirinya. Meskipun hanya seorang pelayan, baju dinas yang ia gunakan harganya mahal, karena Saga menetapkan bahwa baju seragam bagi pelayan dan penjaga itu berbeda.

Tap... Tap... Tap...

Suara langkah kaki mendekat. "Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya Frans, kepala pelayan. "Oh iya, dapur letaknya di mana?" tanya Nirmala.

Kepala pelayan tersenyum. "Mari saya antar," ucapnya sambil berjalan mendahului Nirmala.

Sesampainya di dapur, Nirmala tertegun. "Dapurnya saja seperti lapangan sepak bola," ucapnya lirih sambil mengedarkan pandangannya.

Frans tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. "Dari mana Tuan mendapatkan wanita sepolos dan selugu ini?" gumam Frans dalam hati.

"Marissa," panggil Frans pada salah satu pelayan. Pelayan itu dengan segera menghadap dengan wajah tertunduk. "Yes, Pak," ucapnya.

"Bantu Nona Nirmala, saya serahkan Nona padamu," ucap Frans pada Marissa sebelum meninggalkan keduanya.

"Nirmala," ucap Nirmala sambil menyodorkan tangannya. Marissa sungkan, tetapi ia tetap menjabat tangan Nirmala. "Marissa, Nona,"

"Di sini kalau pagi sarapan apa?" tanya Nirmala. Mereka berdua berjalan sambil mengobrol. Marissa dengan gamblang menjelaskan tempat-tempat yang ada di dapur. "Di sini biasanya susu dan roti gandum, atau jika Nyonya Griffith ingin nasi goreng, baru kami buatkan," jawab Marissa.

Nirmala mengangguk. Ia meminta pada Marissa untuk membukakan lemari pendingin. Banyak sayur mayur di sana.

Nirmala mengambil beberapa sayuran seperti wortel, brokoli, sosis, bakso, dan lainnya. Ia ingin membuat capcay.

Ia hanya memasak sedikit karena mengira akan makan sendirian saja. Namun, tanpa ia tahu, aroma masakannya menusuk indra penciuman Saga dan Nyonya Griffith yang baru saja keluar dari kamar masing-masing.

Semua pelayan bergerak cepat menyiapkan sarapan. Nyonya Griffith mengerutkan kening. Tadi, ia seperti mencium aroma masakan, tetapi kenapa hidangannya hanya roti, susu, dan kopi hitam milik Saga?

"Mana yang lain?" tanya Nyonya Griffith pada sang pelayan. "Maaf, Nyonya, apa Anda ingin kami memasak menu lain?" tanya pelayan itu.

Nyonya Griffith semakin heran. Tak lama kemudian, muncullah Nirmala dengan Marissa di sampingnya. Sungguh pemandangan yang aneh, di mana pelayan berjalan beriringan dengan nona rumah.

Marissa menyadari jika ia tengah diperhatikan. Ia memilih memperlambat langkahnya hingga berada di belakang Nirmala. Nirmala heran. "Kenapa? Ayo?" ajak Nirmala, tanpa ia tahu Saga dan Nyonya Griffith sudah berada di meja makan, menatap mereka berdua.

Nirmala masih belum paham akan aturan di mansion milik Saga. Marissa menggeleng pelan sambil menunduk. Nirmala hanya mengembuskan napas pelan.

Ia berjalan dengan membawa semangkuk besar capcay, sementara Marissa membawa sepiring nasi putih miliknya. Nirmala meletakkan mangkuk itu di meja makan.

Nyonya Griffith dan Saga sampai merem melek menikmati wangi masakan itu. "Apa ini?" tanya Nyonya Griffith. "Ah.. Capcay, Nyonya." ucap Nirmala.

"Oma!" ucap Nyonya Griffith yang tak suka Nirmala memanggilnya dengan sebutan "Nyonya". "O-Oma," ucap Nirmala tak enak hati.

"O-Oma mau?" tawar Nirmala.

"Bolehkah, Sayang?" ucap Nyonya Griffith sumringah. Nirmala mengangguk sambil tersenyum.

"Marissa, tolong ambilkan piring dan nasi putih untuk Oma, ya," pintanya pada Marissa. Pelayan itu mengangguk dan berlalu mengambil yang diminta nona muda tersebut.

Saga hanya melirik, ia menyeruput kopinya dan mengambil roti, mengoleskan madu, lalu memakan roti tersebut.

Nirmala masih menunggu Marissa, ia ingin makan bersama dengan Oma barunya. Namun, Marissa hanya membawa piring kosong, sendok, dan garpu. "Maaf, Nona, nasinya hilang," ucap Marissa cemas.

"Hah?" cengo Nirmala . "Kok bisa? Tadi aku masak lumayan banyak, kan?" tanya Nirmala pada Marissa, memastikan jika dirinya tidak salah. Marissa hanya mengangguk.

Nirmala menyodorkan sepiring nasi putihnya di depan Oma. "Iya sudah, Oma makan saja punyaku," ucapnya sambil mengambilkan capcay tersebut. Oma tertegun dengan sikap Nirmala.

Tanpa ragu, Oma langsung menyiapkan capcay lengkap dengan nasi putih. Matanya melotot, dengan cepat ia mengunyah, lalu menyuapkan sekali lagi. Ia ingin memastikan rasa masakan Nirmala.

"Enak," ucap Nyonya Griffith dengan tangan membentuk huruf O. Kening Saga berkerut heran. Oma menangkap mimik wajah Saga, ia dengan cepat menyuapi Saga dengan capcay dan nasi ke dalam mulut Saga.

Mata Saga membulat, tapi ia tetap mengunyah makanan itu. Saga pun dibuat terheran, masakan wanita aneh ini kenapa bisa cocok dengan lidahnya? Padahal, chef yang ia pekerjakan saja belum tentu bisa membuat masakan seenak ini.

Tapi, ia tetaplah Saga, pria angkuh nan judes. "Biasa saja," ucapnya sambil meminum air putih. "Aku sudah selesai, aku berangkat, Oma," ucap Saga sembari mengecup singkat pipi Nyonya Griffith.

Saga dengan cepat keluar, tetapi Ace belum datang. Saga melirik jam tangannya, pantas saja Ace belum datang, masih terlalu pagi rupanya.

Saga memilih untuk duduk di kursi teras. Cukup lama ia duduk hingga akhirnya ia bosan.

Saga memilih untuk masuk ke dalam mansion. Ternyata, sudah sepi, meja makan pun sudah bersih. Ia bergegas menuju ke dapur.

Di dapur, para pelayan ketakutan ketika melihat tuannya berjalan ke dapur. Tidak biasanya Saga ke dapur, maka ini pasti ada kesalahan.

Marissa melihat itu, dengan ragu ia berjalan mendekati Saga dengan tatapan menunduk. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Marissa. "Apa masih ada itu, acay?" ucap Saga.

Mendengar itu, Marissa hampir saja tertawa jika ia tidak ingat dengan siapa ia berbicara. "Ada, Tuan. Sebentar, saya ambilkan. Tuan bisa menunggu di meja makan," ucap Marissa.

Saga membalikkan tubuhnya, ia duduk di kursi menunggu pesanannya datang. Tak lama, Marissa datang dengan nampan berisikan piring yang sudah diisi capcay dan nasi putih, sendok, garpu, dan segelas air putih.

Saga dengan cepat melahap makanan itu. Ia tak sadar jika sepasang mata tengah memerhatikannya.

Dor...

Suara gebrakan meja dan suara seorang wanita mengejutkannya hingga Saga tersedak.

Siapa yang bikin kaget singa jantan ya?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!