Di kehidupan sebelumnya, Nayla hidup dalam belenggu Adrian.
Tak ada kebebasan. Tak ada kebahagiaan.
Ia dipaksa menggugurkan kandungannya, lalu dipaksa mendonorkan ginjalnya kepada saudari kembarnya sendiri—Kayla.
Ia meninggal di atas meja operasi, bersimbah darah, dengan mata terbuka penuh penyesalan.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua.
Di kehidupan ini, Nayla bersumpah: ia tidak akan jatuh di lubang yang sama.
Ia akan membuka topeng dua manusia berhati busuk—mantan kekasih dan saudari tercintanya.
Namun kali ini... apakah ia bisa menang?
Atau akan ada harga baru yang harus ia bayar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julie0813, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Kenangan
“Halo, Nay, gimana semalam? Seru nggak?” tanya Kayla dengan nada lembut, menyembunyikan niat busuk di balik kalimat seolah penuh perhatian.
“Aku semalam ketemu beberapa teman lama dan dipaksa minum banyak banget… Sampai aku sendiri juga kewalahan. Maaf ya, aku nggak sempat jaga kamu. Semalam di bar kamu gimana?”
“Uuuh… Kak~ kamu nggak apa-apa kan? Aku sekarang takut banget… Kamu bisa datang ke sini nggak? Aku pengin ketemu kamu,” suara Nayla terdengar serak dan penuh rasa takut, tapi masih penuh kepercayaan saat bicara pada Kayla.
Mendengar suara Nayla yang polos tanpa sedikit pun kecurigaan, Kayla akhirnya bisa bernapas lega.
Selama Nayla masih percaya padanya, semua rencana yang sudah dia atur rapat-rapat tidak akan ketahuan oleh siapa pun!
Nayla memang bodoh! pikir Kayla dalam hati. Tapi wajahnya tetap memancarkan kepedulian dan kelembutan.
“Nay, nggak apa-apa kok. Jangan takut ya. Mungkin kamu masih belum terbiasa pergi ke bar. Kakak bakal ke sana sekarang buat temenin kamu, ya.”
Setelah menutup telepon, Kayla akhirnya benar-benar tenang. Dalam pikirannya, ia sudah mulai menyusun berbagai cara untuk mengatasi Nayla.
---
"Ding dong… ding dong..."
Bunyi bel terdengar nyaring dan mendesak dari arah pintu.
“Kamu cepat buka pintunya! Kamu di dalam nggak apa-apa, kan? Kay, jangan panik, aku di sini, Kay!” Suara panik Rayyan terdengar bahkan sebelum Kayla sempat berdiri dari sofa.
Kayla menggertakkan gigi. Ia sudah sangat muak dengan Rayyan—pria yang tak bisa diandalkan, hanya tahu merusak semua rencananya, tapi sekarang malah berani muncul di depan pintunya!
Dia benar-benar tidak ingin membuka pintu, tapi juga tak bisa membiarkan Rayyan terus berteriak di luar.
“Aku nggak apa-apa. Tapi aku nggak mau ketemu kamu sekarang,” jawab Kayla dari balik pintu dengan suara dingin, sambil memegang gagang pintu erat-erat tanpa berniat membukanya.
Namun tenaga pria jauh lebih kuat, dan akhirnya pintu pun terbuka paksa.
“Wajah kamu kenapa, Kay?” Rayyan langsung mendekat, ingin menyentuh wajah Kayla dengan ekspresi penuh rasa sayang dan cemas.
“PLAK!”
Kayla menepis tangan Rayyan dengan keras. “Nggak usah sok peduli!”
Nada marah Kayla membuat Rayyan terdiam sejenak.
“Tangan kamu sakit nggak?” Rayyan justru tetap khawatir pada Kayla. Ia tahu Kayla tak suka disentuh, jadi perlahan ia menarik kembali tangannya.
“Aku cuma pengin peduli... Jangan tolak aku seperti ini, ya?” kata Rayyan pelan, menunduk penuh kecewa.
Kayla menggigit bibirnya, menahan emosi. Ia tak menjawab, hanya berbalik masuk ke dalam kamar—tapi tak menutup pintu.
Mata Rayyan langsung berbinar. Dengan hati-hati dan penuh harap, ia pun melangkah masuk menyusul wanita yang selama ini selalu ia cintai.
Rayyan dan Kayla terdiam. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut mereka.
Kayla membungkuk pelan, mengambil concealer yang tadi terjatuh, lalu melanjutkan menutupi bekas tamparan yang masih samar terlihat di wajahnya.
Dari kejauhan, Rayyan menatapnya dalam diam. Tapi pikirannya telah melayang jauh… kembali ke masa lalu.
---
Saat itu, dirinya hanyalah seorang bocah nakal—anak laki-laki yang dimanjakan keluarga hingga jadi liar dan semaunya sendiri. Tidak ada yang bisa mengendalikan Rayyan kecil yang selalu mencari masalah.
Sementara Kayla kecil adalah kebalikannya—seorang gadis cerdas, ceria, dan hangat seperti matahari kecil. Kehadirannya bagaikan cahaya yang menenangkan hati Rayyan. Hanya saat berada di dekat Kayla, barulah Rayyan bisa merasa tenang.
Namun karena sifat angkuhnya saat masih kecil, Rayyan selalu bersikap canggung. Walaupun dalam hati ia sangat suka bermain bersama Kayla, mulutnya justru sering mengucapkan kata-kata tajam, bahkan terkadang sengaja mengusili gadis itu.
Tapi Kayla… entah kenapa, dia selalu memaafkan. Ia hanya membalas dengan senyum sabar, seolah tak pernah marah. Dan setiap kali melihat senyuman itu, Rayyan justru merasa malu sendiri dan akhirnya memilih lari menjauh.
Hingga akhirnya… datanglah hari itu—hari yang mengubah segalanya.
Sebuah konflik besar terjadi dalam bisnis orang tua mereka, yang melibatkan banyak keluarga dalam pertikaian. Saat kejadian itu, Rayyan tengah bermain dengan Kayla dan beberapa teman lainnya.
Tiba-tiba, sekelompok pria bertubuh besar datang, mencoba menangkap mereka semua.
Kayla yang biasanya terlihat lembut dan tenang, justru menjadi yang paling sigap. Ia segera menarik tangan Rayyan, berlari sekencang mungkin bersamanya.
Rayyan yang tubuhnya lebih tinggi dan kakinya lebih panjang, awalnya mengikuti Kayla. Tapi saat ia menoleh ke belakang, ia menyadari—Kayla sudah tertinggal jauh.
Tapi saat itu, rasa takut menguasai segalanya.
Rayyan terlalu panik untuk berpikir jernih. Ia tidak berani kembali mencari Kayla… bahkan, teriakan minta tolong dari Kayla pun ia abaikan.
Dan itulah penyesalan terbesar dalam hidupnya.