Mei Lin, seorang dokter muda dari tahun 2025, sedang dalam perjalanan darurat untuk menyelamatkan nyawa seseorang ketika sebuah kecelakaan tak terduga melemparkannya ke masa lalu. Terhempas ke laut dan terbangun di tengah medan perang, ia menemukan dirinya berada di kamp Pangeran Mahkota Rong Sheng dari Dinasti Xianhua, yang terluka parah dan sekarat.
Dengan insting medisnya, Mei Lin menggunakan alat-alat modern dari ransel besarnya untuk menyelamatkan nyawa sang pangeran, mengira ini hanyalah lokasi syuting drama kolosal. Namun, kesalahpahaman itu sirna saat anak buah Rong Sheng tiba dan justru menangkapnya. Dari situlah, takdir Mei Lin dan Rong Sheng terjalin.
Di tengah intrik istana dan ancaman musuh, Mei Lin harus beradaptasi dengan dunia yang sama sekali asing, sementara pengetahuannya dari masa depan menjadi kunci bagi kelangsungan hidup dinasti. Bisakah seorang dokter dari masa depan mengubah takdir sebuah kerajaan kuno?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R. Seftia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22: Bertengkar Dengan Rui Xi
Rong Sheng, hanya bisa pasrah melihat Mei Lin ditenangkan oleh laki-laki lain. Posisi yang dulu pernah ia tempati, kini posisi itu telah diambil oleh Zhi Ruo. Sebelumnya, Rong Sheng lah orang yang selalu menenangkan Mei Lin. Tapi, kini semua itu tak bisa lagi ia lakukan. Kini dirinya telah terikat pernikahan dengan Rui Xi. Wanita yang sesungguhnya tidak dia cintai.
Tangisan Mei Lin sungguh melukai hati Rong Sheng. Tapi, tak ada yang bisa dia lakukan untuk membuat tangisan itu reda. Rong Sheng hanya bisa melihat dari kejauhan, dan kemudian perlahan-lahan menjauh dari Mei Lin. Dengan perasaan yang berat di dalam hatinya.
***
Sedang dalam perjalanan untuk berlatih memanah, Rong Sheng tak sengaja berpapasan dengan Rui Xi beserta rombongan pelayannya yang setia menemani Rui Xi sepanjang hari.
"Syukurlah kita bertemu di sini. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, pangeran," kata Rui Xi.
"Kau ingin bicara? Tentang apa? Bicaralah sekarang. Akan aku dengarkan." Rong Sheng siap mendengarkan; mau itu keluhan atau hanya sekedar pertanyaan biasa, Rong Sheng mendengar semuanya.
Sebelum bicara, Rui Xi memerintahkan kepada semua pelayan yang berdiri di belakangnya untuk pergi menjauh agar dirinya dan Rong Sheng bisa bicara dengan bebas. Dan setelah semua pelayan itu pergi, ekspresi wajah Rui Xi langsung berubah. Jelas dari raut wajahnya, dia sedang sangat kesal.
"Kau baik-baik saja?" Melihat wajah Rui Xi yang aneh, Rong Sheng pun bertanya.
"Aku tidak baik-baik saja, pangeran. Aku benar-benar tidak baik-baik saja." Rui Xi terlihat sangat serius. "Bagaimana bisa aku baik-baik saja disaat suamiku masih menujukkan rasa prihatin kepada wanita lain? Bukankah itu kurang pantas? Dan bukankah kau sudah berjanji kepadaku untuk tidak berurusan dengan wanita itu lagi? Lalu, kenapa? Kenapa kau masih tertarik kepadanya, pangeran?"
"Aku benar-benar tidak mengerti." Rui Xi berkaca-kaca. "Kelebihan apa yang bisa kau lihat dari wanita itu melebihi diriku? Apakah aku masih kurang bagimu? Apa yang dimiliki wanita itu yang tidak aku miliki? Kemampuan menyembuhkan? Jika memang itu yang menjadi daya tariknya, aku bisa belajar untuk melakukannya jika kau ingin, pangeran."
Rong Sheng terlihat kebingungan. Dia tak mengerti, kali ini apa lagi penyebab kemarahan Rui Xi. Padahal, Rong Sheng sudah berusaha untuk menjaga perasaan Rui Xi, bahkan dia tak bergerak saat Mei Lin berada diambang bahaya.
"Putri, apa lagi kesalahanku kali ini? Bukankah aku sudah melakukan apa yang kau inginkan? Kau ingin aku tidak lagi berurusan dengan Mei Lin. Aku melakukannya. Aku menjauh darinya, bahkan aku tidak bergeming saat dia berada diambang bahaya karena Kaisar Longwei. Lalu sekarang, apa lagi? Aku benar-benar tidak mengerti dengan kecemburuan yang kau rasa saat ini!" Rong Sheng mulai merasa muak karena harus terus mendengarkan Rui Xi, tetapi Rui Xi tak mau mendengarkan dirinya.
"Kau memang tidak bergeming saat itu. Tapi, jika aku tidak menahanmu, kau pasti sudah membela wanita itu. Aku membencinya! Benar-benar membencinya!" tekan Rui Xi.
