NovelToon NovelToon
Married By Mistake (Terpaksa Menikahi Sahabat)

Married By Mistake (Terpaksa Menikahi Sahabat)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Konflik etika / Pernikahan Kilat / Persahabatan / Romansa
Popularitas:954
Nilai: 5
Nama Author: Moira Ninochka Margo

"Aku hamil, Fir, tapi Daniel tidak menginginkannya,"

Saat sahabatnya itu mengungkapkan alasannya yang menghindarinya bahkan telah mengisolasikan dirinya selama dua bulan belakangan ini, membuatnya terpukul. Namun respon Firhan bahkan mengejutkan Nesya. Firhan, Mahasiswa S2, tampan, mapan dan berdarah konglomerat, bersedia menikahi Nesya, seorang mahasiswi miskin dan yatim-piatu yang harus berhenti kuliah karena kehamilannya. Nesya hamil di luar nikah setelah sekelompok preman yang memperkosanya secara bergiliran di hadapan pacarnya, Daniel, saat mereka pulang dari kuliah malam.

Di tengah keputus-asaan Nesya karena masalah yang dihadapinya itu, Firhan tetap menikahinya meski gadis itu terpaksa menikah dan tidak mencintai sahabatnya itu, namun keputusan gegabah Firhan malah membawa masalah yang lebih besar. Dari mulai masalah dengan ayahnya, dengan Dian, sahabat Nesya, bahkan dengan Daniel, mantan kekasih Nesya yang menolak keras untuk mempertahankan janin gadis itu.

Apa yang terjadi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moira Ninochka Margo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TIGA Serpihan—Firhan

BUTUH sepersekian detik, gadis itu baru tersentak sadar dari syoknya. Aku juga tak tahu, apa yang telah terjadi dengannya. Selepas mengangkat telepon misterius yang tak kuketahui itu, ia terdiam bak patung ukiran indah. Namun, mata hitam bulat nun indahnya itu seperti menunjukkan kesedihan mendalam. Entah ada apa, tapi saat ini, hanya bisa terdiam dan menyemangati istriku itu. Bukan tak peduli pada semuanya, hanya saja, ingin membiarkan dirinya tenang dulu, lalu menanyakan hal ini.

Aku mendekap Nesya begitu erat. Airmata tanpa hentinya mengalir di pipi putih lembutnya. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja," desahku berbisik di telinganya yang masih mendekap begitu erat, lalu membantunya berbaring dan tidur.

Aku tak tahu apa yang saat ini ia rasakan, aku tak tahu apa itu. Meski, aku tak tahu siapa si penelepon misterius itu, tapi aku kenal wajah dan mata kelam itu yang saat ini masih mengalirkan airmata. Yeah, itu mata dan raut wajah saat terakhir Daniel dan gadisku ini berbicara dan bertemu.

Mungkinkah? Benakku lagi-lagi seolah bergemuruh memikirkan mereka.

Setelah cukup tenang dan isak tangisnya mereda, aku lalu mengajaknya shalat untuk menenangkan hati dan pikirannya. Ia begitu khusyu’ dalam ibadahnya, bahkan ketika ia berdzikir kepada Allah. Selang tak beberapa lama setelah mengecup tanganku, aku lalu mengecup keningnya dan menuntunnya ke tempat tidur. Sepertinya ia begitu lelah setelah menangis beberapa saat. Mataku ikut terpejam, saat deru napas lembutnya terdengar dalam dekapan.

Pagi mengintip di sela-sela tirai dinding-dinding kamar kami. Bangunan dinding di tingkat dua memang terbuat dari kaca flanel yang besar dan tebal, yang sengaja di pasang khusus untuk dinding rumah. Jika berada dalam ruangan ini, kami bisa melihat pemandangan kota Jakarta dengan bangunan-bangunan tingginya. Namun, jika berada di luar dan memandang kemari, maka hanya kegelapan yang terlihat dan tak tampak. Beberapa dinding juga di ukir dengan motif indah dan Nesya sangat menyukai itu.

Aku lalu menyibakkan tirai biru yang melapisi tirai putih, kemudian menggesernya sedikit, hingga matahari pagi penuh vitamin D itu menembus ruangan dan menyentuh wajah istriku. Matanya berkerut dalam masih terpejam, ia berusaha menghindari cahaya matahari. Ringisannya terdengar di bibir mungilnya yang msih berwarna merah muda meski tanpa di poles lipstick. Senyuman kembali merekah dan memandang Nesya yang masih membiaskan matanya oleh kilauan cahaya matahari.

