NovelToon NovelToon
Terlahir Kembali Menjadi Seorang Perempuan

Terlahir Kembali Menjadi Seorang Perempuan

Status: sedang berlangsung
Genre:Anime / Reinkarnasi
Popularitas:407
Nilai: 5
Nama Author: Lidelse

Reni adalah pemuda pekerja keras yang merantau ke kota, dia mengalami insiden pencopetan, saat dia mengejar pencopetan, dia tertabrak truk. Saat dia membuka mata ia melihat dua orang asing dan dia menyadari, dia Terlahir Kembali Menjadi Seorang Perempuan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lidelse, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ayunan

Kekecewaan melanda Lyra (Reni).

Keluar dari Toko Sihir "Aura Abadi" dengan keadaan kepala pusing adalah hal terakhir yang Reni duga. Ia yang mengira telah menguasai bahasa dunia baru ini ternyata salah besar.

Saat di dalam toko, ia mencoba mendengarkan diskusi antara Erin dan seorang penjaga toko yang tampaknya adalah seorang sarjana sihir tua.

Semua yang mereka bicarakan terasa seperti omong kosong yang rumit.

"Reaksi katalitik Mana Tipe V dalam kondisi konjugasi dengan Aliran Leyline Minor memerlukan harmonisasi frekuensi osilasi sub-elemental tingkat Delta-Tujuh."

Apa? Osilasi? Delta-Tujuh?

Ternyata, bahasa percakapan sehari-hari yang ia serap dari para pelayan dan orang tuanya hanyalah Bahasa Umum

(Common Tongue)

tingkat dasar. Bahasa yang digunakan di toko sihir, untuk penelitian, dan di kalangan bangsawan intelektual adalah Bahasa Kuno

(Ancient Speech)

yang dipenuhi istilah teknis sihir.

Sialan! Aku seperti baru keluar dari kursus Bahasa Inggris dan langsung disuruh baca jurnal fisika kuantum! Reni frustrasi. Ia menyadari bahwa ia tidak hanya harus belajar bahasa baru, tetapi juga terminologi sihir yang rumit. Rencana untuk "mencuri ilmu sihir secara pasif" harus dirombak total.

Mereka meninggalkan toko dan melanjutkan perjalanan. Lyra kini berada di gendongan Erin, melayang di atas jalanan kota yang benar-benar unik.

Kota Silvania bukan dibangun di permukaan datar, melainkan di atas sebuah bukit spiral besar. Kota ini seolah melingkar dan memutar ke atas, seperti cangkang siput raksasa.

Saat kereta mereka turun perlahan menuju bagian bawah kota, Lyra bisa melihat pemandangan yang menakjubkan:

Bangunan-bangunan batu kuno dibangun mengikuti kontur spiral jalanan. Semakin tinggi, bangunan semakin besar dan mewah (seperti Kastil Astrea dan Toko Aura Abadi tadi).

Seluruh kota diterangi oleh pilar-pilar kristal yang memancarkan cahaya biru lembut, yang membuat kota terlihat hidup dan magis bahkan di siang hari. Pilar ini ditenagai oleh Mana, bukti kemajuan sihir di kota ini.

Saat mereka turun, Lyra melihat perubahan drastis. Di puncak (Upper Ring) adalah kediaman bangsawan dan pusat penelitian. Di bagian tengah (Middle Ring), tempat mereka sekarang berada, terlihat area komersial dan rumah-rumah pedagang kaya. Di bagian paling bawah, ia melihat bangunan yang lebih padat dan sederhana (Lower Ring)—sepertinya tempat tinggal para pekerja dan petualang.

Erin tersenyum pada Lyra.

"Lihat, Sayang. Kota kita ini indah, bukan?"

Lyra mengangguk dalam hati. Lingkungan baru ini memang menawan, tetapi juga mengingatkannya pada betapa besar jurang yang harus ia lewati. Ia harus menguasai bahasa kuno, Mana tingkat Archmage, dan teknik pedang Dewa.

Tiba-tiba, pandangan Lyra menangkap sesuatu yang menarik di area komersial. Ada papan pengumuman besar yang dipenuhi dengan kertas-kertas berisi tulisan tangan dan ilustrasi. Itu pasti tempat para petualang dan pekerja mencari tugas.

Erin menghentikan kereta di depan sebuah rumah teh yang elegan.

"Kita akan minum teh dulu, Lyra. Mama ingin bertemu dengan Duchess Onia,"

kata Erin.

Saat Erin masuk, ia menyerahkan Lyra kepada Mia. Lyra menatap ke arah papan pengumuman itu.

