Daniel Ferondika Abraham adalah cucu pertama pemilik sekolah menengah atas, Garuda High School.
Wajahnya yang tampan membuatnya menjadi idaman siswi sekolahnya bahkan di luar Garuda juga. Namun tidak ada satupun yang berani mengungkapkan rasa sukanya karena sikap tempramen yang di miliki laki-laki itu.
Hal itu tak menyurutkan niat Dara Aprilia, gadis yang berada di bawah satu tingkat Daniel itu sudah terang-terangan mengungkapkan rasa sukanya, namun selalu di tolak.
Mampukah Dara meluluhkan hati Daniel? dan apa sebenarnya penyebab Daniel menjadi laki-laki seperti itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CutyprincesSs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Haloooooooo
***
AUTHOR
Sore itu, suasana di ruang tamu keluarga Abraham terasa sedikit formal. Bukan hanya tamu yang datang, namun juga pembahasan merea yang akan menentukan masa depan dua keluarga besar.
Di tengah ruangan, duduk lah Abraham yang masih penuh wibawa walaupun usia nya sudah senja. Di sisi kanan, putri sulung nya, ibu dari Daniel duduk bersama suami nya. Sebelah kiri, keluarga Ebie : Ayah, Ibu, dan Ebie sendi yang tampil dengan pakaian elegan dan senyum kemenangan.
Daniel duduk agak belakang, tak banyak bicara. Tubuhnya di sana, namun pikiran nya entah kemana.
"Saya sangat senang bisa berada di sini, pak Abraham." ucap ayah Ebie membuka pertemuan. "saya sudah lama mengagumi keluarga Abraham, tentu saja dengan menjalin hubungan antar anak kita adalah kehormatan besar bagi kami." Abraham mengangguk, "Kami menyambut niat baik itu, sebagai anak sekaligus cucu pertama, Daniel memang di persiapkan untuk melanjutkan banyak hal, termasuk mempertahankan nama baik dan reputasi keluarga. Dan saya pikir, dengan Ebie berada di sisinya mereka akan menjadi pasangan serasi, terutama masa depan sekolah Garuda."
Daniel menautkan alisnya, buku tangannya mengepal. "Jadi ini semua demi sekolah?"
Ibu Daniel tersenyum kecil, tapi jelas terlihat ada tekanan dalam matanya. Sang suami yang menatap datar, seperti biasa— tak banyak bicara, namun menyimak semua dengan tajam. orangtua Daniel itu tak mampu melawan kehendak Abraham.
Daniel menatap kakeknya tak percaya, Ebie yang duduk di samping ibunya tersenyum kemenangan. "Kami percaya," ibu Ebie menggenggam tangan putrinya. "Perjodohan ini tidak hanya mempererat hubungan dua keluarga, namun juga mempererat pengaruh sekolah. ebie juga sudah menyatakan kesediaannya."
Pernyataan ibu Ebie semakin memperkuat keyakinan Daniel, jika dia adalah alat di keluarga nya. Kenyataan ini menampar keras batinnya. Abraham menoleh ke arah cucunya, "Daniel, kamu setuju kan?" Daniel menelan ludahnya, semua mata menatapnya. Tapi dalam dadanya, suara Dara lebih kencang. Wajah gadis itu hadir jelas–senyumnya, tangisnya, kecewanya. "Kalau ini mau kakek..." jawab Daniel pelan, nyaris berbisik " ...saya ikut saja." Hao menatap putranya dalam diam, seolah menangkap kegelisahan yang coba ia sembunyikan.
Pertemuan di tutup dengan anggukan puas. Perjanjian awal yang tak tertulis, tapi sudah cukup membuat Ebie merasa seperti pemenang. Yang tak mereka tahu, hari itu Daniel baru saja kehilangan satu bagian penting dari dirinya, kemerdekaan atas hatinya sendiri.
***
"Mau lo apa ha?" tanya Daniel membentak Ebie sambil mencengkeram lengannya.
"Aw, sakit Daniel! Lepasin tangan lo!" Ebie melepas kasar tangan Daniel.
