NovelToon NovelToon
The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos
Popularitas:455
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Gimana jadinya gadis bebas masuk ke pesantren?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Santri Super Ninja

...BAB 20...

...SANTRI SUPER NINJA...

Pagi itu, langit masih malu-malu menampakkan sinarnya. Burung-burung berkicau di sela suara motor sayur yang berlalu lalang di luar pesantren.

Hari ini bukan hari biasa, karena Arabella dan ketiga sahabatnya dapat tugas spesial, yaitu belanja ke pasar bareng Uma Salma.

“Oke! Gue udah siap mental buat tawar menawar maut!” seru Arabella penuh semangat sambil mengenakan topi lebar kacamata hitam ala selebgram kampung.

“Kita itu ke pasar, Bell. Bukannya ke pantai!” ucap Elis datar sambil menatap gaya temannya yang terlalu niat.

“Justru itu! Penampilan adalah kunci kesuksesan dalam negosiasi!” Arabella menepuk pundak Elis dramatis, seolah hendak masuk gelanggang perdebatan.

Sesampainya di pasar, aroma rempah, sayuran segar dan bau khas ikan mentah menyambut mereka. Uma Salma langsung membuka daftar belanjaan : tahu, tempe, daging sapi, cabai, bawang dan segerombolan bumbu rahasia dapur pesantren.

Ketika mereka sampai di lapak tempe, Arabella langsung maju seperti pemburu diskon di tanggal kembar.

“Pak, ini tempenya asli atau KW?” tanya Arabella dengan ekspresi serius.

Penjual tempe langsung tertawa. “Tempe KW itu kayak gimana, Neng?”

“Ya kayak tempe tapi isinya nasi, atau mungkin Cuma bungkus doang buat PHP-in orang laper!” jawab Arabella santai.

Sari menepuk jidat, “Ampun, Bell..”

Arabella tak perduli. Dia mengacungkan jari ke arah tempe yang tampak montok. “Ini nih yang cocok buat dijadiin lauk anak santri. Tapi harganya harus cocok juga sama kantong santri.”

“Berapa maunya, Neng?”

“Seribu?! Dengan bonus senyuman manis Abang!” Arabella menjawab penuh percaya diri.

“Lah... itu mah bonus dari saya bukan dari tempe!”

Mereka semua ngakak. Di lapak daging, giliran Dina yang mencoba menawar, tapi Arabella buru-buru memotong.

“Benta, bentar. Gue ahli tawar menawar spesialis daging.” Dia berdehem seperti akan pidato.

“Pak, dagingnya ini daging sapi asli, kan? Bukan sapi yang pernah nonton sinetron lalu galau dan jadi keras dagingnya?”

“Waduh.. ini teh sapi kampung yang rajin ngaji, Neng. Dijamin berkah.” Jawab si penjual sambil tertawa terpingkal pingkal.

Arabella mengangguk puas. “Baiklah. Karena sapinya rajin ibadah, saya mau beli tapi minta harga spesial Santri Style,”

“Berapa, Neng?”

“Dua puluh ribu sekilo, tapi minta lima kilo!”

“Waduh, itu mah rugi di saya atuh Neng!”

“Tapi kan pahalanya gede pak, bantuin para santri,” jawab Arabella sambil memonyongkan bibirnya.

Sari dan Elis sampai jongkok di pinggir lapak, tak kuat menahan tawa. Uma Salma yang sedari tadi memperhatikan akhirnya angkat suara sambil senyum geli.

“Ya Allah, Bella... kamu tuh bisa bikin satu pasar bahagia.”

Arabella menengadah bangga, “Uma, senyuman para penjual adalah diskon terbaik dalam hidup ini.”

Dengan kantong-kantong belanja yang mulai penuh, mereka melanjutkan belanja sambil sesekali di sapa penjual lain yang penasaran dengan ‘santri entertainer’ satu ini.

Hari itu, pasar menjadi lebih hidup dari biasanya, berkat kekonyolan Arabella CS yang tak hanya membawa pulang bahan makanan, tapi juga tawa untuk semua.

Keranjang belanja mereka sudah hampir penuh. Tahu, tempe, daging, sayuran, bumbu dapur— semua sudah siap untuk dibawa pulang ke pesantren. Mereka sedang menunggu Uma Salma menghitung kembalian dari lapak cabai ketika keramaian pasar tiba-tiba berubah jadi ricuh.

