Setelah 3 tahun berpisah, takdir kembali mempertemukan Rexi dengan cinta pertamanya, Rania, yang kini tengah dilanda ujian dalam prahara rumah tangganya bersama sang suami, Raffael Senzio.
Dari pertemuan itu, Rexi mulai menyelidiki kehidupan Rania, wanita yang masih bertahta kuat di dalam hatinya. Melihat ada kesempatan, akhirnya Rexi memutuskan untuk merebut kembali cinta pertamanya.
Sementara di sisi lain, ada Raffael yang berusaha keras memperbaiki hubungannya bersama Rania dan mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.
Akankah cinta pertama mendapatkan kesempatan kedua? atau Rania akan memberikan kesempatan itu pada suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Tidak Saling Melepaskan.
Keluar dari ruang kerja Agam Raksa, dengan segera Rania menyeret Rexi ke sudut ruangan. Ia ingin bicara dengan pria itu, mempertanyakan semua pertanyaan yang sudah begitu mendesak penuh di dalam kepalanya.
"Bagaimana kau bisa ada di sini, Rex? Apa yang sudah kau lakukan? Kenapa juga bicara seperti itu tadi di hadapan Daddy dan Kak Rakha? Berhenti bersikap gila dan jangan mengatakan hal-hal yang bisa menjadi fitnah!"
Panjang lebar Rania bertanya sekaligus memarahi Rexi. Ia masih belum bisa mengerti kenapa Rexi bisa ada di kediaman orang tuanya, bersama Natalie lagi. Lebih tepatnya, Rexi membawa langsung Natalie menghadap Agam Raksa.
Rania sebenarnya merasa cemas dengan kondisi pria itu yang berada di antalia, tapi juga penasaran karena ayah serta kakaknya tampak tak melakukan apapun pada Rexi meski mereka masih terlihat bersikap dingin dan tegas pada mantan kekasihnya itu.
"Kau sedang memarahiku, Sayang?" tanya Rexi tak percaya setalah banyak hal yang ia lakukan untuk membantu Rania. Rexi pikir ia akan mendapatkan hadiah dari wanitanya itu, ternyata hanya sebuah omelan yang beruntun keluar dari bibirnya. "Tidak sayang lagi padaku?" tanyanya dengan raut wajah kecewa.
Rania melihat tingkah Rexi itu hanya mampu mendesah, sebelum mendaratkan pukulan kuat di lengan pria itu sampai Rexi mengaduh kesakitan.
"Berhenti memanggilku sayang!" protes Rania langsung.
"Kenapa?" tanya Rexi tampak tak terima. "Sekarang kau sudah bukan lagi istri orang, Rania. Aku sudah berhasil membuatmu menjanda," bisik Rexi dengan terkekeh sekaligus menghindari Rania yang bersiap ingin memukul lengannya.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, Rex. Jawab semua pertanyaanku," ucap Rania begitu serius. Bola matanya sudah melebar, memasang ekspresi semengerikan mungkin agar Rexi takut.
Rexi malah terkekeh melihat Rania yang pastinya kesal. Ia membawa wanita itu mendekat padanya. "Kau ingin tahu ceritanya?" tanya Rexi yang langsung dibalas anggukan oleh Rania.
"Setelah kau mengatakan akan pulang, aku mengatur semuanya secepat mungkin, termasuk membawa selingkuhan pria kadal itu untuk menemui daddymu secara langsung agar ia tidak bisa mengelak lagi."
Rexi tahu bahwa Raffael tidak akan pernah melepaskan Rania dengan sukarela. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk bergerak jauh lebih cepat, dengan membawa Natalie bertemu Agam Raksa. Dengan tawaran yang menggiurkan, Rexi berhasil membujuk Natalie untuk berbicara di depan Agam Raksa dan mengungkapkan kebenaran tentang perselingkuhan Raffael.
