Terkurung Janji, Terjebak Cinta Di Balik Senja

“Semoga kalian selalu akur dan langgeng.” Ucap Ruri, mendoakan yang terbaik untuk anakny,a yang kini sudah sah menjadi suami orang. Ia memeluk Gavian erat, seolah-olah Gavian akan pergi jauh darinya.

Ia menarik diri kemudian, beralih ke Nayura. Ia merengkuh Nayura, yang kini telah menjadi menantunya. Tak kuasa menahan haru, air mata pun jatuh membasahi wajahnya.

Buru-buru ia menyeka air matanya, kemudian menarik diri dan tersenyum hangat menatap Nayura.

Nayura balas tersenyum meskipun sedikit kaku. Ia berusaha untuk membiasakan diri. Ruri membingkai wajah cantik Nayura dengan ke dua telapak tangannya.

“Kalau Gavian nakal, lapor ke mama, ya.” Ucap Ruri, mengusap wajah Nayura dengan ibu jarinya.

Senyum Nayura makin lebar hingga kedua matanya menyipit, memberikan anggukan cepat untuk ucapan Ruri barusan.

Baguslah, setidaknya mertuanya peduli. Tidak seperti mertua di luaran sana, yang buta saat anaknya menyakiti menantunya.

Wah, mertua idaman bukan!

Gantian, Ismail yang memeluk Gavian. Tidak ada kata yang terucap, hanya tepukan dua kali di pundak Gavian—cukup mewakili apa yang ingin ia sampaikan.

“Hmm…om.” Sapa Nayura sedikit ragu saat mengecup punggung tangan Ismail. Ia bingung harus menyapa Ismail bagaimana. Sorot mata tegas Ismail, membuat Nayura sedikit takut dengan papa mertuanya.

“Papa.” Ralat Ismail tanpa ekspresi, namun suaranya terdengar lembut.

Nayura tersenyum canggung kemudian, mengulangi ucapan Ismail. ”Ya, pa!” ucapnya dengan senyuman yang masih setia membingkai wajahnya.

“Semoga kalian bisa saling menjaga dan selalu bersama.” Doa Ismail, mengusap pucuk kepala Nayura.

Nayura hanya diam dengan menganggukkan kepalanya pelan.

Setelah itu, giliran Nayura dan Gavian sungkeman kepada orang tua Nayura.

Gavian menyalami tangan papa mertuanya kemudian, memeluk laki-laki paruh baya yang masih terlihat gagah di usianya yang tak lagi muda.

“Jaga anak papa, sayangi dia dan tetaplah di sisinya.” Bisik Rio.

Tentunya, ia merasakan kehilangan sebab, putri kecilnya bukan lagi miliknya. Namun, ada kebahagiaan yang terselip di hati, kini sudah ada laki-laki yang siap menjaga dan membahagiakan putrinya.

Gavian mengangguk dalam pelukan Rio. Ia paham mulai detik ini, hidupnya bukan tentang dirinya saja. Dan Gavian juga bertekad akan membuat Nayura bahagia dengan caranya.

Sementara itu, Elda menyeka sudut matanya. “Kamu jangan nakal, dengerin kata suami kamu.”

Nayura mengangguk dengan air mata yang membasahi wajahnya. Kini, Nayura sadar jika dirinya tidak bisa sebebas dulu lagi. Kini ia sudah menjadi seorang istri yang harus patuh dengan suaminya.

“Tapi aku tetap anak mama.” Ucap Nayura dengan suara yang terdengar parau.

Elda terkekeh pelan kemudian, tangannya membingkai wajah Nayura yang basah oleh air mata. Pelan, ia mengusap bekas air mata sang putri.

“Sampai kapanpun, kamu akan selalu jad putri mama.” Ucap Elda tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.

Rio yang melihat hal tersebut, tentunya ikut terharu. Namun, sebisa mungkin ia mengendalikan diri atas apa yang ia rasakan.

“Udah dong, jangan nangis!” ucap Rio sambil mengusap pundak Elda.

“Kan, ini hari bahagia. Jangan rusak dengan air mata.” Lanjutnya membuat Elda mengangguk dan tersenyum.

Selesai dengan sesi sungkeman, kini saatnya sesi foto-foto dimulai. Meskipun, hanya ijab qabul namun, dua ibu yang kini sudah menjadi besan itu tetap ingin mengabadikan momen bahagia ini.

