NovelToon NovelToon
Pembalasan Anak Korban Pelakor

Pembalasan Anak Korban Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Cerai / Keluarga / Balas dendam pengganti / Balas Dendam
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

"Aku akan menghancurkan semua yang dia hancurkan hari ini."
Begitulah sumpah yang terucap dari bibir Primordia, yang biasa dipanggil Prima, di depan makam ibunya. Prima siang itu, ditengah hujan lebat menangis bersimpuh di depan gundukan tanah yang masih merah, tempat pembaringan terakhir ibunya, Asri Amarta, yang meninggal terkena serangan jantung. Betapa tidak, rumah tangga yang sudah ia bangun lebih dari 17 tahun harus hancur gara-gara perempuan ambisius, yang tak hanya merebut ayahnya dari tangan ibunya, tetapi juga mengambil seluruh aset yang mereka miliki.
Prima, dengan kebencian yang bergemuruh di dalam dadanya, bertekad menguatkan diri untuk bangkit dan membalaskan dendamnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nafsu dan Amarah

"Kupikir kamu tidak akan datang, Prim."

Nyonya Julia, menyambut calon istri putra semata wayangnya itu dengan wajah berbinar. Akan sangat merepotkan baginya jika William marah karena kekasihnya tak jadi datang menjemputnya. Prima berusaha untuk tersenyum manis.

"Tidak mungkin saya gak datang Ma, saya sudah janji dengan William."

"Syukurlah kalau begitu. Ayo, panggil dia di kamarnya. Suasana hatinya sudah mulai tidak baik nungguin kamu dari siang tadi."

"Iya Ma."

Prima naik ke lantai dua rumah mewah itu, melewati tangga-tangga marmer yang mengkilat mengisyaratkan kemewahan disetiap jengkal langkah kakinya. Setiap pekerja dengan seragam biru muda yang ia temui di rumah itu selalu menunduk memberikan hormat kepadanya.

"Willi... Kamu di dalam?"

Tak ada suara sahutan dari dalam. Prima dengan perlahan membuka pintu kamar William dan masuk ke dalamnya. Ternyata William sedang memainkan sebuah vidio games di sana dengan sangat fokus.

"Sayang, aku datang. Ayo turun, Mama sudah menunggu kita untuk makan siang."

"Kamu terlambat datang, Prima. Tunggulah, aku sedang bermain games."

"Iya, maafkan aku. Meeting ku baru saja selesai. Aku tidak tahu akan semundur ini."

Prima tahu William sedang kesal, sama.seperti dirinya yang juga kesal dengan tingkah William. Ia tak mau mengambil resiko membuatnya menjadi tambah kesal jika ia memaksa untuk William segera turun. Maka Prima memilih untuk menunggu William menyelesaikan permainannya, duduk di atas kasur dengan menahan kesalnya.

Suara William yang berteriak keras sambil bermain games sungguh menguji kesabaran Prima. Iya berkali-kali mencoba mengalihkan rasa bosannya dengan membaca majalah-majalah di kamar William namun justru itu membuatnya merasa menyesal, majalah-majalah dewasa yang menjijikan, batin Prima.

"Sayang apa kamu masih lama? Kasihan Mama menunggu di bawah, Mama juga belum makan kan?"

William yang akhirnya kalah dalam bermain games melemparkan stick game dan headphone dengan kasar ke atas meja. Iya lalu berdiri dan menghampiri Prima yang duduk menunggunya di atas kasur.

"Ah menyebalkan sekali, aku kalah sayang."

"Sudahlah, nanti kamu bisa main lagi sampai menang. Sekarang ayo kita makan."

"Tunggu sayang."

William tiba-tiba menyergap tubuh Prima hingga ia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Wangi aroma floral dari parfum yang dipakai oleh Prima membuat jantung William berdesir dan memompa darah lebih cepat.

"Kamu harum sekali sayang, kamu membuatku bergairah."

William mulai menciumi leher Prima. Iya menindih tubuh Prima dan kedua tangannya meraba seluruh bagian tubuh prima yang terhimpit tak berdaya.

"Sayang, Mama menunggu di bawah."

William tidak menggubris. Ia terus menggerayangi tubuh ramping kekasihnya hingga jari-jarinya dengan lincah melepas satu demi satu kancing kemeja yang Prima kenakan.

Prima mulai panik. Ini adalah bagian yang paling ia benci dari hubungannya dengan William. meladeni nafsu William yang berapi-api setiap kali bertemu dengannya.

"Sayang, aku mohon jangan sekarang. Tidak enak dengan mama yang sudah menunggu di bawah. Lagi pula aku sangat lapar ayo kita turun makan."

Prima berusaha untuk mendorong tubuh William, tetapi laki-laki itu sudah setengah sadar. Ia telah mabuk oleh gairah yang tak terbendung lagi.

