NovelToon NovelToon
Sumpah Raja Duri

Sumpah Raja Duri

Status: tamat
Genre:Fantasi Isekai / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno / Tamat
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: tanty rahayu bahari

Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
​Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26: Perang Saudara

​Pagi setelah kebangkitan Kaelen tidak membawa kedamaian. Kemenangan atas Duke Vane di Aula Agung hanyalah keberhasilan taktis. Perang yang sesungguhnya baru saja dimulai.

​Kaelen terbaring di tempat tidurnya, ditutupi selimut tebal. Wajahnya yang pucat dan tubuhnya yang kaku mengungkapkan betapa tingginya harga yang dia bayar untuk kebangkitan singkat itu. Setiap napas yang dia tarik terasa menyakitkan.

​Elara duduk di sampingnya, membalut luka-luka akibat serangan Vane dan letusan duri obsidian. Tangan Elara diselimuti cahaya hijau lembut saat dia dengan hati-hati menyalurkan sisa sihirnya yang terbatas.

​"Jangan bergerak, Kaelen," bisik Elara. "Aku tahu kau benci kelemahan, tapi tubuhmu butuh istirahat total. Sari Kehidupan memberimu kekuatan untuk bertarung, tapi sekarang energinya hilang, dan kutukan itu mencoba membalas."

​"Aku merasakan setiap retakan tulangku," gerutu Kaelen, matanya tertutup. "Seolah aku ditarik ke dalam batu dari dalam. Aku tidak bisa sembuh dalam seminggu, Elara."

​"Kau harus," balas Elara tegas. "Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi Vane lagi sampai kau setidaknya bisa mengangkat pedang tanpa pingsan."

​"Elara," Kaelen membuka matanya, menatap Elara dengan tatapan yang menyiratkan kekhawatiran dan rasa bersalah yang mendalam. "Ramuan itu... Sari Kehidupan itu. Jangan gunakan lagi."

​"Aku tahu itu berbahaya," kata Elara, menyentuh kalung Sun-Stone di lehernya. "Tapi itu menyelamatkanmu."

​"Aku tidak bicara soal bahaya bagi diriku," bisik Kaelen. Dia menggenggam tangan Elara yang dingin. "Kau tahu harga sebenarnya dari penawar kutukan itu, bukan? Aku melihatnya di jurnal Vane. Seluruh Mageia Vitae dalam dosis penuh... itu akan membunuh pendonornya."

​Elara terdiam. Dia menatap mata Kaelen, mencari kebohongan. Tapi dia hanya menemukan ketakutan yang jujur.

​"Aku... aku menduga ada harga yang besar," kata Elara, menghindari tatapan Kaelen. "Lyra memperingatkanku bahwa itu akan membuatku menguras tenaga hingga mati. Tapi dosis yang aku berikan padamu tidak membunuhku."

​"Kau hanya memberikan separuhnya," Kaelen mengingatkan. "Jika kau memberikan semuanya... kau akan lenyap. Demi para dewa, Elara, jangan pernah sentuh sisa ramuan itu lagi!"

​"Dan membiarkanmu mati?" Elara menarik tangannya. "Aku mencintaimu, Kaelen. Jika ada pengorbanan yang harus dilakukan, biarkan aku yang memutuskan."

​"Jangan berani-berani bicara tentang pengorbanan!" Kaelen mencoba duduk, tapi rasa sakit memaksanya kembali berbaring. "Aku melarangmu! Aku tidak akan pernah menerima keselamatan yang dibayar dengan nyawamu! Aku akan mencari penawar lain—"

​Pintu kamar terbuka dengan desakan mendesak. Vorian masuk, jubahnya tebal, wajahnya dipenuhi kecemasan.

​"Yang Mulia! Kami punya masalah besar," lapor Vorian, membungkuk kaku. "Baron Thorne dan sekutu Vane yang kabur tidak lari ke luar negeri. Mereka lari ke Ibu Kota Kerajaan."

​"Tentu saja," gerutu Kaelen. "Mereka mencari perlindungan di bawah tembok terkuat."

​"Tidak hanya itu, Yang Mulia," Vorian melanjutkan. "Vane telah menggunakan pengaruhnya. Dia mengeluarkan surat dekrit palsu, menyatakan bahwa Anda kembali dan menunjukkan tanda-tanda kegilaan dan kutukan yang tidak dapat diatasi. Dia menyatakan dirinya sebagai Raja Baru dan menyerukan semua vasal di Selatan untuk bersatu di bawah benderanya."

​Vorian merentangkan gulungan peta di atas meja. "Dalam 48 jam, ia telah mengumpulkan pasukan besar—para bangsawan yang haus kekuasaan dan tentara bayaran. Mereka sekarang bergerak. Mereka akan mengepung Shadowfall."

​Elara dan Kaelen menatap peta itu. Garis merah tebal yang ditarik Vorian menunjukkan gerakan pasukan Vane.

​"Ini perang saudara," kata Elara pelan.

​"Dan kita sedang diserang, Yang Mulia," kata Vorian. "Vane tidak akan memberi Anda waktu untuk sembuh. Dia tahu Anda lemah."

​Kaelen mencoba bangkit lagi, kali ini berhasil. Dia bersandar pada tumpukan bantal.

​"Berapa jumlah prajurit kita, Vorian?"