“Tas saya... Tas saya dicopet!!” teriak Uma panik sambil meraba bagian bahunya yang sudah kosong.

Sari, Elis dan Dina sontak panik. “Copet?! Bell... Uma dicopet?!”

“Ya Allah! Copet! Copet! Itu orangnya lari ke sana!” teriak seorang penjual pisang sambil menunjuk ke arah lorong sempit pasar.

Semua orang mulai gaduh. Tapi di tengah kekacauan itu, satu sosok berdiri tenang.

Arabella.

Matanya menyipit tajam menatap si copet yang berlari zig zag sambil membawa tas Uma. Dengan tanpa aba-aba, Arabella langsung melepas sendal jepitnya, mengencangkan hijab, dan...

“ALLAHUAKBAR, KEJARAN SANTRI BARBAR!”

Dia melesat seperti anak panah, melompat di antara keranjang sayur, memanjat meja lapak bakso, dan bahkan meluncur di atas tumpuan daun pisang.

“BELLAAAAA!” jerit ketiga temannya.

“GAK PAPA! SANTAI! UDAH BIASA! GUE UDAH LATIHAN DARI KECIL!” teriak Arabella sambil salto dari gerobak ke pagar kayu tua, mengejar si copet yang mulai ngos-ngosan.

“APAAA??? TUH ANAK NINJA APA SANTRI?!” teriak seorang bapak penjual semangka.

Arabella melompat ke atas tumpukan keranjang, lalu menendang seng rongsokan untuk menakut-nakuti si copet. Si copet pun panik dan salah langkah—terpeleset masuk ke selokan kecil di antara dua kios.

Gotcha!

Arabella lompat ke atasnya, menjepit bahu si copet dengan lutut dan tangan kanannya bersiap melayang ke udara.

“Hayo mau lari kemana lo?! Udah berapa kali lo nyopet disini, hah?” gertak Arabella galak.

“Baru dua kali, demi Allah...”

Arabella mendengus. “Baru dua kali tapi udah sok pro! Lah, gue baru dua kali masak tahu bacem aja udah sombong ke Ustadzah!”

Penjual-penjual yang ikut berkerumun tertawa ngakak. “Mantep Neng!”

“Ya Allah, tu anak luar biasa...”

Uma Salma terharu melihat Arabella kembali dengan tasnya yang utuh. Dina Elis dan Sari langsung berlari ke arah Arabella, memeluknya sambil tertawa dan menangis bareng.

“Gila kamu, Bell. Gamis kamu sampe sobek, tapi tetap bisa lompat kayak kucing!”

“Ini gamis spesial, bro. Seratnya fleksibel. Dijait sama Bu Nyai sendiri. Anti sobek.. eh, ya sobek juga sih, tapi penuh keberkahan.” Jawab Arabella bangga sambil merapihkan hijabnya yang sedikit miring.

Polisi pasar pun datang membawa si copet. Para penjual bersorak.

“Santri super!”

“Bajunya syar’i, gerakannya taktis!”

“Yang kayak gini nih pantes jadi superhero pasar!”

Arabella hanya nyengir. “Gue bukan superhero, gue Cuma santri yang kalo makan kebanyakan cabai bisa teleport...”

Semua tertawa.

Hari itu, bukan Cuma belanjaan yang mereka bawa pulang, tapi juga cerita legendaris tentang seorang santri berhijab yang berhasil menangkap copet dengan gaya ninja dan hati yang tawakal.

Dan Arabella?

Dia hanya menambahkan satu kalimat sebelum mereka pulang.

“Bisa ngaji, bisa silat, bisa tawar tempe. Itulah santri multitalenta.” Sombong Arabella merangkul sahabat sahabatnya.

Setelah aksi heroik Arabella yang sukses membuat satu pasar histeris sekaligus terhibur, Uma Salma mengajak rombongan kecil mereka segera pulang ke pesantren. Belanjaan sudah komplit, si copet sudah ditangkap, dan semua tampak lega.

Namun, baru beberapa langkah meninggalkan keramaian pasar, Arabella tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan tangan terangkat seperti polisi lalu lintas.

“STOP!!” serunya dramatis.