Itu pasti 'Guild Board' atau semacamnya! batin Reni. Aku harus melihatnya! Di sana ada informasi pekerjaan, mungkin petunjuk tentang cara mendapatkan uang, atau cara kembali ke duniaku!

Lyra, yang sudah merasa tubuh bayinya terlalu pasif, kini punya misi baru yang mendesak.

Lyra harus membuat Mia mendekat ke papan pengumuman itu tanpa mengeluarkan suara bayi yang mencurigakan.

Lyra (Reni) benar-benar kesal. Upayanya untuk mengintip Papan Pengumuman saat di Kota Silvania berakhir sia-sia. Begitu Mia mendekat sedikit, Lyra melihat tulisan di papan itu.

Itu bukan hanya bahasa Kuno para Archmage, itu adalah tulisan tangan yang berbeda-beda, penuh singkatan, dan—yang paling membuatnya frustrasi—alfabetnya sangat berbeda dari yang ia kenal. Bukan Latin, bukan Arab, apalagi aksara Mandarin. Itu adalah serangkaian simbol dan garis yang rumit.

Aku butuh setidaknya enam bulan hanya untuk menghafal alfabetnya, batin Reni putus asa.

Ia menyadari bahwa di dunia ini, otaknya yang dewasa adalah satu-satunya aset. Tubuhnya hanyalah beban. Maka, ia menghabiskan setahun penuh dengan fokus tunggal: Menyerap Bahasa dan Mana.

Ia memanfaatkan posisi bayinya. Saat para pelayan atau orang tuanya berbicara, ia mencuri dengar. Ia memproses setiap kata dan frasa. Lyra memaksa dirinya untuk membedakan antara Common Tongue dan Ancient Speech (yang ia yakini sebagai bahasa formal dan sihir).

Dia juga terus-menerus berkonsentrasi pada Mana. Rasa energi yang mengalir di udara. Awalnya hanya sensasi samar, tetapi seiring waktu, ia mulai bisa membedakan Mana Ayahnya

(padat, tajam, seperti baja)

dan Mana Ibunya

(berkilauan, fleksibel, seperti air).

 

Satu tahun berlalu dengan cepat dalam kalender dunia ini, tetapi terasa seperti satu dekade bagi Reni yang terjebak. Kini, Lyra bukan lagi bayi yang hanya bisa merengek dan tengkurap.

Ia sudah bisa merangkak dengan kecepatan luar biasa dan bahkan berjalan sebentar-sebentar sambil berpegangan pada furnitur. Rambut cokelat halusnya sudah mulai menebal dan mata hijaunya bersinar cerah dengan kecerdasan yang tidak wajar untuk anak seusianya.

Di hari ulang tahunnya yang pertama, Ayahnya, Racel Astrea, memberinya hadiah. Bukan boneka mewah, melainkan sebuah pedang kayu kecil yang lebih panjang dari pedang sebelumnya, dibuat dengan sangat detail, seolah-olah itu adalah pedang sungguhan yang diperkecil.

Ibunya, Erin, memberinya sebuah liontin kristal kecil yang tergantung di lehernya. Liontin itu memancarkan kehangatan lembut.

"Liontin itu akan melindungimu dan membantu menstabilkan Mana-mu, Lyra,"

bisik Erin lembut.

Lyra tahu ini adalah waktunya untuk bergerak.

Malam itu, setelah para pelayan memastikan ia tidur dan semua lampu dimatikan, Lyra membuka matanya. Ia merasakan tubuhnya, membandingkannya dengan kekuatan yang ia ingat sebagai Reni.

Jauh. Aku masih jauh.

Namun, kini ia punya modal:

Lyra sudah menguasai Common Tongue dan mulai memahami dasar-dasar Ancient Speech (terutama yang berkaitan dengan sihir).

Ia sudah bisa merasakan dan membedakan jenis Mana di sekitarnya. Liontin itu terasa seperti katalis, membuatnya lebih mudah fokus pada energi.

Ia bisa bergerak.

Reni yang lama, yang merantau demi ibunya, tahu bahwa sukses di perantauan butuh inisiatif.

Lyra merangkak perlahan dari boks bayinya. Ia meraih pedang kayu yang baru. Otot-otot kecilnya menegang. Ini bukan latihan sungguhan, ini hanya mencoba.

Ia berdiri, berpegangan pada tepi ranjang. Ia mengangkat pedang kayu itu. Beratnya hampir tidak ada, tetapi bagi tubuhnya, ini adalah beban yang signifikan.

Ia mencoba menirukan posisi kuda-kuda yang ia lihat dari Ayahnya, sambil membayangkan teknik pedang sang Dewa Pedang. Ia terhuyung. Ia terjatuh di atas karpet beludru.