"Pagi, Istriku sayang." Sapaku lalu mengecup dan membuatnya berkedip berulang kali ke arahku. Ia tersenyum simpul sembari menggeliat.

"Pagi, Fir .… Fir?" Lirihnya yang enggan terbangun dari tidurnya, lalu terkejut seolah menyadari sesuatu di akhir kata.

Senyuman lebar kini nampak, lalu mendaratkan kecupan di kening gadis manja ini. Ia melirik jam sekilas dan dengan panik memandangku. "Kenapa masih di sini?" Tanyanya bingung.

"Sejak kapan aku tidak bisa berada di kamarku sendiri?"

Gadis itu mendesah, lalu memberengut. "Bukan seperti itu. Tapi maksudku, apa kamu libur hari ini?" tanyanya sembari bangkit dan duduk.

"Tidak juga." Ringanku.

"Lalu?"

"Hanya ingin menjaga istriku," timpalku ringan memandangnya sembari menaikkan bahu.

Gadis itu mendesah. Tapi, senyumnya tak dapat ia sembunyikan dariku. "Aku tidak apa-apa, sungguh. Maaf, atas sikapku semalam yang tiba-tiba,"

Aku mengangkat bahu dengan penuh senyuman ringan. "Tidak masalah. Tapi, oh, ayolah, masa boss tak boleh izin bila istrinya sakit? Stafku saja berlaku seperti itu, masa aku pemilik kantor, tidak?"

"Tapi, Fir—"

"Sudahlah, ayo makan. Aku sudah memasakkan untukmu. Dan, jangan melarangku lagi menemani juga merawat istriku hari ini!" elakku berdalih membantah tidak mau kalah, mengingat ia memiliki keras kepala akut.

"Memang siapa yang sakit? Huh!" Cibirnya memberengut dan membuatku terkekeh.

Nesya lalu makan dengan patuh dalam suapanku, meski raut wajahnya sengaja di pasang dengan tampang kesal dan cemberut, tapi bahkan sedikit pun tak menggangguku. Aku hanya menanggapinya dengan senyuman dan memasang tampang innocent.

...* * *...

 

Aku hanya bisa memandang keluar ke arah kota metropolitan ini dari jendela besar kantorku. Memandang dari ketinggian dalam suasana sore. Seperti biasa, jalan begitu tampak sesak dengan kendaraan berlalu lalang.

Aku masih berusaha meredam dan menekan amarah yang sudah sedari tadi bergemuruh dalam benakku. Sejak lelaki tinggi jangkung itu berada dalam ruanganku yang nekat menemui di kantor. Aku kini mengusap wajah dan mendesah berat, terdiam sejenak menatap lekat-lekat keluar jendela yang entah apa kucari di sana, kemudian mendesah berat.

"Apa maumu datang kemari?" tanyaku defensive, mulai berbicara lagi setelah sejenak terdiam, tanpa berbalik memandangnya yang tengah duduk sedari tadi di sofa cokelat dan mungkin masih memandangku.

"Sudah kubilang, aku ingin menemuimu dan meminta maaf—"

"Bukan itu! Apa sebenarnya tujuanmu menemuiku?" desakku menyambar dengan dingin dan terdengar agak membentak sambil menekan setiap kosakata di akhir kalimat.

Dia saat ini terdiam dan seketika membuatku berbalik memandang wajah gusar dan pucatnya.

Anak itu benar-benar berantakan sekali. Dia bukan seperti Daniel yang kukenal dahulu dan terakhir kulihat. Tubuhnya menurun drastis dan berubah sangat jangkung dengan wajah putihnya yang terlihat tirus saat ini. Bahkan, mata sipitnya terlihat cekung dan lingkaran hitam sangat jelas di mata itu.

Entahlah, apa yang telah terjadi dengannya.

"Apa yang kau mau dari Nesya-ku?" selidikku dingin mencoba lagi. Namun, aku sengaja menekan kosakata terakhirku.

Wajahnya terangkat dan memandangku sejenak. Kemudian, "Aku merindukannya, Firhan, aku—"

"Setelah kau mencampakkannya seperti itu?" Bentakku menyela dan memotong ucapannya yang tanpa sadar, nada suaraku naik satu oktaf di indera pendengarku sendiri.