​"Setelah penangkapan loyalis Vane dan kerugian di perbatasan, kita hanya punya sekitar lima ratus prajurit yang setia di dalam istana. Vane membawa setidaknya lima ribu. Kita akan terkunci di sini sampai mereka memecahkan gerbang."

​Hening sejenak. Kaelen menyentuh luka bakar obsidian di bahunya. Dia tidak punya kekuatan untuk menghadapi lima ribu orang.

​"Aku butuh waktu seminggu. Paling tidak," desis Kaelen.

​"Anda tidak punya waktu seminggu," kata Elara. "Vane akan tiba dalam tiga hari."

​Elara mengambil peta itu dari meja, menyebarkannya di atas tempat tidur Kaelen. Dia menunjuk ke garis perbatasan yang jauh.

​"Kita tidak akan bertarung di sini. Shadowfall terlalu mudah dikepung," kata Elara. "Vane tidak tahu bahwa Anda sadar. Dia berpikir Anda hanya bertahan hidup. Dia mengira serangan ini akan membuat Anda hancur dan membatu."

​"Apa rencanamu, Gadis Herbal?" tanya Kaelen, matanya tertarik.

​"Kita tidak bisa memenangkan perang ini hanya dengan pedang," kata Elara. "Kita harus menghancurkan fondasi kekuatannya."

​Elara menunjuk pada Kuil Mortis, tempat Kaelen menemukan jurnal Vane di Bab 20.

​"Kekuatan Vane berasal dari Kuil itu dan ritual gelap yang dia lakukan. Dia pasti memiliki artefak yang memberinya sihir dan pengaruh. Jika kita bisa menghancurkan artefak itu—menghancurkan sumber sihir gelapnya—pasukannya akan menjadi tumpukan tentara bayaran yang tidak punya kekuatan magis."

​"Itu terlalu jauh," kata Vorian. "Dan berbahaya. Vane pasti meninggalkan penjaga elit di sana."

​"Aku tahu," kata Kaelen, matanya menyala. "Tapi Elara benar. Itu satu-satunya kesempatan kita. Serangan terhadap jantung."

​Kaelen menoleh pada Elara. "Aku tidak bisa pergi, Elara. Aku Raja. Aku harus memimpin pertahanan di sini, bahkan jika itu hanya pertahanan pasif. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendiri."

​"Aku tidak sendiri," kata Elara. Dia menunjuk Vorian. "Aku butuh Vorian untuk memanduku ke sana. Dan aku butuh sisa ramuan Sari Kehidupan itu."

​Kaelen menggelengkan kepalanya keras-keras. "Tidak. Kau tidak akan menyentuh racun itu lagi, dan Vorian harus di sini untuk menjaga gerbang."

​"Kaelen, aku sudah bilang, aku mencintaimu," kata Elara, menggenggam wajah Kaelen. "Cinta itu bukan hanya tentang menyembuhkanmu. Tapi juga tentang menyelamatkan takhtamu. Percayalah padaku. Aku akan kembali dengan kemenangan."

​Kaelen menatap mata Elara, mata yang dipenuhi cinta, keberanian, dan tekad yang membuatnya mustahil untuk ditolak. Dia ingat bagaimana gadis itu terbangun di Silverwood untuk menyelamatkannya.

​"Vorian," perintah Kaelen, menghela napas pasrah. "Ambil kuda tercepat. Kau dan Elara akan pergi sekarang. Gunakan jubah tergelap. Aku akan mengatur pertahanan di gerbang, membeli waktu satu hari untuk kalian."

​Vorian membungkuk. "Siap, Yang Mulia."

​Kaelen menarik Elara mendekat, menciumnya dengan desakan putus asa. Ciuman itu adalah janji, permohonan, dan perpisahan lagi.

​"Jika kau tidak kembali..." bisik Kaelen di telinga Elara, "Aku akan meledakkan istana ini di atas kepalaku sendiri."

​"Aku akan kembali," janji Elara, memeluk Raja itu erat-erat. "Aku akan kembali membawa penawarmu."

​Elara mengambil botol Sari Kehidupan yang tersisa di kantongnya. Dia membaginya menjadi dua bagian kecil, menyimpannya di liontin Sun-Stone-nya. Jika serangan di Kuil Mortis gagal, dia tahu dia hanya punya dua suntikan terakhir untuk menyelamatkan Raja Duri yang keras kepala ini.

​Malam itu juga, saat Baron Thorne memimpin barisan terdepan pasukan Vane mendekati gerbang Shadowfall, Elara Vance dan Vorian menyelinap keluar, membawa satu-satunya harapan bagi kerajaan yang sedang menghadapi ambang kehancuran.

...****************...

BERSAMBUNG.....

Terima kasih telah membaca💞

Jangan lupa bantu like komen dan share❣️

1
Alona Luna
wahhh akhirnya happy ending ☺️
Alona Luna: wahhhh ok. baik
total 2 replies
Alona Luna
semangat next kak☺️
Alona Luna: sama-sama kak.☺️
total 2 replies
Alona Luna
next kak.. makin seru ceritanya
Ara putri
semangat kak, jgn lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB
tanty rahayu: semangat juga ya ka.... wah kayanya seru tuh 😍nanti aku mampir baca ya
total 1 replies
Alona Luna
ceritanya bagus kak. next
Alona Luna: aku tunggu kak☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!