Lyra tidak menangis. Ia tersenyum kecil penuh tekad.

"Baiklah, Papa Racel. Latihan dimulai sekarang. Dan Mama Erin..."

Lyra memandangi liontin kristalnya.

"Mari kita lihat apakah Mana ini bisa membuatku berlatih pedang lebih cepat."

 

Waktu berlalu bagaikan air yang mengalir di pegunungan Silvania. Lyra (Reni) yang dulunya hanya bisa merangkak, kini telah menjadi anak perempuan berusia empat tahun yang cerdas dan lincah.

Empat tahun adalah waktu yang lama untuk Reni yang terperangkap dalam tubuh Lyra, tetapi ini adalah waktu emas untuk pelatihan rahasia.

Hidup di kastil mewah memiliki satu keuntungan besar: banyak tempat tersembunyi. Lyra bisa menggunakan segala cara untuk berlatih tanpa diketahui pelayan dan orang tuanya:

Pedang kayu kecil yang diberikan Ayahnya, Racel, telah diganti dengan versi yang sedikit lebih panjang dan kokoh. Lyra berlatih ayunan dasar di malam hari, di bawah selimut tebal di boks bayinya, atau di gudang anggur tua yang jarang dikunjungi.

Ia menyadari bahwa ia tidak bisa mengandalkan otot dewasa Reni. Fokus Lyra adalah membangun dasar fisik yang kuat. Ia sering meminta izin kepada Mia untuk "bermain" di taman, yang ia gunakan untuk latihan sprint pendek dan push-up rahasia di balik semak-semak.

Lyra kini bisa mengayunkan pedang kecilnya dengan gerakan dasar yang benar dan stabil. Kuda-kudanya masih jauh dari sempurna, tetapi kecepatannya sudah melebihi anak-anak normal seusianya.

Liontin kristal dari Erin benar-benar membantunya. Lyra menggunakan liontin itu sebagai fokus, bermeditasi setiap hari untuk menarik Mana dari atmosfer. Ia kini tidak hanya merasakan Mana, tetapi juga bisa mengumpulkannya di telapak tangannya (meski hanya berupa kilau cahaya redup yang cepat menghilang).

Berkat kemampuan berbicaranya, ia mulai menghafal mantra-mantra dasar

(Bahasa Kuno)

dari buku-buku yang ia curi-curi lihat di perpustakaan. Mantra pertamanya adalah: Kontrol Angin

(Wind Control)

gerakan Mana paling sederhana untuk menggerakkan objek kecil.

Lyra berhasil membuat sehelai daun melayang setinggi lutut selama lima detik. Prestasi yang luar biasa untuk anak seusianya, tetapi sangat rentan.

Meskipun Lyra sudah bisa berbicara, ia harus mempertahankan citra sebagai anak perempuan yang manis dan polos di siang hari.

"Mama, Lyra suka bunga mawar ini,"

katanya dengan suara imut yang ia pelajari dari film-film kartun.

(Padahal dalam hati ia berpikir, Aku ingin tahu apakah bunga ini bisa kuselimuti dengan Api!)

Mia dan Erin memujinya. Racel, sang Dewa Pedang, hanya tersenyum tipis dan sering memperhatikan Lyra dengan tatapan yang sulit diartikan.

Suatu sore, saat Lyra sedang "bermain" di ruang tamu, ia bersembunyi di balik sofa. Ia mencoba gerakan pedang baru yang ia lihat dari Ayahnya. Lyra mengangkat pedang kayunya, mencoba ayunan vertikal cepat.

Ayunan Vertikal, diikuti dorongan Mana Angin untuk menambah kecepatan!

Ia berkonsentrasi pada Mana di liontinnya, menariknya ke lengan, lalu mengayun.

WHUSH!

Ayunan pedang itu memang cepat, tetapi Mana yang tidak stabil malah menciptakan hembusan angin kecil yang tidak terkontrol. Angin itu tidak hanya membuat pedang kayu Lyra meleset, tetapi juga menerbangkan sebuah vas bunga porselen mahal yang berada di atas meja kecil di dekatnya.

Vas itu jatuh ke lantai dengan suara

"PRANG!"

yang memekakkan telinga.

Jantung Reni (Lyra) mencelos.

Sial! Aku ketahuan!

Pintu terbuka dengan cepat. Racel Astrea, ayahnya, berdiri di ambang pintu, matanya yang tajam menatap pecahan vas, lalu ke arah Lyra yang mematung dengan pedang kayu di tangan. Ekspresi di wajahnya... kosong.

"Lyra,"

panggil Racel, suaranya pelan, tetapi penuh otoritas.

"Apa yang terjadi?"