Aku tahu arah pembicaraan ini. Dengusan kasarku terdengar, lalu tersenyum sarkasme ke arahnya setelah ia menunduk. Dan ia tahu, aku tak suka pemikiran tololnya itu.

"Kumohon, Firhan? Terakhir kalinya?" mohonnya lirih yang kini nyaris berbisik. Kedengarannya seperti … bersalah, sedih dan … Putus asa? Benarkah ia begitu? Batinku telah penasaran dan rasa bersalah mulai menjalar di syarafku.

Tapi, aku tidak bisa. Biar bagaimana pun, aku tidak suka dan sangat marah padanya karena telah mencampakkan Nesya seperti itu. Sebagai sahabat Nesya dahulu dan suaminya yang sekarang, aku masih marah dan kecewa pada lelaki itu. Terlebih, saat ingatan di otakku lagi-lagi memutar saat aku melihat keadaan Nesya yang sangat rapuh, frustasi dan … hilang kehidupan.

Oh Tuhan, rasanya aku ingin memukul lelaki bodoh ini! Benakku begitu gemas yang seketika menghela napas berat, dan  lagi-lagi menekan keras rasa amarah di dada yang mulai memberontak.

Benar, ia ingin bertemu Nesya-ku, mantan kekasihnya yang telah menjadi istriku. Saat ini, begitu susah payah menekan keras mulutku untuk diam, tak mengeluarkan kata kasar padanya. Lalu, Berbalik lagi memunggungi dengan mata yang enggan memandangnya—benar-benar mengingatkanku pada kejadian terakhir itu setiap melihat wajahnya. Tanganku lalu terangkat dan meremas rambutku dengan frustasi.

Bagaimana dia dengan mudahnya melupakan semuanya dan seenaknya mengambil keputusan seperti itu? Dan kemudian, kini, dengan tampang bodohnya yang seakan-akan tak pernah terjadi, ia memintaku….

Dengusanku terdengar dan tak meneruskan gejolak amarahku yang tengah berkecamuk serta gemuruh di benak saat ini.

Oh, apakah dia penyebab Nesya menjadi syok beberapa hari yang lalu?

Pikiran yang seketika mulai curiga dengan keadaan Nesya yang tetiba saja terlintas, kini mengusikku. Tanpa sadar, tanganku terkepal erat.

"Jangan memperlihatkan wajahmu lagi," suara desisan mengancam yang penuh defensif itu keluar begitu saja tanpa bisa kukontrol.

"Apa?"

Aku bisa mendengar, suara Daniel yang terkejut dan tak menyangka melihat perubahan sikapku. Aku lalu berbalik memandangnya menuding sejenak dengan raut wajah dingin dalam tatapan tajam dan sarkasme. "Pergi dari sini!" Sahutku menekan kosakata sambil memandangnya tajam.

"Fir, kamu salah paham. Kupikir kita bisa bicara—"

"KUBILANG, PERGI DARI SINI, DANIEL!" Bentakku dengan nada meninggi memandangnya tajam. Tanganku benar-benar terkepal erat karena menahan diri.

Daniel menatapku  sesaat, seperti mencari sesuatu, lalu mendesah pasrah. "Mungkin bukan saat ini," gumamnya memandangku penuh arti setelah mendesah berat, lalu bergegas dengan enggan, kemudian menyambar jaket jins di sebelahnya yang tergeletak di sofa. Dan, berlalu tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Aku mendesah keras, berbalik dan nyaris meninju jendela kaca di hadapanku ini. Memejamkan mata dan mengatur napasku kembali, berusaha mengontrol kembali diri ini. Dengan kasar, merogoh ponselku di tuksedo dan menekan tombol cepat. Lalu, "Aku perlu bicara, " sahutku kelam kemudiam mematikan telepon.

Pandanganku saat ini menembus dan menjelajah kota metropolis sembari tangan kanan bertumpu pada kaca ini dan tangan satuku lagi, meremas kuat ponsel. Senja mulai terlihat, desah panjang kini menguap di mulut dan hidung.

 

...* * * *...

1
Noveria_MawarViani
mampir juga ya ke novelku
Noveria_MawarViani
romantis banget
Noveria_MawarViani
bagus ceritanya
tasha angin
Gak sabar nunggu kelanjutannya!
Moira Ninochka Margo: halo kak, makasih udah baca, udah di up ya sampai bab 10
total 1 replies
Sky blue
Salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap!
Moira Ninochka Margo: halo, makasih udah mampir dan support. Moga betah, hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!