Alana, gadis SMA yang 'ditakuti' karena sikapnya yang galak, judes dan keras kepala. "Jangan deket-deket Alana, dia itu singa betina di kelas kita," ucap seorang siswa pada teman barunya.
Namun, di sisi lain, Alana juga menyimpan luka yang masih terkunci rapat dari siapa pun. Dia juga harus berjuang untuk dirinya sendiri juga satu orang yang sangat dia sayang.
Mampukah Alana menapaki lika-liku hidupnya hingga akhir?
Salahkah ketika dia menginginkan 'kasih sayang' yang lebih dari orang-orang di sekitarnya?
Yuk, ikuti kisah Alana di sini.
Selamat membaca. ^_^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bulan.bintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 | Gala dan Galih
Setelah seminggu Alana menunggu ibunya di rumah sakit, dia kembali masuk sekolah.
"Na, lo ke mana aja? Dihubungi susah banget. Balik buru-buru abis itu ngilang seminggu. Lo nggak papa kan, Na?" Sisi memeluk sahabatnya dengan mata berkaca. Begitu juga Vio yang menatap Alana dengan wajah khawatir.
"Gue nggak papa, gwenchana." Alana mengusap air mata Sisi sambil tertawa.
Ternyata, ada juga yang tulus khawatirin gue selain Mama.
Seperti biasa, Gala cs datang dengan lagu wajibnya. Apalagi kalau bukan koplo dan iringan musik dari mulut mereka. Begitu masuk kelas, Gala terdiam sesaat kala matanya bertemu pandang dengan sorot tajam milik Alana.
Gadis itu segera memalingkan wajah, meraih novel dan membukanya sembarang.
Kenapa gue salting sih?
Sementara Gala melanjutkan duduk di tempatnya. Sesekali dia melirik ke arah Alana yang masih berkutat dengan barisan kata.
"Eh, Gal. Tuh singa betina udah dateng. Kemaren semedi kayaknya, ngumpulin kekuatan baru." Rio menunjuk meja di pojok belakang dengan dagunya.
Gala hanya diam, dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan gadis itu dari mereka semua. Terlebih dia pernah mendapati Alana keluar dari aula dengan wajah sembab.
Seorang guru masuk dengan setumpuk buku dan laptop di tangan. Setelahnya, pelajaran berlangsung tanpa gangguan. Bahkan Alana yang biasanya protes setiap disuruh maju mengerjakan di papan tulis, kali ini tersenyum dan melakukan tanpa sepatah kata. Pun ketika tak sengaja dia dan Gala bertemu di depan kelas dan Gala menggodanya dengan nada sarkas. Tak ada satu pun yang digubris olehnya. Hingga membuat seisi kelas merasa heran, terlebih Gala sendiri yang seakan berhadapan dengan orang lain, bukan Alana yang dia kenal.
"Na, kantin yuk. Lama lho kita nggak makan bareng." Sisi merangkul bahu sahabatnya, Vio turut serta melakukan hal yang sama.
"Yuk, traktir ya," ucap Alana dan melangkah menuju kantin.
Vio mengantri, sedang kedua temannya menunggu di meja sudut sambil mengamati sekitar.
"Hm ... Na, gue boleh nanya?" Sisi menatap Alana dengan wajah penasaran.
Alana menoleh dan menaikkan kedua alisnya.
"Maaf banget, Na. Maaf kalau gue kepo, tapi lo tau sendiri gue orangnya gimana kan?" Sisi memutar bola matanya, merasa terpojok oleh keadaan.
Duh, gue kudu mulai dari mana nih? Salah ngomong bisa nyap-nyap ni orang.
Sisi membatin sembari menatap lekat wajah di hadapannya.
"Lo mau ngomong apa, Si? Nggak usah muter-muter gitu ... Lo mau nanya, ke mana gue seminggu itu kan?" Alana melambaikan tangan saat pandangan Vio mencari mereka. Dia datang dengan nampan berisi tiga mangkuk mie ayam beserta es jeruk.
"Thanks, Vi." Alana mengambil bagiannya, lalu menatap Sisi dan berbisik.
"Makan dulu, ntar gue jelasin."
Vio yang duduk di dekat Alana, segera berdiri dan meraih mangkuk temannya.
Sisi dan Alana kebingungan, terlebih Alana yang siap memasukkan potongan sayur ke mulut.
"Katanya keasinan, Na. Biar diganti aja. Tadi si Ibu sambil ngobrol soalnya jadi nggak fokus. Eh, Si. Punya lo keasinan juga nggak?"
Vio menunduk dan mencicipi makanannya sendiri.
"Punya gue nggak kok, Na. Pas kayak biasa."
Mendengar temannya yang terus berkomentar, Alana menarik lengan Vio agar kembali duduk. Dia berbisik, membuat Vio mengangguk dan tertawa. Kening Sisi berkerut, namun dia kembali melanjutkan makan seperti yang lain.
Di waktu yang sama tepatnya di dalam aula, seorang cowok sudah duduk di tempat favorit Alana. Matanya tak lepas dari pintu kayu yang tertutup, berharap orang yang ditunggu akan datang.
Na, lo ke mana? Udah seminggu lebih nggak dateng ke sini? Apa yang terjadi sama lo, Na?
Tiba-tiba dia berdiri saat pintu itu terbuka. Seorang cowok masuk dengan wajah penasaran. Pandangan mereka bertemu, membuat keduanya merasa ada hal yang akan terjadi.
Galih, cowok yang menunggu Alana. Kini berdiri kala cowok di depan pintu berjalan mendekat.