Lyra tahu ini adalah saatnya. Berbohong tidak ada gunanya. Dia harus membuat ayahnya percaya bahwa ini hanyalah kecelakaan. Namun, insting Reni berteriak, Tunjukkan saja kemampuanku!

Lyra menundukkan kepala.

"Maaf, Papa. Lyra... Lyra hanya ingin berlatih seperti Papa."

Mata Racel Astrea, Dewa Pedang legendaris, menyempit saat ia melihat vas porselen mahal yang hancur di lantai. Aura dingin dan berwibawa yang selalu menyelimutinya seketika memancar, cukup kuat untuk membuat Lyra (Reni) yang telah lama menjadi pemuda pemberani, merasakan getaran ketakutan.

Selesai. Tamat. Aku pasti akan dihukum duduk di pojok kamar selama sebulan,

pikir Reni, bersiap untuk dimarahi.

Lyra menundukkan kepala mungilnya, membiarkan pedang kayu itu terlepas dari genggamannya dan jatuh ke lantai. Ia memutuskan untuk jujur,

"Maaf, Papa. Lyra... Lyra hanya ingin berlatih seperti Papa."

Racel melangkah mendekat. Setiap langkahnya terasa disengaja, mengikis jarak antara dirinya dan Lyra yang kini diliputi rasa bersalah. Tangan besarnya terulur.

Lyra memejamkan mata, menunggu cubitan atau teguran keras

.

Namun, yang ia rasakan selanjutnya adalah kehangatan yang tak terduga.

Bukannya memarahinya, Racel justru mencengkeram ketiak Lyra, mengangkat putrinya tinggi-tinggi, dan berputar dengan tawa yang berderai! Tawa itu kuat, lepas, dan penuh kegembiraan—tawa yang jarang sekali didengar di kastil itu.

"Hahaha! Putriku! Putriku yang pemberani!"

seru Racel, raut wajahnya yang tadinya serius kini dipenuhi kebanggaan. Ia memeluk Lyra erat-erat, seolah Lyra baru saja memenangkan turnamen duel pedang.

"Jadi... kau mengayunkan pedang?"

tanya Racel, menatap Lyra lekat-lekat.

"Kau melihat Ayah berlatih, dan kau mencoba menirunya?"

Lyra mengangguk cepat, memanfaatkan momentum kegembiraan ayahnya.

"I-iya, Papa! Lyra mau se-sekuat Papa!"

Mata Racel berkilauan.

"Luar biasa! Tidak ada hadiah yang lebih baik untuk seorang ayah, selain mengetahui putrinya mewarisi semangat juang Astrea!"

Ia lalu merendahkan suaranya sedikit.

"Dan kau berhasil membuat hembusan angin kecil yang tidak stabil. Itu Mana Angin, bukan?"

Reni terkejut.

Dia tahu! Sejak kapan?!

"Ayah tahu,"

bisik Racel, seolah membaca pikiran putrinya.

"Sejak hari kau lahir. Mana di tubuhmu selalu bergejolak. Kau berusaha keras menyembunyikannya dari Mama dan para pelayan, tapi kau tidak bisa menyembunyikannya dari Dewa Pedang."

Racel menurunkan Lyra dan berlutut, menatap pecahan vas itu.

"Vas ini mahal, dan Mama Erin mungkin akan marah. Tapi demi semangat yang kau tunjukkan, Ayah akan menutupinya."

Ia kemudian mengambil pedang kayu Lyra dan memegangnya. "Lyra," katanya dengan nada yang kini berubah serius dan instruktif.

"Mulai sekarang, kau tidak perlu berlatih secara diam-diam. Papa sendiri yang akan melatihmu."

Racel mengembalikan pedang kayu itu.

"Mulai besok pagi, setelah sarapan, kita akan berlatih kuda-kuda dan dasar pernapasan di ruang latihan bawah tanah. Tapi ingat, ini adalah rahasia antara kita berdua. Mama Erin harus tetap berpikir kau adalah Lady kecil yang lembut, setidaknya untuk saat ini. Setuju?"

Reni, yang awalnya hanya ingin menjadi Raja Iblis, kini mendapatkan tawaran yang jauh lebih baik: pelatihan pribadi dari Dewa Pedang. Wajahnya bersinar, ia mengangguk penuh semangat.

"Setuju, Papa! Rahasia!"

jawab Lyra dengan suara bayi yang antusias.

Dengan Lyra kini memiliki mentor pedang resmi (dan rahasia)

1
Anonymous
ceritanya wahhh, sih. cuma kayaknya penulisan nya bisa lebih emosional lagi
Anonymous
gila plot twist nya
Moge
episode 4 udah mulai seru jir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!