Sebelum baca sebaiknya baca novel aku yang berjudul, Love You Kak Kenan. soalnya cerita ini ada kaitannya dengan cerita tersebut.
🕊️🕊️🕊️
Kevano Aiden Alaska, adalah seorang pemuda yang kejam dan apa yang ia inginkan harus di turuti. Ia mencintai seorang gadis yang bernama Vania Keyla Clarissta.
Vania adalah seorang gadis yang sangat baik, akibat kebaikannya orang di sekitanya memanfaatkannya dan selalu menjadi bahan bullying di sekolahnya. Ia sangat takut kepada Aiden dan membenci sosok Aiden.
Raiden Azra Alaska, Raiden merupakan adik dari Aiden dan sifatnya berbanding terbalik dengan Aiden, Raiden sangat ceria dan ramah, ia juga mencintai Vania tetapi dalam diam dan tidak berani mengungkapkan perasaannya.
kalau kalian suka, baca langsung ajalah.
ig: fj_kk17
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitriishn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Takut.
HAPPY HAPPY AJAAA ~
🕊️🕊️🕊️🕊️
Pulang sekolah Aiden menunggu Vania di depan kelasnya, tak butuh waktu yang lama Vania keluar bersama dengan Riska dan Rani.
"E-h ngapain kak?" Tanya vania gugup.
"Nungguin Lo lah!"
"Buat apa kakak nungguin aku?"
"Banyak tanya lo, udah ayo!"
Vania menatap kedua temannya antara canggung dan binggung, "maaf ya, a-ku duluan."
Keduanya hanya mengangguk dan membiarkan Vania pergi di tarik oleh Aiden.
"Kasihan ya Vania? tertekan terus sama kak Aiden dan kak Raiden." Ujar Rani menatap iba Vania
"Mending kita ga usah ikut campur, gue juga kasihan sama Vania! Tapi kita juga harus kasihan sama diri kita kalau terlibat." Jelas Riska dibalas anggukan oleh Rani.
Kembali lagi kepada Aiden dan Vania, kini keduanya berjalan menuju luar sekolah sebab tadi sebelum berangkat sekolah Aiden diantarkan oleh supir.
"Kita pulang naik taksi online aja, gue gak bawa mobil." ujar Aiden
"Aku bisa pulang sendiri kok kak, kakak gak usah repot-repot, aku masih punya uang buat ongkos pulang."
"Selagi Lo pacar gue, Lo jadi tanggung jawab gue!"
Vania bengong, "emang harus gitu ya? Kan kita masih pacaran bukan nikah."
"Latihan sebelum jadi suami."
"Suami siapa?" Tanya Vania penasaran.
"Suami buat istri gue lah, bodoh banget sih Lo?"
Vania hanya mengangguk mengerti, dibarengi dengan itu taksi online yang di pesan oleh Aiden datang.
"Yuk! Gue mau ngajak Lo sesuatu tempat."
"Kemana?"
"Udah di bilang ke suatu tempat yah artinya rahasia." Kesal Aiden sembari membukakan pintu untuk Vania.
Vania masuk kedalam mobil, "terimakasih kak."
"Hmm!" Aiden hanya membalas ucapan Vania dengan deheman singkat.
"Jalan pak." Ujar Aiden kepada supir taksi itu.
"Jalan kemana atuh? Ini saya gak di kasih tau tempat yang mau dituju?" Tanya supirnya dengan kebinggungan.
"Jalan aja dulu, kalau udah buntu putar balik." Ucap Aiden dengan santai.
"Kak yang bener jawabnya, kasihan bapaknya."
"Yah kan itu udah bener?" Tanya Aiden.
"Enggak kak! Kasih petunjuknya sama bapaknya."
"Udah tuh."
"Terserah kakak." Ujar Vania dengan kesal, Aiden itu menyebalkan lebih dari apa yang Vania bayangkan.
"Ya udah deh, lurus aja pak nanti saya kasih arahan." Jelas Aiden dibalas anggukan oleh supir tersebut.
Perjalanan mereka tidak ada percakapan kecuali percakapan antara Aiden dan juga supir taksi itu yang mengarahkan jalan.
Awalnya tidak ada keanehan tetapi tiba-tiba ada 5 buah mobil mengikuti taksi mereka.
Aiden memperhatikan satu persatu mobil yang mengikutinya, dia pastinya tau mereka semua. "Ngebut pak!" Tekan Aiden menatap tajam mobil itu.
Supir itu hanya mengangguk binggung, tiba-tiba salah satu dari dalam mobil mengincar ban mobilnya, "sialan!" Umpat Aiden mengeluarkan uang dan memberikannya kepada supir taksi itu dan segera menarik Vania untuk keluar keduanya segera berlari memasuki hutan. "K-ak k-ita mau pergi kemana?" Tanya Vania di sela-sela larinya, sempat ingin berhenti.
"Diam! Nanti gue jelasin." Jelas Aiden terus menarik tangan Vania.
Dilihatnya kearah belakang bahwa orang-orang itu mengikutinya, jika bukan karena Vania, sudah ia pastikan semua orang itu sudah mati di tangannya.
"Kak p-lis aku gak kuat."
"Kalau Lo nyerah! Lo akan mati."
Vania mendengar ucapan Aiden berusaha kuat walau dia tidak sanggup lagi. Tidak tau kenapa, antara mereka yang lambat lari atau mungkin orang yang menjadi musuh Aiden yang kecepatan larinya.
DOR...
Satu tempat mengenai betis Vania, ia terjatuh dan menangis kesakitan.
Aiden melihat itu marah dan berbalik menatap musuhnya. "Bajingan Lo?" Emosinya.
"Emang? Kenapa? Gak terima?" Tanya orang itu dengan menyebarkan.
