Yujin hanya ingin keluarga utuh dengan suami yang tidak selingkuh dengan iparnya sendiri.
Jisung hanya ingin mempertahankan putrinya dan melepas istri yang tega berkhianat dengan kakak kandungnya sendiri.
Yumin hanya ingin melindungi mama dan adiknya dari luka yang ditorehkan oleh sang papa dan tante.
Yewon hanya ingin menjalani kehidupan kecil tanpa harus dibayangi pengkhianatan mamanya dengan sang paman.
______
Ketika keluarga besar Kim dihancurkan oleh nafsu semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca Lavender, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Kim
Beberapa hari kemudian, keluarga besar berkumpul di rumah Chungyeon untuk memperingati hari kematian kakek Kim. Acara kecil yang sederhana, tapi sangat sakral dan harus dihormati oleh seluruh anggota keluarga.
Yujin datang mengenakan pakaian hitam sederhana. Wajahnya tenang, tapi tatapannya masih penuh luka. Ia menggandeng Sunghan dengan satu tangan dan Yewon di sisi lain. Sumin berjalan tegap di belakang mereka bersama Jisung, seperti penjaga pribadi.
Ketika mereka tiba, tamu-tamu yang merupakan kerabat jauh dan tetangga sekitar langsung menoleh. Banyak yang tahu apa yang terjadi. Tapi tak ada yang berani menatap langsung ke mata Yujin.
Beberapa menit kemudian, Jihoon muncul bersama Hana. Tidak tahu malu. Yujin melirik sekilas ke arah mereka, tapi tidak bicara sepatah kata pun. Dan tidak ada yang peduli dengan kehadiran tabu mereka, karena yang terpenting saat ini adalah memberikan penghormatan kepada mendiang kakek Kim.
Saat acara selesai dan semua tamu pulang, Chungyeon mengumpulkan semua anak dan cucunya di ruang tengah. Ia berdiri dengan tubuh tegak, meski usia sudah mulai membebani. Suaranya tenang, tapi bergetar karena emosi.
“Dulu, rumah ini dibangun oleh cinta dan kepercayaan. Aku dan suamiku susah payah membangun keluarga kita. Tapi sekarang, ada yang menodainya begitu saja,” Chungyeon menatap lurus ke arah Jihoon dan Hana yang duduk bersebelahan, “kalian pikir ini cuma tentang cinta terlarang? Tidak. Ini tentang kehormatan. tentang nama keluarga Kim.”
Jihoon membuka mulut ingin menjawab, tapi Chungyeon mengangkat tangannya.
“Diam. Dengarkan dulu. Aku tidak pernah ikut campur dengan urusan cintamu. Aku dan ayahmu sudah membebaskan kau memilih pasangan. Kau sudah memilih Yujin dan mengikat janji dengannya. Tapi sekarang, kau berani memilih cinta lagi? Pilihan cintamu menghancurkan anak-anakku dan cucu-cucuku, Kim Jihoon,” ucap Chungyeon dengan suara bergetar karena murka.
“Maaf, Ibu,” cicit Jihoon.
“Jangan minta maaf padaku, minta maaf pada istri dan anak-anakmu,” balas Chungyeon.
Jihoon mengalihkan pandangan pada Yujin dan Sumin yang sedang memangku Sunghan. Tapi istri dan anaknya itu melengos, enggan menatap wajahnya. Jihoon Hanya menghela napas menyerah, lalu kembali menunduk dalam.
Jisung yang melihat itu pun berdecih, “kamu menyerah secepat itu? Seharusnya kamu lebih berusaha memohon maaf pada istri dan anakmu. Kalau perlu, bersujud di kaki mereka.”
“Diam kau, Jisung. Jangan ikut campur,” sungut Jihoon.
“Kau yang mencampuri urusan rumah tanggaku, sialan,” sentak Jisung dengan wajah marah, “kau yang merebut istriku dan menghancurkan keluargaku.”
Hana menatap Jisung dengan mata berkaca-kaca, “Jisung…”
“Diam, Seo Hana. Suaramu tidak dibutuhkan lagi di sini,” sungut Jisung.
Hana tidak bisa menahan hujaman kata-kata pedas suami, atau akan menjadi mantan suami, yang ditujukan padanya. Bibir yang dulu selalu berucap manis, kini tidak sudi melembutkan perkataan padanya.
Jihoon dan Hana kembali menunduk dalam. Bahu mereka gemetar menahan tangis. Tapi tidak ada yang peduli.
...----------------...
Jisung mengantar Yujin dan anak-anaknya pulang ke rumah wanita itu. Ia juga mengantar Yewon karena anak itu ingin menginap di rumah Yujin. Kini Yujin dan para anak kecil sedang berkumpul di depan ruang TV. Mereka menonton TV sambil memeluk Yujin di kedua sisi. Sumin muncul dari dapur sambil membawa susu hangat untuk mereka.
Jisung yang baru memarkirkan mobil pun menyusul ke ruang TV. Ia tersenyum kecil melihat pemandangan itu. Pandangan yang sudah lama tidak ia jumpai di apartemennya. Pandangan dimana ia melihat keluarga yang berkumpul hangat. Andaikan istrinya dulu selalu menyambutnya saat pulang kerja.
“Terasa seperti rumah yang sesungguhnya,” gumam Jisung pelan.
Yujin menoleh, lalu tersenyum kecil, “kamu juga mau menginap di sini? Aku akan menyiapkan kamar tamu.”
Jisung menggeleng, “aku harus pulang. Banyak pekerjaan yang tertunda dan harus segera aku selesaikan.”
Yujin pun berdiri untuk mengantarkan Jisung ke pintu depan. Mereka memang dekat sejak dulu. Mereka adalah teman sejak kecil. Yujin dan Jisung, serta Jihoon. Teman masa kecil yang menjalin takdir bersama hingga dewasa.
“Terima kasih sudah menemaniku dan anak-anakku, Jisung,” ucap Yujin saat mereka sampai di pintu depan.
“Aku juga berterima kasih karena kamu sudah menyayangi Wonnie saat ia butuh sosok mama,” balas Jisung sambil tersenyum lembut.
Mereka terdiam sambil memandangi wajah satu sama lain cukup lama. Pikiran mereka melayang dengan berbagai perandaian.
Andai mereka memutuskan untuk tetap berteman seperti di masa kecil. Andai Yujin tidak jatuh cinta dengan Jihoon. Andai Yujin tidak menikahi Jihoon dan tetap bersahabat saja. Andai … Yujin menikahi putra kedua keluarga Kim.
...🥀🥀🥀🥀🥀...