Rui Haru tidak sengaja jatuh cinta pada 'teman seangkatannya' setelah insiden tabrakan yang penuh kesalahpahaman.
Masalahnya, yang ia tabrak itu bukan cowok biasa. Itu adalah Zara Ai Kalandra yang sedang menyamar sebagai saudara laki-lakinya, Rayyanza Ai Kalandra.
Rui mengira hatinya sedang goyah pada seorang pria... ia terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak ia pahami. Antara rasa penasaran, kekaguman, dan kebingungan tentang siapa yang sebenarnya telah menyentuh hatinya.
Dapatkah cinta berkembang saat semuanya berakar pada kebohongan? Atau… justru itulah awal dari lingkaran cinta yang tak bisa diputuskan?
Ikutin kisah serunya ya...
Novel ini gabungan dari Sekuel 'Puzzle Teen Love,' 'Aku akan mencintamu suamiku,' dan 'Ellisa Mentari Salsabila' 🤗
subcribe dulu, supaya tidak ketinggalan kisah baru ini. Terima kasih, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan bijak atau...
"Gue suka sama Zara."
Kata-kata itu akhirnya meluncur dari bibir Haru. Bukan hanya sebagai pembelaan, tapi juga pernyataan tegas untuk membungkam tiga sahabatnya yang terus bergosip itu.
Namun di balik keberaniannya, detak jantung Haru melonjak tak karuan. Terasa sakit. Ia tak tahu apakah ini keputusan bijak atau hanya dorongan sesaat yang akan ia sesali.
Asaki sontak berdiri. Tubuhnya menegang penuh keterkejutan. Ada sesuatu yang luruh di matanya: kecewa, marah, terluka. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh dengan gemetar.
“Enggak, Haru. Elo nggak semudah itu bilang suka ke gadis bod*h itu. Itu terlalu naif."
“Gue suka sama Zara,” Haru kembali mengulang. Nadanya tenang, tapi matanya mengisyaratkan ketegasan yang tak bisa ditawar. “Dan mulai sekarang, kalau kalian masih terus membicarakan dia... baik di depan atau di belakang gue, gue akan ambil langkah. Bukan sebagai sahabat kalian, tapi sebagai seseorang yang ingin menjaganya.”
“Enggak!" Asaki menolak. "Gue tahu... Gue tahu lo bukan benar-benar suka. Lo cuma kasihan. Lo cuma merasa harus jadi pelindung. Elo hanya mencoba ngebela dia kan?"
“Asaki...” Haru menarik napas dalam, mencoba menahan emosi yang mulai naik ke kerongkongan. “Apa gue harus ngulang lagi? Besok, selepas wisuda gue bakal nyatain cinta ini langsung ke dia.”
“Jangan!” Suara Asaki meninggi. Ia maju satu langkah dan menarik kerah kaos Haru dengan gemetar. Matanya berair, dan akhirnya tetesan itu jatuh. “Jangan bilang lo suka sama dia... karena itu artinya lo ninggalin gue...”
Suasana mendadak hening. Fanya dan Asyifa membeku di tempat, tak lagi bisa bersenda gurau seperti tadi dan merasa sangat bersalah. Bibir mereka kelu, seperti tertampar oleh kenyataan yang tak mereka duga.
Mereka tahu.
Semua yang mereka ucapkan tadi bukan datang dari hati yang murni, melainkan bagian dari rencana Asaki. Ya, Asaki yang meminta mereka membantu menjelek-jelekkan Zara di depan Haru. Tujuannya sederhana: agar Haru ilfeel, agar Haru jijik dan mengurungkan rasa sukanya pada gadis itu.
Namun nyatanya, rencana itu hancur seketika. Dibungkam oleh satu kalimat lugas dari Haru, yang lebih kuat dari segala upaya mereka.
"Gue suka sama Zara."
Pernyataan itu menghantam seperti petir di siang bolong. Tak hanya mengguncang Asaki, tapi juga membuat Fanya dan Asyifa sadar... bahwa permainan mereka terlalu jauh.
Dari sisi gazebo lain yang teduh, di tengah bunga dandelion yang bertebaran tertiup angin sore, keempat sahabat lama itu saling berpandangan. Riuh suara dari kejauhan tadi terdengar samar.
"Akhirnya, terjadi juga..."
Asa, ibu dari Asaki, terpejam perlahan. Senyumnya tak sepenuhnya lega, lebih seperti seseorang yang baru sadar anaknya telah sampai pada titik patah yang tak bisa lagi dicegah. "Aku tahu, suatu saat ini pasti datang. Tapi ternyata... sakit juga, ya, rasanya."
Nuuha menggenggam cangkir coklat hangatnya erat-erat, mencoba menyembunyikan gelisah di balik senyumnya. "Haru sedang jatuh cinta, Asa. Dan dia akhirnya jujur tentang itu. Tapi..." mata Nuuha menerawang, menembus cakrawala sore yang hangat, "melihat Asaki begitu shock, aku pun tak bisa menutup mata. Asaki itu juga anakku, sama seperti Fanya dan Asyifa. Aku ikut terluka melihatnya."
