GUBRAAKK !! Suara itu menyerupai nangka berukuran 'babon' jatuh dari pohon yang tinggi. Xavier (Zac) segera berlari meloncati semak-semak untuk segera mengambil nangka yang jatuh. Sesampainya di bawah pohon nangka, Xavier tidak melihat satu pun nangka yang jatuh. Tiba-tiba...
"Siapapun di sana tolong aku, pangeran berkuda putih, pangeran kodok pun tidak apa-apa, tolong akuu ... "
Di sanalah awal pertemuan dan persahabatan mereka.
***
Xavier Barrack Dwipangga, siswa SMA yang memiliki wajah rusak karena luka bakar.
Aluna Senja Prawiranegara, siswi kelas 1 SMP bertubuh gemoy, namun memiliki wajah rupawan.
Dua orang yang selalu jadi bahan bullyan di sekolah.
Akankah persahabatan mereka abadi saat salahsatu dari mereka menjadi orang terkenal di dunia...
Yuks ikuti kisah Zac dan Senja 🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Dua Hati Yang Retak
Malam itu, dibalik kebahagian dua remaja yang baru saja menyatakan perasaannya, ada dada yang memanas karena berita hoak hasil rekayasa Gavin. Samudera meremas handphonenya setelah melihat gambar-gambar yang dikirim Gavin malam itu dengan narasi provokasi. Gambar pun diambil dari sudut pandang ambigu hingga memunculkan prasangka negatif.
"Jadi lelaki bayaran pekerjaanmu selama ini?!" Sorot mata Sam penuh luka, merasa kepercayaan dan kekagumannya pada Zac ternodai.
Sam mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kediamannya. Sampainya di rumah, ia lantas menerjang masuk ke ruang kerja papanya.
"Apa Senja masih bersama Zac, Pa?" tanyanya tanpa basa-basi
Sebastian mengangkat wajahnya dari dokumen berpindah pada wajah putra sulungnya. "Iya, baru saja mereka berangkat. Ada apa, wajahmu terlihat tidak baik-baik saja?"
"Papa harus lihat ini, tolong papa selidiki siapa pemilik penthouse di gedung Menara 651 Nusantara Senopati. Selama ini Zac menjadi lelaki bayaran untuk perempuan-perempuan yang berkumpul di sini." Sam menyodorkan foto kiriman Gavin.
Bastian menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi kerjanya, keningnya berkerut dalam. Ia tahu betul siapa pemilik gedung apartemen itu, juga pemilik penthouse yang ada di lantai paling atas. Banyak kenangan yang terukir di sana, kenangan persahabatannya dengan Milano dan Monica. Tapi semua itu tinggal kenangan setelah Milano dengan terbuka menyatakan perasaannya pada Monica, wanita yang ia cintai dan kini menjadi istrinya.
Menghembuskan napas perlahan, ia menatap lekat wajah putranya. "Kita harus cegah Senja berhubungan dengan anak ini, Sam. Papa tidak akan merestuinya."
Sam mengangguk mantab, tanpa tahu apa yang ada di dalam pikiran papanya. Bukan tentang berita hoak yang Sam bawa, bukan. Tapi bastian tidak ingin Senja menjadi objek balas dendam Milano pada dirinya. Satu hal yang perlu ia selidiki, apa hubungan Milano dengan Zac, karena setahu Bastian Milano (Milo) hingga kini masih sendiri, belum memiliki keluarga.
...***...
Pagi datang tak lagi seperti biasanya. Ada hati yang berbunga-bunga, jejak kebahagian semalam. Setiap detiknya ada wajah gadis yang bernama Senja dalam pikiran Zac.
Senja pagi ini sarapan apa? Adakah senyum di wajah Senja pagi ini?
Senja... Senja dan Senja.
Kendaraan roda duanya sudah terparkir di depan rumah mewah keluarga Sebastian pagi itu, Zac melangkah dengan pasti untuk mengetuk pintu yang sangat kokoh di depannya. Saat tangannya masih melayang di udara, pintu besar nan kokoh itu terbuka lebar. Berdiri di depannya Sebastian, mas Jo sang asisten dan beberapa pengawal.