Uma Salma dan ketiha sahabatnya otomatis berhenti.

“Ada apa lagi, Bell?” tanya Dina dengan dahi mengernyit.

Arabella menunjuk ke sebuah lapak kecil penuh jajanan warna-warni. Tapi bukan tampilannya yang menarik perhatian Arabella—melainkan... namanya.

“Hah?! Serius itu namanya? ‘Onde-Onde Ketawa’?!” Arabela mendekat sambil memelototi papan kecil yang bertuliskan harga dan nama jajanan.

Penjualnya seorang ibu-ibu manis dengan celemek bunga-bunga, tertawa kecil. “Iya, Nak. Memang itu namanya. Onde-Onde Ketawa.”

“Ini onde-onde punya kepribadian sendiri atau gimana sih Bu?” tanya Arabella serius, tapi bikin Dina dan Elis langsung jongkok ketawa.

“Maksud saya... Emang onde-onde ini bisa ketawa? Atau kita yang makan terus jadi ketawa? Atau... ini onde-onde bisa stand up comedy?”

Sari hanya bisa nyengir, “Bell, itu maksudnya karena onde-onde nya merekah kayak mulut lagi ketawa.”

Arabella terdiam sejenak, lalu mengangguk bijak. “Oooh... filosofi sekali ya. Onde-onde yang membuka diri, tidak menutup-nutupi isi, melambangkan kejujuran dan keterbukaan hati...”

Penjualnya ngakak. “Mau coba, Neng?”

Arabella mengangguk penuh semangat. “Satu bungkus, Bu! Dan tolong pilihkan onde-onde yang paling bahagia!”

“Kenapa emangnya?”

“Biar kalo saya makan, hidup saya juga ikut bahagia, kayak onde-ondenya.”

Sari, Dina dan Elis sampai lemas nahan tawa, sedangkan Uma Salma Cuma bisa geleng-geleng sambil senyum.

Setelah mencicipi onde-onde ketawa itu, Arabella mendadak menatap kosong ke langit.

“Lis... gue ngerasa tercerahkan... rasanya kayak makan pelukan.”

“Pelukan siapa dulu nih?” goda Dina.

“Pelukan kehangatan dapur emak-emak yang penuh cinta dan minyak goreng!”

Jajanan berikutnya tak kalah bikin Arabella bingung. Dia menatap kue bulat berwarna pink dengan mata menyipit. Ada tulisan kecil di belakangnya ‘Kue Cubit’

“Lah.. iini apa agi?! Kue cubit? Ini makanan atau tindakan kriminal?”

Penjual lain di sebelah lapak onde-onde langsung tertawa. “Namanya memang kue cubit, Nak. Dulu dicubit di loyang kecit, makannya namanya gitu.”

Arabella mengangguk dalam. “Berarti kalo saya bikin kue sambil dipeluk, namanya kue peluk? Atau kue dorong kalau ditendang?”

Pasar kembali dipenuhi tawa. Para penjual sudah mengenal Arabella si ‘santri absurd’ yang tadi pagi jadi pahlawan. Setelah membeli beberapa bungkus jajanan aneh tapi nikmat itu, mereka melanjutkan perjalanan pulang.

Arabella menatap onde-onde ketawa di tangannya.

“Di dunia yang penuh masalah ini, kadang kita Cuma butuh satu onde-onde yang bisa ketawa.’

Dan dengan begitu, berakhirlah misi pasar mereka hari itu. Bukan Cuma dapur pesantren yang akan penuh bahan makanan, tapi juga hati mereka yang penuh cerita dan canda dari sosok santri berhijab yang bisa menghidupkan pasar dan bikin onde-onde ketawa makin laris manis.

*****

Setelah seru jadi Santri Super Ninja di pasar, rombongan Arabella, Uma Salma, Dina, Elis dan Sari kembali ke pesantren dengan langkah ringan dan kantong penuh belanjaan serta jajanan yang masih hangat. Namun suasana damai itu berubah ketika mereka melewati halaman depan.

Tepat di bawah pohon mangga yang rindang, empat santriwati senior— Herni, Ani, Hana dan Maya— tengah berdiri dengan gaya yang... mencurigakan.

Rambut mereka tertutup rapih, tapi ekspresi mereka? Sok manja, senyum genit dan suara yang naik satu oktaf.