Isfani, ibu dari Fanya, mengangguk. "Asaki nggak akan terima begitu saja. Anaknya keras kepala dan emosional. Luka karena cinta pertama itu... bisa jadi panjang urusannya."
Lalu Sifa ibu dari Asyifa tersenyum simpul. Ia menyandarkan punggungnya pada kursi rotan, menatap cahaya senja yang menari di permukaan cangkirnya. Dulu, saat muda, ia dikenal sebagai pakar cinta yang dikenal piawai menyusun strategi, menata hati, dan menyembuhkan luka.
“Cinta segitiga ini… hanya akan menantang mereka untuk bertumbuh,” ucap Sifa tenang. Suaranya lembut, namun sarat pengalaman putus nyambung cinta. “Kadang, cinta datang bukan untuk dimiliki, tapi untuk mengajarkan arti melepaskan. Siapa pun yang bisa melakukannya dengan lapang, dialah yang paling mencintai.”
Desir angin menari di antara bunga-bunga, membawa sisa rasa manis coklat dan getirnya kenyataan.
"Dan kita..." lanjut Sifa, masih dengan senyum yang matang, "hanya bisa mengarahkan, bukan memilihkan."
Asa, dengan kepribadiannya yang tegas dan sorot mata yang selalu menuntut, menatap ke depan meski dalam hati, gelombang perasaan sebagai seorang ibu tengah bergulung. Ia menghargai keputusan sahabatnya, tentu saja. Tapi kali ini, ia juga seorang ibu. Dan sebagai ibu, ia tak akan tinggal diam ketika putrinya tersakiti.
“Asaki… Sejak kecil, dia seperti penjaga Haru. Aku menyaksikan sendiri, bagaimana dia melindungi Haru, seolah cinta itu tumbuh tanpa diminta. Setiap ada gadis yang mendekat, Asaki lah yang berdiri paling depan, mengusir mereka tanpa ragu. Dulu aku khawatir akan sifat posesifnya… tapi kekhawatiran itu perlahan sirna karena Haru pun terlihat begitu peduli padanya. Dia selalu jadi pelipur lara untuk Asaki, terutama saat anakku itu menangis diam-diam.”
Asa menghela napas panjang. “Tapi ternyata... hati Haru tak pernah benar-benar tertambat pada Asaki.”
Isfani, yang sejak tadi diam, ikut angkat bicara dengan suara berat yang menyimpan kenangan. “Ini mengingatkanku pada Naomi, Nuuha…”
Nama itu jatuh seperti duri yang menancap. Seketika wajah Nuuha memucat. Kenangan pahit yang sudah dikubur rapat, kembali menyelinap masuk tanpa permisi. Luka lama yang belum sepenuhnya sembuh tentang tudingan sebagai perusak, tentang perundungan yang membuatnya sampai hilang ingatan, tentang trauma yang merenggut sebagian hidupnya.
Dada Nuuha bergemuruh. Ia mendekat, lalu menggenggam kedua lengan Asa dengan erat. Tangannya gemetar. “Asa… maafkan Haru…”
Asa menatapnya dengan bingung. “Apa maksudmu, Nuuha?”
“Aku tidak ingin masa lalu itu terulang. Aku tidak ingin ada nama lain yang dibakar dengan kebencian… Aku tak ingin Zara menjadi korban. Dan Asaki… aku tahu, dia pasti sangat terluka.”
Asa menunduk sejenak, mencerna tiap kata. Lalu mengangguk perlahan. “Aku mengerti maksudmu, Nuuha… Tapi bagaimanapun juga, aku adalah ibunya. Aku akan tetap berdiri di pihak Asaki. Dan kamu tahu kan... sebaik apapun Zara, dia tetap seorang pendatang. Dia bukan bagian dari kita.”
Dan sekali lagi, siapa pun yang berani berbicara, siapa pun yang berani menumpahkan isi hatinya dalam kata-kata, dialah yang menang. Entah hanya untuk sesaat, atau bahkan menjadi abadi dalam kenangan yang tak mudah terhapus.
Namun di sisi lain, mereka yang memilih diam... seringkali menyimpan luka yang paling dalam. Kata-kata yang tidak diucapkan itu tidak pernah hilang. Ia menggantung, seperti kabut tipis di antara dada dan tenggorokan, terus terasa di setiap denyut nadi, tak pernah benar-benar lenyap seperti angin.
Nuuha hanya menunduk. Tak berkata apa-apa. Tapi dalam hatinya, sebuah bisikan tumbuh perlahan:
“Gadis itu... aku pun ingin mengenalnya. Mungkin bukan sebagai calon menantu, mungkin bukan sebagai saingan Asaki, tapi... sebagai seseorang yang membuat anakku merasakan cinta pertamanya. Itulah sebabnya aku ingin keluar dari tempurung sunyiku, kembali melangkah di dunia yang dulu begitu asing dan membuatku sembunyi.”
Seseorang yang membuat jantung Haru berdetak. Bukan karena penyakit, melainkan karena rasa yang tumbuh diam-diam.
Dan untuk itu... Nuuha ingin mengenalnya.
../Facepalm/