Sebastian masih tidak menampakkan wajah bersahabat pada Zac. Karena keraguannya pada latar belakang Zac juga karena keadaan anak gadisnya pulang dengan wajah pucat kedinginan, sehingga pagi itu Senja terserang flu. Dengan tubuhnya yang gagah, Sebastian berdiri menghadang.
"Untuk apa pagi-pagi kamu ke sini? Mau buat sakit anakku semakin parah? Hah?!" hardik Sebastian.
"Senja sakit, Om? Sakit apa?" kepanikan di wajah Zac tidak bisa ia tutupi hingga mas Jo mengulum senyuman melihat pemuda yang ia rawat sejak kecil itu terlihat bucin dan jatuh cinta.
"Dia nggak bisa kena angin malam terlalu lama, kamu bawa kemana putriku semalam?!"
"Papa... Aku nggak apa-apa kok!" Senja hadir di balik punggung Sebastian.
"Senja masuk! Papa nggak suka kamu terlalu dekat dengan si buruk rupa ini!"
"Papa!" pekik Senja.
"Papa, kamu kenapa honey?" Monica ambil alih
"Ma, kamu diam! Kalian masuk, cepat! Ini urusanku dan Sam." Bastian meminta bodyguardnya menutup pintu. Memisahkan para perempuan dengan para lelaki.
Dari dalam rumah, Sam ikut bergabung dengan papanya. Wajah Sam sama tidak ramahnya dengan Sebastian. Ia menatap Zac dengan sorot mata mengintimidasi. Ia benci dibohongi dan merasa dikhianati kepercayaannya.
"Ada apa ini?" tanya Zac bingung.
Begitu juga mas Jo, wajahnya seketika pias melihat dua orang majikannya bersikap kaku dan kasar pada Zac. Hati nuraninya tidak menerima perlakuan Bastian pada Zac, karena ia yang tahu betul Zac sejak anak itu berusia delapan tahun. Namun, ia hanya bawahan dibawah kekuasaan Sebastian. Ia tidak bisa berada di pihak Zac saat ini sebelum tahu betul apa permasalahannya.
"Aku tidak akan sudi membiarkan adikku didekati oleh lelaki bajing*n sepertimu!" umpat Sam
"Hei, mengapa kamu kasar sekali Sam? Katakan dulu apa salahku?!" tanyanya lagi masih berusaha mengontrol emosinya.
"Jauhi anakku, atau ku blokir jalanmu masuk academy di Inggris!" ancam Sebastian.
"Om, katakan dulu apa salahku, barangkali di antara kita ada kesalahpahaman."
"Karena kamu tidak layak berada di sisi Senja, lihat dirimu, berkaca lah! Apa pantas anakku menjadi kekasihmu!"
"Tapi... Semalam om mengijinkan kami jalan, jadi masalah apa ini, aku tidak mengerti?!"
"Semalam? Ya semalam memang aku mengijinkan mu membawa Senja, karena itu terlalu mendadak. Aku tidak ingin membuat putriku bersedih. Tapi setelah ku selidiki, asal usulmu tidak jelas, kamu sekolah hanya mengandalkan bea siswa dari kemampuanmu bermain bola, bagaimana jika kakimu patah. Apa yang bisa aku harapkan dari lelaki yang tidak memiliki masa depan sepertimu."
Ucapan Bastian begitu menusuk, Zac terpaku dalam amarah di dadanya. Saat ini sayap-sayapnya begitu rapuh, ia tidak bisa membanggakan karier papanya yang sedang gila perempuan. Ia juga tidak ingin membawa nama besar mamanya yang kini sedang menepi dari dunia kedokteran. Ia hanya memiliki impian menjadi bintang lapangan.
Tapi buat Sebastian itu tidak akan cukup!
