Luna terjebak dalam pernikahan kakaknya dengan william, pria itu kerap disapa Tuan Liam. Liam adalah suami kakak perempuan Luna, bagaimana ceritanya? bagaimana nasib Luna?
silahkan dibaca....
jangan lupa like, komen dan vote
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momy ji ji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20.
Cengkeraman tangan Liam di pundak Dion semakin menguat, jari-jarinya seolah ingin menembus setelan kaos yang dikenakan pria muda itu.
Liam mendekatkan wajahnya ke telinga Dion, membisikkan kata-kata yang terdengar seperti desis harimau licik.
"Cinta?" Liam tertawa rendah, sebuah suara yang tidak mengandung kebahagiaan sama sekali.
"Dion... di dunia dewasa, cinta tidak membayar tagihan rumah sakit atau membangun gedung-gedung tinggi. kau bilang aku merebutnya? salah. aku menyelamatkannya dari masa depan yang suram bersamamu."
Liam melepaskan cengkeramannya dengan sentakan kasar, seolah-olah baru saja menyentuh sesuatu yang kotor. Ia kemudian merangkul pinggang Luna lebih erat, memaksa istrinya itu untuk mendongak menatap kehampaan di depannya.
"Dengarkan aku baik-baik... bocah D-Group," lanjut Liam dengan nada yang sekarang dingin membeku.
'Tapi Dion tidak terlalu miskin!' Batin Luna menjerit merasa kasihan, meski kenyataannya Tuan Liam adalah konglomerat di atas Dion.
"Luna adalah milikku. secara status, dan secara fisik. kau hanya bagian dari masa lalunya yang tidak signifikan, sebuah kesalahan masa muda yang seharusnya sudah wajib untuk dilupakan."
Dion mengepalkan tinjunya, matanya merah menahan tangis dan amarah. "Anda hanya menekannya dengan uang, benar kan Tuan Liam! Luna tidak mencintai anda! Lihat matanya... dia menderita!"
Liam tersenyum miring, sebuah ejekan yang sangat serakah.
"Menderita? mungkin... tapi dia menderita di dalam istana yang aku bangun, bukan dengan bocah pemula seperti mu. dan mulai detik ini..."
Liam memberikan tatapan peringatan yang mematikan.
"Jangan pernah lagi menampakkan wajahmu di radius satu kilometer dari istriku. biar perlu enyahlah selamanya" Kata Liam benar-benar tidak terbantahkan.
"Jika aku melihatmu mencoba menghubunginya lagi, aku pastikan perusahaan D-Group yang sedang kau pertahankan akan kubuat bangkrut dan tidak menyisakan satu sen pun."
"Kau masih punya perjanjian proyek denganku, jika aku batalkan. maka kerugianmu berlipat-lipat, ingatlah itu terlebih dahulu!"
"Terakhir... sadarilah posisimu. kau hanyalah mantan kekasih yang sudah kalah. jangan paksa aku untuk bertindak lebih jauh."
"Tuan cukup... saya mohon," suara Luna pecah.
Ia melirik Dion dengan tatapan penuh luka, sebuah pesan tersirat bahwa Ia ingin Dion pergi demi keselamatannya sendiri.
Liam mengabaikan permohonan Luna. Ia justru mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, mengelap tangannya yang tadi memegang pundak Dion, lalu membuang kain itu ke tempat sampah di dekat mereka.
"Pergi dari sini... bocah! sebelum aku kehilangan kesabaranku dan membuatmu kehilangan segalanya di depan ruang ICU ini." Bentak Liam menyuruh Dimitri menyeret Dion keluar dari rumah sakit ini.
Luna ingin menghentikannya, dia benar-benar merasa bersalah pada Dion.
Liam tidak suka dengan ekspresi Luna yang begitu peduli.
"Kenapa?" Tanya Liam dingin menatap wanita itu.
"Tuan.. anda terlalu berlebihan." Ucap Luna pada Liam supaya pria itu ingat kembali, dia saja memiliki dua istri. kenapa Luna tidak bisa memiliki kekasih lain selain suami kontraknya ini?
"Ini rumah sakit milikku, terserah mau berbuat apa pada siapapun!" Kata Liam tidak puas, dia ingin membuat Dion babak belur sekalian saja.