Keluarga yang di undang turut mengambil posisi untuk berfoto bersama pengantin baru itu. Mulai dari keluarga inti hingga, kerabat-kerabat yang di undang. Hingga, tiba sesi foto untuk pengantinnya saja.

“Kan, foto-fotonya udah Ma.” Ujar Nayura yang tampak keberatan untuk berfoto dengan calon suaminya saja.

“Ehh…itu mah beda! Masak kalian nikahan kagak ada foto berduanya.” Sela Elda.

“Mas, buruan foto mereka!” suruh Elda kepada seorang fotografer yang sudah ia sewa untuk acara penting ini.

Fotografer itu mengangguk dengan kamera yang sudah siap. Ia menyuruh Gavian dan Nayura untuk mengambil posisi.

Nayura berdiri kikuk, tangannya saling meremas satu sama lain. Jantungnya kembali berdebar membuatnya jadi mati gaya.

Ia bingung sendiri harus berpose seperti apa. Jadilah, ia hanya diam berdiri dengan tangan yang saling menggenggam satu sama lain.

“Kak, coba di gandeng suaminya.” Arah fotografer tersebut, membuat Nayura melotot dan melirik sekilas ke wajah Gavian.

Gavian tampak santai bahkan, ia membuka lengannya agar Nayura dengan mudah mengandeng dirinya. Melihat hal tersebut membuat Nayura mendelik tak percaya.

“Nggak budeg, kan?” tanya Gavian dengan raut wajah santai.

Nayura mengeram kesal dengan ogah-ogahan ia mengapit lengan Gavian. Sudut bibir Gavian tertarik membentuk senyuman tipis.

Cepret!

Fotografer itu menunduk, melihat hasil jepretannya. Kemudian, kembali mengangkat pandangan untuk melihat objek fotonya yang ada di depan sana.

“Kak, coba senyum!” suruh fotografer tersebut, karena Nayura sedari tadi hanya diam tanpa menunjukkan ekspresi wajah bahagia.

“Ikh, cerewet banget Mas, ini!” dumel Nayura yang merasa jengkel dengan fotografer tersebut. Sedari tadi dirinya di suruh begini dan begitu, capek tauk!

“Nayura senyum, dong!”

Nah, kali ini Elda yang menyuruhnya. Membuat Nayura mau tidak mau menarik sudut bibirnya.

Mencoba untuk tersenyum semanis mungkin meskipun, ia merasa jengkel.

“Bagus!” puji fotografer tersenyum kemudian, kembali membidik foto pengantin baru tersebut.

“Nay.” Panggil Gavian tiba-tiba.

Deg!

Manik mata mereka bertemu, dapat Nayura lihat manik mata elang nan tajam itu dengan jelas. Jantungnya kian berdebar tak karuan. Tanpa ia sadari, tangannya mencengkram lengan Gavian makin erat.

“Bagus banget, coba pose lain.” ujar fotografer lagi.

“Jangan kaku, emang lo mau fotonya jelek” bisik Gavian sambil merangkul pinggang Nayura. Menarik Nayura lebih dekat dengannya.

Nayura kaget, tubuhnya menegang kaku. Suara Gavian begitu dekat bahkan, tangan cowok itu mulai mengusap pelan pinggangnya.

Gavian tersenyum puas melihat Nayura yang diam membeku, ia sengaja melakukan hal tersebut. Ingin melihat bagaimana reaksi gadis, yang kini sudah sah menjadi istrinya.

Tak kuasa, akhirnya Nayura melarikan diri. Membuat rangkulan di pinggangnya terlepas.

...****************...

Sementara itu, Di sekolah Nusa Dua

"Nayura kok, belum sekolah ya?" tanya Tessa, matanya sibuk menatapi ponselnya.

Stevi yang tengah meneguk es jeruk itu, langsung menoleh kepadanya. "Iya, ya!"

Merasa heran, karena hari ini Nayura belum masuk setelah kecelakaan itu.

Tiba-tiba Tessa menyodorkan ponselnya. "Nih, lihat! Gue udah spam chat, tapi kagak di balas."

"Tumben banget nggak, sih!" kata Stevi, merasa ada yang janggal dengan Nayura.

Tessa maupun Stevi khawatir dengan kondisi Nayura. Apalagi, tidak biasanya Nayura tidak membalas pesan, seperti saat ini.

Hening sejenak

"Gimana kalau kita ke rumahnya, aja!" Ide Tessa, Stevi mengangguk setuju.

...----------------...