Natalie, yang terbuai oleh janji kekayaan dan kemewahan dari Rexi, tidak ragu untuk menjual kesaksiannya demi keuntungan pribadi. Dengan kesaksian Natalie, Rexi dapat mempercepat proses perceraian Rania dari Raffael.
"Kenapa Daddy bisa mengizinkanmu masuk?"
"Sedikit ancaman. Aku akan meledakkan semua kawasan antalia, terutama taman bunga Mommy." Rexi tersenyum tanpa merasa bersalah. Sedangkan Rania sudah berubah pias. Pantas saja ayahnya mengizinkan Rexi masuk.
"Akta cerai itu asli?" tanya Rania lagi dan langsung diangguki oleh Rexi. "Bagaimana bisa?" Rania masih belum bisa mencerna semuanya.
Rania sudah sangat khawatir tentang perceraiannya dengan Raffael akan mengalami kesulitan dan polemik. Sama sekali tak menyangka bahwa prosesnya akan secepat ini, bahkan ia tidak perlu melakukan apa-apa.
"Apa yang tidak bisa aku lakukan untukmu, Sayang? Jika itu menyangkut dirimu, aku tidak akan menyerah. Semuanya bisa aku lakukan kalau kau yang memintanya. Aku sudah bilang, aku hanya perlu kata iya darimu. Dan semuanya akan sesuai dengan yang kau inginkan."
Rexi menatap Rania dengan mata yang penuh kasih, suara pria itu berubah semakin dalam dan serius. "Sekarang, kau tidak perlu khawatir tentang apa pun. Aku sudah ada di sini untukmu, dan aku akan membuat semuanya menjadi lebih baik."
Walaupun sudah resmi bercerai, Rexi percaya bahwa Raffael si kunyuk itu tetap akan muncul mengejar wanitanya dan akan berusaha mencari kesempatan untuk bisa kembali bersama Rania, tapi Rexi tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Mendengar semua penjelasan dari Rexi, Rania kini bisa merasakan kelegaan. Tak hanya perpisahan yang mudah untuknya, tapi juga penerimaan keluarga Raksa terhadap Rexi.
"Terima kasih," kata Rania sedikit mendongak menatap wajah Rexi. "Bantuanmu benar-benar berharga."
Rexi tersenyum mendengarnya. Tangannya terangkat mengusap wajah Rania. "Aku yang seharusnya berterima kasih, Sayang. Untuk kesempatan kedua ini. Untuk bisa membuktikan bahwa aku bukanlah pria bajingan yang tega menyakiti hati wanita yang aku cintai."
Pandangan keduanya saling bertaut, menarik mereka kedalam kilasan masa lalu yang penuh luka. Bagaimana Rexi yang dituduh mendua, dan foto-foto serta videonya sampai di tangan Agam Raksa. Jarak yang jauh, membuat Rexi kesulitan melakukan pembelaan disaat keluarga Raksa marah besar terhadapnya. Bagai sebuah ledakkan yang mematikan, Raffael datang melakukan lamaran dan keluarga Raksa memberikan restu.
Bagaimana terpuruknya Rexi jangan ditanyakan lagi. Ia hancur dan semakin patah saat Rania memintanya untuk menyerah sekaligus melepaskannya bersama pria lain.
Kini, kesempatan kedua sudah ia raih. Rexi takkan pernah melepaskan untuk kedua kalinya. Takkan mengalah dan mengorbankan kebahagiaannya, sekalipun nanti Rania meminta ia berhenti, Rexi takkan melepaskannya sampai mati.
*
*
*
Meninggalkan antalia dengan cara dibuang begitu saja jelas membuat Raffael berang. Tapi semua kekesalan hanya bisa ia tahan dan telan.
Sekarang, ada yang lebih penting dan begitu serius yang harus ia urus, tentang perceraiannya bersama Rania yang tiba-tiba saja sudah terjadi. Raffael tidak bisa menerima hal itu dan menganggap bahwasannya ia masih belum menceraikan istrinya.