"Lo siapa?" Galih menatap wajah yang begitu asing baginya.
"Gue Gala, lo ngapain di sini?" Gala duduk di samping Galih dan mengamati sekitar.
"Gue biasa di sini, ngadem aja. Lo ngapain ke sini?" Galih kembali duduk, namun hatinya dipenuhi rasa penasaran akan kedatangan cowok itu.
Ditanya seperti itu, membuat Gala sedikit ragu.
La, iya, ya. Ngapain gue ke sini? batinnya merutuki diri, namun mulutnya berkata lain.
"Gue? Gue juga mau ngadem kok. Di luar panas bener, berisik pula." Gala memalingkan wajah dengan napas memburu.
Galih tak lagi bertanya, dia kembali diam membaca novel di tangan. Dia bahkan melupakan Gala yang masih duduk di sampingnya dengan kening berkerut.
Lho, itu kan novel yang biasa dibaca Alana. Ngapain ni bocah juga baca? Apa jangan-jangan itu novel punya Alana? Dia minjem? Apa Alana yang minjem tu novel dari makhluk ini? Aahh ... gue kenapa sih?
Gala mengacak rambutnya kasar karena isi kepalanya terlalu ramai membahas topik yang sama.
"Lo kenapa?" Galih menutup novelnya dan menatap Gala dengan rambut acak-acakan.
Gala menoleh dan menatap tajam kedua mata Galih.
"Ada hubungan apa lo sama Alana? Dia juga sering ke sini kan? Kalian janjian? Mojok di sini? Dasar mesum!"
Gala tergagap saat Galih menepuk bahunya.
"Eh, sorry. Gue tanya dari tadi, lo cuma diem aja. Ada masalah?"
Buru-buru Gala menggeleng dan kembali berdebat dengan dirinya sendiri.
GOBLOK!! OON! Ternyata gue bengong kek ayam kesambet di depan dia? BEGO!!
Gala menjerit dalam hati, lalu berdiri.
"Gue balik kelas dulu, makasih waktunya."
Galih menatap punggung Gala yang semakin jauh lalu hilang di balik pintu.
"Tu orang kenapa? Dateng, bengong, kesurupan, pergi. Nggak jelas banget." Dia kembali membuka novel dan melanjutkan bacaannya.
"Bego, bego, begoo!!" Gala terus bergumam sepanjang koridor hingga dia berhenti di depan toilet. Dia langsung masuk dan mencari bilik yang kosong.
"Iya, dok. Nanti saya ke sana. Obatnya? ... oh masih, masih. Tinggal dua atau tiga kali lagi, iya, iya. Saya baik-baik aja, dok. Udah nggak kerasa sakit kok. Oke, thanks, dok."
Gala mendengar suara yang begitu familiar di bilik sebelahnya, dia tak berani bersuara karena tahu jika dirinya telah salah masuk toilet.
"Na. Lo kudu kuat, nggak boleh lemah sedikit pun. Semua akan baik-baik aja. Oke, semangat Alana!"
Kemudian terdengar pintu terbuka lalu suara kran air menyala. Tak berselang lama, semua hening.
Gala perlahan menyelinap keluar dengan mata terus mengawasi sekitar. Dia berlari saat kakinya sukses menginjak lantai koridor sekolah.
Dengan napas memburu, Gala memasuki ruang kelas yang ternyata sudah ada guru di dalamnya.
"Hei kamu, dari mana? Ngapain telat masuk? Ke kantin ya?" Tatapan bu Resi begitu menusuk sanubari, membuat Gala menggaruk lehernya lalu menjawab dengan terbata.
"Oke, duduk!"
Cowok itu melangkah cepat ke arah mejanya dan sebelum mendaratkan tubuh, dia melirik sekilas pada Alana yang tengah menunduk.
Sebenernya, lo kenapa, Na? Apa yang lo sembunyiin?
Saat bel panjang berdering, seluruh siswa berhamburan keluar dan memenuhi gerbang untuk pulang. Sebagian ada yang menuju parkiran, termasuk Gala.
"Lo tadi ke mana, Gal? Kita nyariin, ditelpon nggak bisa. Eh malah telat masuk, lo dari mana?" Juna menepuk bahu temannya lalu duduk di atas motor Gala.
"Gue tadi ... " belum sempat menjawab, Rio sudah lebih dulu memotong.
"Ooohh, gue tahu. Lo abis nemuin cewek kemaren kan? Yang hampir kena bola di lapangan? Dia adek kelas kan, Gal? Gimana? Masih jomblo? Cantik lho dia, cuma sedikit ganjen aja." Rio tertawa mengingat beberapa hari lalu ada seorang cewek mendekati lapangan saat dia dan yang lain berlatih basket.
Cewek itu terus memanggil nama Gala dan entah sengaja atau tidak, Juna melempar bola ke arahnya namun segera ditangkap Gala. Membuat momen itu seakan scene di drakor romantis.
Gala tak menghiraukan celotehan temannya, dia menarik Juna agar turun lalu memakai helm.
"Gue balik dulu," ucapnya sambil lalu.
"Kalian ngerasa ada yang aneh nggak sih sama tu anak?" Rio menatap Gala yang semakin menjauh.
"Hah? Apa?" Juna terkejut dan reflek memukul Adit yang tengah sibuk dengan ponselnya.
"Heh apanya, apa? Apaan?" Suara Adit yang latah membuat mereka di parkiran tertawa lepas.
*
jika berkenan mampir juga yuk ke karya ku.