Didepan mereka berdiri empat ustad muda dan tampan, yaitu Ustad Izzan yang selalu serius dan dingin, Ustad Azzam yang murah senyum, Ustad Hamzah yang berwibawa dan Ustad Jiyad si kalem berlesung pipi. Mereka jelas sedang dikepung oleh aura centil yang luar biasa.

Herni sambil memainkan ujung jilbabnya berkata, “Ustad Izzan, kalau ada kajian tambahan... saya siap bantu loh—“

“Iya, saya juga. Bahkan siap bantu apa aja—“ lanjut Ani.

Arabella hanya mendelik tajam, lalu berbisik ke Dina, “Kita baru aja ninggalin bentar, eehhh ini pesantren udah berubah jadi sinetron.”

Sari hanya nyengir. “Gak kuat liatnya. Rasanya pengin nyiram mereka pake kuah soto.”

“Atau taburin onde-onde ketawa ke wajah mereka, biar sadar...”

Arabella menatap bungkusan di tangannya... lalu mendapat ide licik. Tanpa aba-aba, Arabella berjalan ke tengah lapangan dengan langkah tengil, dagu terangkat dan senyum penuh misi.

“ASSALAMUALAIKUM USTAAAADDDD— ADA YANG MAU ONDE-ONDE KETAWA GA?

Herni dan gengnya langsung menoleh dengan muka kaget. Para Ustad yang tadi tampak canggung kini kelihatan lega— seolah ada tim evakuasi datang tepat waktu.

Arabella langsung menyodorkan jajanan ke arah Ustad Azzam.

“Ini, Ustad. Onde-onde ketawa. Isinya bukan cinta palsu. Tapin kacang hijau dan kenerkahan.”

Ustad Azzam menahan tawa. “MasyaAllah, Jazakillah khair, Bella.”

Ustad Hamzah tersenyum. “Kamu baru pulang dari pasar?”

“Iya, Ustad. Sekalian nyelametin Ustad-Ustad dari serangan genit non fisik.”

Hana mencibir, :”Bella, kita lagi ngobrol penting loh.”

Arabella memasang wajah dramatis. “Ngobrol penting? Dengan nada imut dan gaya manja gitu? Kalian lagi rapat atau lagi syuting iklan bedak?”

Elis, Sari dan Dina udah tertawa tertahan di belakang , Uma Salma Cuma bisa geleng-geleng.

“Ih, nyebelin banget si Bella....”

Arabella lanjut “Tenang, kak Maya. Ini onde-onde bisa meredakan emosi. Tapi ingat, jangan dimakan sambil cemberut. Nanti ketawanya onde-onde jadi palsu.”

Para Ustad tak bisa menahan tawa. Bahkan Ustad Izzan yang biasanya kalem sampai terkekeh. Ustad Hamzah menepuk pundak Arabela pelan.

“Barakallah, kamu datang di waktu yang sangat tepat.”

“Siap Ustad. Kalau butuh pengusir aura sok cantik, panggil aja Arabella.”

Akhirnya Herni dan gengnya pamit dengan wajah masam dan langkah berat. Mereka bubar dengan dalih “Ada hafalan yang harus diulang,” padahal jelas harga dirinya baru saja dikalahkan oleh onde-onde dan keberanian Absurd Arabella.

Begitu mereka pergi, Ustad Hamzah tersenyum ke arah Uma Salma. “Santri satu ini... benar-benar unik.”

Uma Salma hanya bisa tersenyum bangga. “Yah, itulah Bella, kalau dia ada, suasana gak pernah biasa.”

Dan Arabella?

Dia menggigit onde-onde ketawa sambil menyeringai. “Enak ya... lebih manis dari sikap sok manja tadi.”

Semua tertawa lagi. Pesantren kembali damai berkat santri absurd berjilbab ninja yang tak hanya jago kejar copet tapi juga jago menetralkan toxic vibes dari santri genit.

Malam itu di dapur pesantren, suasana terasa hangat dan ramai oleh suara alat dapur yang berdenting, suara minyak yang berdesis di wajan, dan tawa kecil para santri. Uma Salma berdiri di depan kompor dengan celemek bunga-bunga. Sementara Arabella, Sari, elis dan Dina ikut sibuk memotong bahan, mencuci sayuran, dan tentu saja... mencicipi bumbu secara diam-diam.