"Kalian tidak bisa melakukan ini padaku. Kau tidak bisa memutuskan hubungan kita tanpa persetujuanku, Sayang," ucap Raffael pada dirinya sendiri. Senyum sinis tersungging dari bibirnya, tangannya terkepal erat.
Raffael masih ingat bagaimana Rania ingin mengakhiri hubungan mereka. Rania ingin bebas dari hubungan yang tidak bahagia bersamanya.
Raffael meraih ponsel dan segera menghubungi seseorang. Ia akan mencari jalan untuk tetap bisa bersama Rania, bagaimanapun caranya.
"Aku butuh bantuanmu," kata Raffael saat panggilannya langsung diterima oleh seseorang di seberang sana. "Rania menggugat ceraiku dan aku tidak ingin kehilangan dia."
Seketika tawa kecil di ujung telepon terdengar menyambut aduan Raffael. "Akhirnya wanita itu menyerah juga menjalin hubungan bersamamu, Raffael." Suaranya berat dan begitu menusuk. "Aku kira setelah mendorongmu menikahi wanita Rexi dan membuatnya menjadi istrimu, kau akan bisa menghancurkan Rexi dengan cara yang lebih sempurna. Tapi ternyata, kau yang sekarang datang kepadaku dengan masalah ini. Apa yang salah, Raffael? Kau tidak bisa membuat Rania puas?" Tawa lebih nyaring kini terdengar, seakan mengejek kemampuan Raffael.
Mendengar tanggapan itu, Raffael tampak tak peduli. "Tidak perlu kau tahu! Yang aku perlukan sekarang adalah bantuanmu untuk menghentikan proses perceraian ini. Aku tidak bisa kehilangan Rania."
"Jangan bersikap seperti kekurangan wanita, Raffael. Ceraikan saja dia, bukankah wanitamu banyak di luar sana, kau mudah mendapatkan gantinya," ujar pria lawan bicara Raffael yang masih terdengar acuh tak acuh terhadap aduan Raffael.
"Rania berbeda," tekan Raffael mulai merasa frustasi. "Aku tidak bisa kehilangan istriku. Apalagi jika sampai istriku berhasil direbut oleh Rexi sialan itu!"
"Apa maksudmu direbut oleh Rexi?" Suaranya kini berubah lebih serius dan tersirat ketegangan bercampur amarah yang terpendam.
Sebelum menjawab, Raffael sempat tersenyum sinis. Ia tahu bahwa yang ia hubungi saat ini memiliki dendam pribadi terhadap Rexi. "Asal kau tahu, Rexi lah dalang di balik perceraianku dan istriku. Dia ingin merebut Rania kembali. Aku tidak akan membiarkan hal ini tanpa perlawanan!"
"Rexi," geramnya menyebut nama itu. "Aku tidak akan pernah melupakan apa yang sudah dia lakukan padaku. Aku akan membantumu, Raffael," putus orang tersebut yang membuat Raffael tersenyum puas. "Tapi kau harus ingat, aku tidak melakukannya untukmu. Aku melakukannya untuk menghancurkan Rexi."
Raffael terdengar tidak peduli dengan motif sebenarnya dari orang di ujung telepon itu, "Aku tidak peduli tentang motifmu, asalkan kau membantuku mendapatkan Rania kembali."
"Baiklah. Aku akan melakukan sesuatu untuk membantumu. Tunggu kabar dariku."
Sambungan telepon itu berakhir. Raffael tersenyum dan meremas ponselnya saat mengingat jika kini ia dan Rania tidak lagi sebagai suami istri.
"Kau tetap istriku, Rania. Sampai kapanpun itu aku tidak akan pernah melepaskanmu." Tekad Raffael kuat untuk tetap mempertahankan rumah tangganya meski sebenarnya mereka sudah resmi bercerai.