"Salahkah aku mencintainya?" -Regina-
"Ini hanya tidur bersama semalam, itu adalah hal biasa" -Arian-
-
Semuanya berawal dari kesalahan semalam, meski pria yang tidur bersamanya adalah pria yang menggetarkan hati. Namun, Regina tidak pernah menyangka jika malam itu adalah awal dari petaka dalam hidupnya.
Rasa rindu, cinta, yang dia rasakan pada pria yang tidak jelas hubungannya dengannya. Seharusnya dia tidak menaruh hati padanya.
Ketika sebuah kabar pertunangan di umumkan, maka Regina harus menerima dan perlahan pergi dari pria yang hanya menganggapnya teman tidur.
Salahkah aku mencintainya? Ketika Regina harus berada diantara pasangan yang sudah terikat perjodohan sejak kecil. Apakan kali ini takdir akan berpihak padanya atau mungkin dia yang harus menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Pakai Pengaman?
Regina baru saja selesai mandi, seluruh tubuhnya terasa remuk redam. Dia berdiri di depan cermin dan melihat banyak tanda kemerahan di leher dan dadanya. Regina mengusapnya pelan.
"Aduh, bagaimana aku akan menutupi bekas ciuman ini"
Regina merutuki dirinya sendiri karena terbawa suasana semalam hingga dia terus minum dan mabuk parah. Dan sekarang berakhir seperti ini dengan Arian.
Hanya bermalam bersama, bukankah itu biasa.
Ucapannya masih terus berputar dalam ingatan Regina. Entah kenapa itu terdengar cukup menyakitkan bagi Regina yang baru pertama kali melakukannya. Arian adalah yang pertama baginya.
Regina melihat sepasang pakaian lengkap di atas sofa di ruang ganti ini. Sepertinya Arian yng menyiapkan. Dia sudah pergi keluar saat Regina masih berada di kamar mandi.
Setelah selesai berpakaian, Regina segera mengambil ponsel dan tasnya. Lalu menenteng sepatunya dan keluar dari kamar. Regina sudah berada di depan pintu keluar, memakai sepatunya dan ingin keluar dari Apartemen ini. Tapi, ketika dia membuka pintu di depannya sudah berdiri Arian dengan kantong plastik ditangannya. Regina terdiam melihat tatapan tajam dari Arian.
"Kau mau kemana?"
"Em, aku mau pulang"
Tatapan Arian semakin tajam menusuk, membuat Regina terdiam dan mulai menciut. Hanya diam membeku di tempatnya, menundukan wajahnya karena takut menatap wajah Arian.
Arian menarik tangan Regina dan membawanya masuk kembali ke dalam Apartemen. Menutup pintu dengan kasar.
"Setelah yang terjadi semalam, kau akan pergi begitu saja? Iya? Kau menganggap ini hanya kesalahan satu malam? Iya?"
Regina terdiam melihat kemarahan Arian saat ini. Tangannya masih di cengkram kuat oleh pria di depannya ini. Sekarang Regina bingung harus bagaimana menyikapi sikap Arian padanya.
"Lalu, kita harus bagaimana? Diantara aku dan kamu tidak pernah ada hubungan apapun. Jika ini bukan kesalahan semalam, lalu aku harus menganggapnya apa?" ucap Regina sedikit tergugu.
Arian menghembuskan napas kasar, dia melepaskan tangan Regina. Berjalan ke arah meja makan. "Makanlah, aku sudah beli makanan untukmu. Kita bahkan melewati sarapan, jadi sekarang sudah waktunya makan siang"
Regina menatap Arian dengan bingung, melihat sikap pria ini yang benar-benar tidak jelas apa yang dia inginkan. Regina menghela napas, lalu berjalan ke arah Arian di meja makan.
"Mobilmu masih di Gedung, nanti aku minta seseorang untuk mengambilnya. Berikan saja kunci mobilnya" ucap Arian.
"Em, aku ambil sendiri saja. Sekarang juga harus ke Kantor, pasti Tuan Sam akan mencariku"
Arian tidak menjawab lagi, dia mengambilkan makanan untuk Regina. "Makanlah, nanti aku antar kau"
Regina tidak berkata apapun lagi, dia memakan makanannya dengan tenang. Begitu pun dengan Arian, meski sesekali dia melirik perempuan di depannya ini.
Selesai makan, Arian mengantar Regina ke Kantor. Sepanjang perjalanan tidak ada lagi percakapan diantara mereka berdua. Regina yang juga bingung harus berbicara apa dengan pria disampingnya ini.
"Berikan kunci mobilmu, biar orangku mengambilnya" ucap Arian setelah mereka sampai di depan Perusahaan Raygan.
"Em, aku bisa mengambilnya sendiri. Tidak perlu repot-repot"
Arian menengadahkan tangannya di depan Regina, tatapannya begitu tajam. "Berikan padaku. Kau tidak bisa membantah!"