Zac sadar diri. Kakinya melangkah mundur, dua langkah. Dengan wajah menunduk, Zac berucap dengan lemah...
"Jika semua itu menjadi tolak ukur agar aku bisa mendekati anak om. Baiklah, sekarang aku mundur. Tapi suatu saat aku akan kembali dengan prestasi yang bisa Senja banggakan dan layak bersanding dengan putri om."
"Sam, aku masih tetap menganggap kamu sahabat terbaikku. Aku bangga padamu, karena kamu kaka yang bertanggung jawab. Aku titip Senja."
Zac berbalik dan melangkah dengan pasti ke arah motor sportnya. Hatinya hancur, tapi ia tidak ingin terlihat lemah dan dikasihani. Ia tahu mas Jo menahan amarah melihat dirinya diperlakukan seperti itu, tapi ia juga tahu bagaimana posisi mas Jo yang menjadi bawahan Sebastian. Tanpa ingin memancing permasalahan semakin melebar, ia memilih mengalah dan tidak berniat menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi.
Di balik pintu nan kokoh itu, Senja dapat mendengar semuanya. Airmata sudah membasahi wajahnya yang chuby dan putih kemerahan. Hatinya terasa diremas saat papanya mencela dan merendahkan Zac. Inilah awal kebencian pada papanya yang selama ini ia kagumi.
Kejadian pagi itu terasa menggantung bagi Sam. Mengapa papanya mengaburkan permasalahan sebenarnya tentang Zac yang diduga menjadi lelaki bayaran wanita kaya. Ia gelisah di balik kemudi mobil sportnya. Dua kali ia memukul setir mobilnya dengan wajah kesal. Pertanyaan memenuhi kepalanya.
"Aku harus mencari tahu sendiri siapa pemilik penthouse itu, dan apa hubungan Zac dengan wanita-wanita itu." Sam meremas kemudinya dengan erat.
Dari pagi hingga sore, di sekolah Zac terlihat murung, ia diam dalam amarah dan kerinduan yang mencekiknya. Ingin rasanya kembali ke rumah Sebastian dan meneriakkan perasaan rindunya pada Senja. Tapi saat ini ia tidak siap menerima penolakan. Zac merebahkan kepalanya di atas tumpukan tangannya yang ia lipat di atas meja.
Ponselnya bergetar di saku celana. Dengan malas ia menarik benda pipih itu keluar dari saku. Om Bimo is calling... Zac mendengus kesal, berharap panggilan itu dari Senja.
"Zac! Kamu lolos, kamu lolos dan menjadi tiga besar sedunia!" teriak Om Bimo dati seberang panggilan.
Otak Zac langsung nge-freeze. Satu hal yang menjadi impian terbesarnya kini terwujud di saat hatinya sedang di hancurkan oleh kata-kata orang lain. Diujung hari Tuhan masih berbelas kasih memberinya kebahagian yang lain, kebahagiaan yang sangat mustahil ia terima dari ribuan orang pelamar dari berbagai dunia.
Zac berdiri dari duduknya lalu bertingkah seperti orang linglung sambil menatap layar ponselnya yang menampilkan surat elektronik dari Manchester United Academy.
"Aku beneran lolos?!" ucapnya lirih bercampur bingung. "Mama! Mama harus tahu lebih dulu kebahagiaan ini!" Ia menyambar tas punggungnya lalu berlari keluar kelas, padahal jam pelajaran masih berlangsung.
Bu Rona hanya menggelengkan kepala saat remaja itu berlari meninggalkan kelas, sebelum bel pulang berbunyi.
tapi berdua 😚
kekny harusny Zac ya 🤔
,, selamat k Dee,, semoga kontrakny lulus 🤗
aku jaman SMA cuma berani kirim salam trus lirik2an dari jauh. 🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
Mohon Tuhan
Untuk kali ini saja
Beri aku kekuatan
Tuk menatap matanya
Mohon Tuhan
Untuk kali ini saja
Lancarkanlah hariku
Hariku bersamanya
Hariku bersamanya~