“Awas ya Bell.” Tegur Elis saat Arabella lagi-lagi mencolek adonan tahu isi sebelum digoreng.

Arabella hanya nyengir, “Cuma tes rasa ah elaahh. Masa iya nanti kalo tar rasanya keasinan yang disalahin gue?”

Dina nyenggol Arabella, “Padahal belum kamu goreng juga...”

Uma Salma tertawa kecil. “Kalian ini ada aja tingkahnya. Tapi Uma seneng, dapur jadi hidup.”

Mereka duduk sebentar saat menunggu rebusan daging matang. Obrolan pun mengalir pelan, seperti aroma rempah yang memenuhi ruangan.

“Uma.. dulu waktu Uma seusia kita, Uma udah ngapain aja sih?” tanya sari.

Uma salma tersenyum sambil mengaduk pelan tumisan. “Di seusia kalian? Uma dulu bantu orang tua di sawah. Pulang sekolah langsung nyangkul.”

“Waaahh, Uma pejuang banget ya. Kalau kita disuruh nyangkul kayaknya baru lima menit udah pingsan.” Timpal Elis bersemangat.

“Eits.. gue nggak akan pingsan. Paling Cuma hilang arah hidup aja.”

Mereka tertawa.

“Uma, Uma pernah suka sama seseorang pas muda?” tanya Dina.

Dan pertanyaan itu membuat semua gadis di dapur refleks terdiam. Uma tersenyum tenang.

“Pernah. Namanya juga manusia. Tapi Uma tau batas. Suka itu wajar. Tapi bagaimana kita mengolah rasa itu, itu yang menentukan nilai diri kita.”

“Waaahhh. Dalem banget. Jadi misalnya kita suka seseorang... tapi orangnya gak tau, itu berarti rasa itu harus disimpan ya?” ucap Arabella.

“Bukan disimpan. Tapi disucikan. Karena rasa itu anugrah. Kalau kamu simpan dengan baik, Allah akan jaga kamu dan hatimu.”

Mereka semua hening beberapa saat, mencerna kata-kata Uma.

“Uma, kalau Uma lagi capek banget, apa yang Uma lakuin biar semangat lagi?”

Uma menjawab sambil mencium aroma bumbu yang sedang ditumis. “Uma lihat wajah santri-santri Uma. Itu cukup.”

“Aduh Uma... tar kita nangis rame-rame nih di dapur.” Canda Arabella.

“Eh, jangan nangis. Nanti kuah sopnya asin.”

Tawa pun kembali pecah.

“Uma, kalo Uma pengen kita jadi santri yang kayak gimana?” tanya Elis lagi.

Uma Salma menatap satu per satu wajah mereka. Matanya teduh, tapi penuh makna.

“Uma pengen kalian jadi santri yang bisa jadi cahaya di manapun kalian berada. Bukan yang sempurna, tapi yang selalu belajar. Yang bisa bikin orang lain tersenyum, merasa aman, dan dekat sama Allah.”

“Brarti kalo aku bikin orang ketawa, aku udah bikin mereka seneng ya, Uma?” tanya Arabella.

“Betul, Nak. Tapi jangan lupa... kadang diam pun bisa jadi cahaya. Jadi lucu boleh, asal tahu waktu dan tempat. Itu yang akan buat kamu berwibawa.”

Arabella manggut-manggut seperti habis dapet wejangan dari guru kungfu.

“Siap Uma. Aku akan jadi santri ninja bercahaya!”

Mereka kembali tertawa. Aroma makanan mulai semerbak, tanda masakan hampir siap. Obrolan itu singkat, tapi dalam. Di dapur kecil itulah, mereka tidak hanya belajar memasak, tapi juga belajar jadi wanita tangguh dengan hati yang lembut dan pemikiran yang luas.

Dan malam itu... menjadi malam yang mereka kenang sebagai momen sederhana, hangat, dan penuh makna bersama sosok Uma yang lebih dari sekadar pengasuh pesantren— tapi pelita di tengah pencarian jati diri mereka.

1
Tara
jodohmu kaga jauh ...smoga cepat bucin ya...🤭🫣🥰😱🤗👏👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!