Regina menghela napas pelan, kenapa Arian begitu memaksa dan benar-benar sulit untuk dibantah. Akhirnya Regina memberikan kunci mobilnya pada Arian. Membantah pun percuma, karena pria itu benar-benar sulit untuk dibantah setiap ucapan yang sudah dia putuskan.
"Em, kalau begitu aku turun dulu. Terima kasih sudah mengantar"
"Hmm"
Regina turun dari mobil, berjalan masuk ke Perusahaan. Ketika dia baru sampai di depan Lift, seseorang berteriak memanggilnya, Regina menoleh dan melihat Arina yang berjalan ke arahnya.
"Gin, kamu baru datang juga?" tanya Arina.
Regina mengangguk, dia tersenyum pada Arina, untuk menutupi kegugupannya. Berpikir jika Arina mungkin melihatnya pergi dengan saudara kembarnya.
"Oh, tumben sekali datang siang. Oh ya, tadi di depan aku juga seperti melihat mobil Arian, untuk apa dia kesini ya?"
Tubuh Regina seketika membeku, sudah seperti dugaannya jika Arina mungkin melihat mobil saudara kembarnya. Regina meremas celana panjang longgar yang dia pakai. Tiba-tiba dia berubah gugup dan panik.
"Ah, mungkin kamu salah lihat. Tidak ada pertemuan diantara Perusahaan kalian dan Perusahaan Raygan. Lagian kalaupun ada, yang datang biasanya Kak Rean"
Arina mengangguk pelan, dia merangkul lengan Regina dan ketika itu pintu lift terbuka. Mereka masuk bersamaan ke dalam kotak besi itu.
"Mungkin iya aku hanya salah lihat" ucap Arina, dia menoleh pada Regina dan melihat sesuatu yang aneh. "Gin, itu leher kamu kenapa merah-merah?"
Bukannya bodoh, Arina juga tahu bekas apa itu. Tapi dia tidak mau langsung berpikir terlalu jauh atas apa yang telah terjadi pada Regina. Jadi, dia bertanya seolah dia tidak tahu.
Regina panik, dia segera memegang lehernya dengan sedikit panik. Menarik kerah bajunya semakin atas untuk menutupi bekas kemerahan itu. Meski tetap tidak tertutup semuanya.
"Ah, ti-tidak papa. Ini tadi ada serangga"
Arina hanya mengangguk saja, dia tidak akan mendesak Regina untuk bertanya kenapa bisa ada tanda itu di lehernya. Arina tidak ingin terlalu ikut campur juga.
"Jika ingin menjalin hubungan, harus tahu dulu bagaimana pria itu, Gin. Bukannya aku menyamakan, tapi aku takut apa yang terjadi pada Alea juga terjadi padamu. Lihatlah, Kak Athan memang sangat pecundang dengan tidak mau bertanggung jawab. Meski sekarang semuanya sudah baik-baik saja, tapi tetap saja cerita itu akan selalu melekat pada setiap keluarga yang tahu kisahnya"
Regina terdiam, detak jantung begitu cepat. Mengingat semalam, apa Arian menggunakan pengaman untuk itu, atau tidak? Jika tidak, maka Regina akan celaka. Bagaimana jika dia hamil seperti adiknya dulu, hamil diluar nikah. Aa... itu tidak boleh terjadi.
Aku akan bertanya padanya nanti, karena aku tidak ingat apa dia menggunakan pengaman atau tidak semalam.
Meski tidak cukup fokus hari ini, Regina tetap menyelesaikan beberapa pekerjaan. Pikirannya terus dipenuhi dengan ucapan Arina tadi, dan juga kejadian semalam diantara dirinya dan Arian.
"Aaa... Regina, kenapa kau begitu bodoh semalam"
Dia mulai frustasi memikirkan yang telah terjadi semalam. Mengacak rambutnya lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja. Benar-benar cukup frustasi.
"Bagaimana jika dia tidak memakai pengaman, dan aku bisa .... aaa tidak boleh, aku tidak boleh seperti Alea"
Mengingat adiknya juga hamil diluar nikah karena dia mabuk semalam. Lalu menikah dengan Rean yang sebenarnya bukan Ayah kandung si bayi, Rean adalah Kakak dari Ayah kandung si bayi. Meski sekarang semuanya sudah selesai. Tapi, jika Regina mengalami hal yang sama seperti Alea, maka dia harus bagaimana?
Bodoh! Kau terlalu bodoh Regina, kenapa tidak bisa menahannya semalam. Kenapa harus mabuk begitu parah.
Hanya bisa merutuki kebodohannya tadi malam. Namun, semuanya sudah terlanjur.
Bersambung
Aa... Author masih polos ya..
semoga reghina slalu baik baik dan kandungan nya sehat,,,Samuel beri perlindungan pada reghina..takut ada yg mencelakai nya
Mungkin ada keajaiban esok hari