Liam menarik tangan Luna beranjak dari sana, mereka berjalan lurus entah mau dibawa kemana.
"Lepaskan.. Tuan! anda menyakiti tanganku," gumam Luna mencoba memberontak kecil meski Ia tahu itu sia-sia.
Liam berhenti mendadak dan berbalik.
"Menyakiti tanganmu? Itu tidak sebanding dengan sakit mataku melihat kalian berdua tadi. benar-benar menjijikkan! Luna.... kau bahkan hampir menangis untuk pria yang bahkan tidak lebih baik dariku."
"Kau tidak lihat pacar gelapmu itu gemetar takut saat berbicara denganku? mau bersaing? dengan uangnya tidak seberapa itu hanya cukup untuk liburan saja!"
Luna mendengus, matanya berkilat marah.
"Dion gemetar karena melihat betapa jahatnya Tuan Liam! dan berhenti menghinanya Tuan. setidaknya dia punya hati, tidak seperti Tuan yang isinya hanya tumpukan angka keuntungan."
Liam tertawa sinis, Ia mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik sesuatu dengan cepat.
"Hati pacar gelapmu tidak bisa memindahkan ayahmu ke fasilitas terbaik sayang. dan bicara soal hati, sepertinya pacar gelapmu itu sering menemuimu."
"Pacar gelap kepalamu!" Gumam Luna pelan.
"Itu membuatku tidak nyaman." Kata Liam tentu mendengar ucapan manis Luna.
"Maksud Tuan?"
"Aku sudah mengatur pemindahan ayahmu. sepuluh menit lagi ambulans dari rumah sakit pusat akan datang. kita pindah sekarang," ucap Liam mutlak.
Luna terbelalak. "Apa? tidak bisa begitu! dokter bilang kondisi ayah belum stabil untuk dipindahkan jauh-jauh!"
"Oh, fasilitas di sana sepuluh kali lipat lebih canggih dan yang terpenting..."
Liam mendekatkan wajahnya ke wajah Luna, aroma parfum maskulinnya yang mahal menyeruak masuk di indra penciuman Luna.
"Keamanan di sana sangat ketat. tanpa kartu akses dariku... lalat pun tidak bisa masuk ke kamar ayahmu."
Luna mendesah kesal, melipat tangan di dada.
"Tuan ini posesif atau memang paranoid? bilang saja anda takut tersaingi oleh Dion."
Liam menaikkan sebelah alisnya, menatap Luna dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tatapan meremehkan namun ada binar posesif di sana.
"Tersaingi? oleh bocah ingusan itu? jangan melucu. aku hanya tidak suka barang milikku disentuh atau dipandangi oleh pria asing. Itu merusak estetika kepemilikanku."
'Dion pacarku sebelum kau datang!'
"Aku bukan barang.. Tuan Liam yang terhormat!"
'Wajahnya yang cemberut begitu benar-benar lucu...'
Batin Liam menatap kagum ekspresi wajah Luna, dia kembali cemburu mengingat mungkin saja Dion juga merasakan hal yang sama?
"Jadi, berhenti memajang wajah sedih itu atau aku akan memindahkan ayahmu ke rumah sakit di luar negeri sekalian agar kau benar-benar tidak punya kesempatan bertemu kekasih gelapmu itu."
"Tuan benar-benar diktator!" seru Luna tertahan.
"Dan kau adalah istri diktator itu. sekarang diam dan ikut aku. atau kau mau aku menggendongmu di depan semua suster disini agar mereka tahu siapa pemilik sah dirimu?"
Luna mendelik tajam, wajahnya merona merah antara marah dan malu. Ia akhirnya berjalan mendahului Liam dengan langkah kasar.
"Dasar sombong!"
Liam hanya tersenyum tipis, mengikuti Luna dari belakang dengan tatapan penuh kemenangan.
"Sombong tapi kau butuh aku kan?"
Luna ingin muntah mendengar ucapan pede abis dari pria yang kini sudah berjalan sejajar di sampingnya.
"Cepat jalan.. kakimu yang pendek itu membuatku tidak senang."
"Tuan silahkan protes pada Tuhan, sekali lagi protes lah ke tuhan."
Liam menahan senyum, dia membiarkan Luna mengekornya dari belakang.
Bersambung...