Vania menatap orang yang menjadi lawan bicara Aiden, dan mereka saling bertatapan.
"Wah cantik juga cewek Lo? Kalau Lo mau selamat serahin nih cewek." Ujar orang itu mengarahkan senjata apinya kearah jantung Aiden.
Aiden tau, ia akan kalah dengan semua orang yang ada didepannya. Dan ia juga tidak membawa senjata apapun yang bisa ia gunakan untuk melawan mereka.
"Oke!" Ujar Aiden membuat semua terkejut, terlebih lebih Vania taknyaka mendengar ucapan Aiden.
"K-ak?" Tanya Vania masih syok.
Seolah tak mendengar Aiden membantu Vania untuk berdiri.
"K-ak hiks aku gak mau, hiks kakak jahat!!" Ujar Vania.
Seolah angin berlalu Aiden menatap tajam orang tersebut, sebut saja namanya Saga.
Hampir tangan Vania di genggam oleh Saga, dan dengan cepat Aiden merampas senjata Saga dan menarik Vania ke pelukannya. Ia menembaki satu persatu anak buah Saga tanpa ada yang meleset, berbeda dengannya sama sekali tidak ada yang terkena akan tembakan mereka.
DOR...
DOR...
DOR...
Tiga tembakan Aiden arahkan kepada Saga yang berusaha untuk lari, "tepat sasaran! Bitch." Kesal Aiden.
Vania yang sedari tadi setia dalam pelukan Aiden, memberanikan diri untuk menatap sekitarnya setelah tidak lagi mendengar suara tembakan.
Ia melihat semuanya yang sudah tumbang dengan darah yang mengalir kearah tanah.
"K-amu b-unuh mereka?" Tanya Vania takut menatap Aiden dan menjauhinya.
"Yes, beby! Cool, isn't it?" Tanya Aiden tersenyum tipis melihat ketakutan Vania.
Vania menggeleng dan terus mundur menjauhi Aiden yang mendekatinya.
Brak...
Vania terjatuh saat ada akar pohon yang keluar. "Jangan dekati aku...!"
"Kenapa hm? Kamu mau seperti mereka juga Beby?" Tanya Aiden berjongkok dan mengelus pipih Vania dengan sayang.
"Kak hiks a-ku takut!" Ujar Vania gemetar saat di sentuh oleh Aiden
Aiden tidak menghiraukan ucapan Vania dan ia beralih ke arah kaki Vania, Aiden mengambil sapu tangannya dan mengikatkannya di kaki kecil Vania. "Masih sanggup jalan gak?" Tanya Aiden setelah mengikatkan sapu tangan itu tapi dengan nada yang berbeda tidak seperti tadi lagi.
Vania tidak menjawab, ia berusaha mencerna semua apa yang telah dilakukan oleh Aiden.
Aiden mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Seseorang, setalah selesai, seolah tanpa beban ia menggendong Vania. "Gue gak punya sepeda buat antar Lo pulang!"
Vania hanya terdiam tidak menyahuti perkataan Aiden, jujur saja ia masih sangat takut dan trauma dengan apa yang dilihatnya.
"Kalau soal tadi lupain aja! Gue udah biasa gitu, hebat kan gue?"
Aiden hanya asik sendiri, langit mendung menandakan akan turun hujan, "duh mau hujan Van? Gimana dong? Kita cari rumah pohon disekitar sini untuk berteduh." Ujar Aiden tanpa ada sahutan dari Vania.
Cukup lama berjalan mereka menemukan satu rumah pohon yang sudah lusuk tetapi masih bisa hanya untuk berteduh.
"Lo bisa naikkan keatas?" Tanya Aiden kepada Vania yang dianggukki oleh Vania.
Vania naik terlebih dahulu dan diikuti oleh Aiden, sesampainya diatas keduanya duduk saling berjauhan, Vania tidak mau dekat dengan Aiden. Bahkan ia rela berteduh di tempat yang bocor asalkan jangan dekat dengan Aiden. "Lo kenapa sih? Perkara masalah tadi?"
Vania mengangguk tidak mau berbicara kepada Aiden.
"Udah gue bilang itu hak biasa Vani, jangan takut gitu! Sini dekat sama gue, itu Lo basah." Ujar Aiden dengan lembut.
Vania masih setia dalam pendirinya tidak mau mendekat kearah Aiden.
"Kalau Lo gak mendekat, gue bunuh Lo sekarang!" Ujar Aiden mulai kesal.
Dengan terpaksa Vania menggeser posisinya agar tidak terkena tempat yang bocor.
"Baju Lo basah! Ganti baju Lo pakai jaket gue." Ucap Aiden memberikan jaketnya kepada Vania, tetapi Vania terus menggeleng.
"Lo gak mau? Gue bunuh dan buang Lo sekarang?" Ancam Aiden.
Vania panik dan sangat tertekan dengan Aiden, ia meratapi kebodohannya karena tidak mendengarkan ucapan Raiden yang menyatakan bahwa Aiden itu memang jahat bahkan lebih dari situ, "K-akak menghadap kesana aja." Putus Vania
Aiden membelakangi Vania dan Vania dengan terburu buru menggunakan jaket Aiden. "U-dah kak."
Setalah selesai keduanya terdiam tidak ada percakapan hanya suara hujan dan guntur yang saling beradu menghasilkan suara yang kuat. Vania menatap Aiden yang menutup matanya entahlah dia tidur atau tidak sebab Vania melihat kelopak matanya sedikit bergerak-gerak. Tak menghiraukan itu Vania ngantuk dan lelah, lebih baik ia beristirahat sembari menunggu hujan reda dan juga untuk menghilangkan rasa takutnya.