"Will!"

"Mendesah lah sayang, ini hukumanmu karena membuat aku menunggu lama."

William telah berhasil menyingkap spot bra milik Prima dan ia melumat isinya tanpa ampun. Suara kecupan demi kecupan membuat Prima merasa sangat tersiksa. Ia juga tidak mau ada pekerja di rumah itu yang melihat karena pintu kamar William tidak ia tutup sempurna saat masuk.

"Wil, tolong hentikan. Pintu kamarmu tidak aku tutup, nanti ada orang yang melihat."

"Biarkan saja. Mereka semua tahu bahwa kamu adalah calon istriku, milikku. Aku berhak atas dirimu seutuhnya."

William telah berhasil membuka seluruh kancing baju Prima dan kini ia mulai menurunkan rok yang ia kenakan. Dengan beringas William memutar tubuh Prima hingga ia tertelungkup, lalu memeluknya dari belakang.

Prima tak lagi mampu melawan. Sekalipun ia punya kekuatan untuk menghentikan William, namun itu tentu akan membuat William murka. Untuk saat ini, ia tak mau kemarahan Willian menghancurkan semua rencananya.

Prima meremas bad cover di bawah tubuhnya saat William mulai menancapkan keperkasaannya dari arah belakang. Sementara William mendesah nikmat, Prima justru meneteskan air mata. Setiap sentuhan bibir William di tengkuknya seperti sebuah sayatan pisau. Bahkan, tangan William yang meremas-remas bukit sintal Prima terasa sebuah pukulan yang menyesakkan dada.

"Maafkan Primordia, Ma. Primor melakukan semua ini bukan karena Prim mau."

Prima menangis dalam hati. Tubuhnya pasrah di bolak balik William dengan kasar hingga akhirnya William mengerang dalam puncaknya. Lalu ambruk dengan tubuh tanpa sehelai benangpun disamping tubuh Prima yang masih mengenakan kemeja dengan kancing terbuka dan bra yang tersingkap.

"Ah, terimakasih sayang. Ini adalah hidangan pembuka yang sangat nikmat "

William bangun sambil terengah-engah. Tubuhnya basah oleh peluh kenikmatan. Ia terhuyung-huyung memungut baju dan celananya yang ia lemparkan ke lantai saat berperang tadi. Masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Prima yang masih terlentang tak berdaya dengan hati hancur berkeping-keping.

"Kamu turunlah dulu temani mama. Aku akan menyusul."

William berteriak dari dalam kamar mandi.

Seketika Prima menelungkupkan tantangannya di wajah, ia menangis tanpa suara. Air matanya deras mengalir berharap bisa membasuh luka di hatinya sejenak.

Tak punya pilihan lain Prima mengancingkan kembali kancing kemejanya lalu membasuh area bawah dengan tisu yang ada di meja. Setengah Mati ya berusaha menahan agar air matanya tak lagi turun. Gemuruh di dalam dadanya membuat tekadnya semakin bulat untuk segera menyelesaikan misi besarnya.

"Mana Willy? Kok kalian lama sekali?"

"Maaf ma, Willy sedang main games. Dia minta saya buat nungguin."

"Trus dimana sekarang anak itu?"

"Mandi ma."

Prima menarik sedikit kebelakang kursi makan dan duduk berhadapan dengan nyonya Julia.

"William memang sangat beruntung mendapatkan calon istri seperti kamu. Sudah baik, sabar, setia, pintar. Mama sangat berterimakasih kamu mau menerima anak mama."

"Tidak ma, saya yang berterimakasih karena mama sudah melahirkan laki-laki seperti William untuk saya."

Prima menatap Nyonya Julia penuh senyuman. Dan Julia menggamit tangan Prima penuh rasa syukur.

"Berkatmu melahirkan laki-laki bodoh seperti William, aku tidak perlu berusaha terlalu keras untuk masuk ke dalam keluargamu, Julia."

Lanjut Prima dalam hati. Senyum yang mengembang dibibirnya ia buat seindah mungkin, walaupun senyum itu punya makna yanh sangat dalam baginya.

"Wah...wah, ada apa ini. Calon istriku dan ibuku saling berpegangan tangan."

William turun dari kamarnya dengan rambutnya yang sudah basah. Iya lalu mengambil posisi duduk di sebelah kanan Prima.

"Tidak sayang, Mama baru saja memuji calon istrimu yang sangat sempurna ini."

"Oh, kalau begitu kita punya pendapat yang sama ma. Buat Willy, Prima memang sangat sempurna."

William meletakan tangan kirinya ke atas paha Prima dan mengusap-usapnya tanpa ibunya sadari. Senyum William mengisyaratkan hal yang tak senonoh lagi. Membuat Prima terpaksa membalas dengan genit. Padahal, dalam hati, umpatan menghujam tanpa henti.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!