Rong Sheng berusaha untuk tetap sabar menghadapi sikap Rui Xi yang sangat sulit untuk dimengerti. "Kau tidak seharusnya mengatakan itu. Biar bagaimanapun, dia adalah orang yang telah menyelamatkan hidupku dari maut. Jika kau benar-benar menyanyangi diriku, kau harusnya berterima kasih kepadanya."
"Aku memang menyanyangimu pangeran. Bukan hanya itu, tapi aku juga mencintaimu. Tapi... kau tidak membalas perasaanku. Kau tidak membalasnya. Kau mengabaikannya. Kau bahkan tidak menyentuhku dimalam pernikahan kita!" Air mata jatuh membasahi wajah Rui Xi.
Sebuah kebenaran terungkap. Ternyata, selama ini, Rong Sheng tak pernah sekalipun menyentuh Rui Xi. Walaupun status Rui Xi kini telah menjadi istrinya, Rong Sheng tetap tak ingin menyentuhnya. Bagi Rong Sheng, bukan hal yang mudah untuk menyentuh wanita yang tidak ia inginkan. Rong Sheng tak bisa memaksakan hal itu, jadi, karena itulah, Rong Sheng tak pernah menyentuh Rui Xi.
"Jika tentang masalah itu... aku sudah bilang, aku perlu waktu. Bukan hal yang mudah bagiku untuk bisa menerima kenyataan ini. Kuharap kau bisa mengerti."
Rui Xi tersenyum tipis. "Kau enggan menyentuhku, tetapi tak segan menyentuh wanita itu!" Rui Xi benar-benar sangat marah kali ini. "Katakan yang sejujurnya. Kau menyukai wanita itu bukan? Kau menginginkannya?"
Pertanyaan Rui Xi membuat Rong Sheng terdiam. Dia tidak bisa menjawab. Rong Sheng ingin menyangkal hal itu, tapi, rasanya hal itu bukan hal yang benar. Tapi, Rong Sheng juga tak bisa mengatakan iya atas pertanyaan Rui Xi. Ia bingung dengan perasaannya sendiri. Sulit untuk bisa mengerti dengan apa yang ia rasakan kepada Mei Lin. Apakah benar Rong Sheng telah jatuh cinta kepada Mei Lin?
"Lihatlah. Kau tidak bisa menjawab. Kau tidak bisa menjawab karena memang itulah yang kau rasakan. Aku benar-benar kecewa, pangeran...." Rui Xi langsung mengerti setelah mengetahui isi hati Rong Sheng yang sebenarnya. Sudah jelas, suaminya itu menyimpan perasaan untuk Mei Lin.
***
Di tempat lain, Zhi Ruo berusaha untuk memenangkan Mei Lin. Membuatkan secangkir teh hangat untuknya, berharap teh itu bisa memberikan ketenangan kepada Mei Lin.
Dengan penuh perhatian, Zhi Ruo membersihkan tangan Mei Lin yang kotor karena darah yang telah mengering. Zhi Ruo membersihkannya dengan kain basah. Berusaha untuk menghibur Mei Lin dengan kata-kata yang baik. Tapi, hal itu tidak membuahkan hasil apa-apa. Mei Lin masih terlihat murung.
"Aku benar-benar tidak bisa mengerti. Kenapa semua orang ditempat ini selalu menganggap remeh nyawa seseorang? Mereka mempermainkan nyawa seseorang tanpa peduli dengan apa yang akan terjadi. Mereka benar-benar tidak peduli. Mereka bukan manusia! Mereka hanya monster!"
Mei Lin benar-benar tidak bisa melupakan adegan mengerikan itu. Saat nyawa seseorang dipermainkan hanya untuk dijadikan sebuah contoh... benar-benar kejam! Tak berperasaan. Mei Lin benar-benar muak dengan hal itu.
"Maafkan aku, tapi, kali ini aku ingin sendiri dulu. Aku akan kembali ke kamarku. Tolong, tolong jangan ganggu aku sampai aku keluar dari kamarku sendiri. Aku benar-benar perlu waktu untuk diriku sendiri." Mei Lin bangkit, kemudian berjalan dengan langkah pelan kearah kamarnya.
Sepanjang perjalanan, Mei Lin hanya bisa melihat ke bawah. Perasaan yang tak bisa dijelaskan benar-benar membebani dirinya. Ia hanya ingin cepat-cepat tidur dan kemudian melupakan semua yang telah terjadi.
Sesampainya di kamar, Mei Lin ingin berbaring, tetapi saat itu Mei Lin merasakan kehadiran seseorang didekatnya. Mei Lin berbalik, dan kemudian mendapati Rong Sheng di dalam kamarnya.
"Pangeran? Sedang apa di sini? Bagaimana jika sampai Putri Rui Xi tahu? Dia akan salah paham dan marah." Mei Lin sangat terkejut mendapati Rong Sheng ada di dalam kamarnya.
Rong Sheng tak bicara, ia hanya berjalan mendekat kepada Mei Lin, lalu memeluknya dengan erat.
***
Bersambung.
aku jadi ngebayangin klw aku kayak gitu pasti sama takut nya ataw bahkan lebih dari itu