"Jelasin, punya masalah apa lo sama Dara? emang cewek nggak punya malu ya lo??
Gue udah ngalah dan diam depan kakek semua itu demi lo, Tapi setelah di diemin lo malah nglunjak ya?!!"
"Apa???
Lo mau ngakuin perasaan lo sama Dara ke kakek?? Lo mau bongkar semuanya??" Ebie menjeda ucapannya dan tertawa, "Ternyata lo pecundang juga, depan doang image nya baik. Seorang Daniel Ferondika Abraham yang terkenal dingin , ternyata bisa jatuh cinta. Tapi anehnya dia gak berani ngungkapin perasaannya. Dasar drama!" ucap Ebie dengan nada merendahkan.
"Lo gak tahu apa-apa Ebie! Gue pertegas sekali lagi, jangan pernah lo sentuh Dara sedikitpun. Atau lo bakal berhadapan langsung sama gue!!" Daniel mendekati Ebie dan berbisik di telinganya.
Ebie pura-pura takut dan bersedekap, "Uuhh..takuuttt.. Well silahkan aja,
Gue emang nggak suka sama dia.
Tapi kasihan juga karena cintanya buat lo gak terbalas. Miris ya??" Ebie memperlihatkan senyum sinisnya sambil meninggalkan Daniel sendirian.
'Lo harus sabar Daniel. Urusan dengan kak Davin belum selesai, jangan sampai lo nambah masalah lagi sama Ebie." Daniel bermonolog sambil memejamkan mata dan mengepalkan tangan.
semenjak kejadian itu, banyak yang merasakan perubahan Dara. dia yang awalnya ceria, aktif, dan banyak tersenyum, sekarang memilih diam tak pernah berbicara banyak dan hanya menjawab ketika di tanya. seperti Daniel jika seperti itu.
Begitupun Daniel yang sudah memulai membuka dirinya, apalagi dia juga selalu menyempatkan diri untuk bertemu Davin di kampus. namun hari ini adalah pengurusan berkas kelulusan, Daniel menghentikan aktivitas barunya itu. Namun Ebie justru semakin menempel padanya. gadis itu tidak pernah lelah untuk berada di samping Daniel seperti sekarang.
Daniel keluar dari dalam mobil hitam keluarganya mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku. Wajahnya tenang tapi sorot matanya penuh kekosongan.
Daniel tunggu!" Ebie keluar dari dalam mobil dan berdiri di samping Daniel. Dia memasukkan tangan ke dalam lengan kanannya. "gue ikut, papa bilang gue juga harus mulai belajar ngurus bagian itu." Daniel hanya mengangguk, rasanya terlalu malas merespon ucapannya.
sementara Revan dan Adrian juga terkejut melihat kedatangan Daniel bersama Ebie ke sekolah. "Bukannya dia kemarin bilang mau ngebujuk abangnya Dara?" tanya Revan tanpa mengalihkan pandangannya. Adrian menggelengkan kepala, "gue juga nggak tahu, gimana bisa kita punya temen kayak dia? udah ayo masuk habis ini temenin gua urus berkas yang lain." Adrian merangkul Revan untuk masuk duluan menuju ruang tata usaha.
Zahra dan Dara yang keluar dari perpustakaan, nggak sengaja ngelihat Daniel dan Ebie yang juga keluar dari ruang tata usaha titik berapa murid yang ada di lobby saling berbisik karena kabar mengenai perjodohan mereka berdua sudah meluas.
"Benar-benar cocok! mau muntah gue lihat mereka!" dengus Zahra, "Zahra..." cara menahan, suaranya pelan, Dia juga tak bisa tak melihat Daniel walau sekilas. tatapannya sudah tidak penuh harapan, tapi kekecewaan.
Ebie yang tahu hal itu sengaja membuat Dara dan Zahra kesal, dia menyandarkan kepalanya ke bahu Daniel. "Nanti malam jangan telat ya sayang, kita harus fitting baju buat pernikahan kita."
Zahra spontan menggelengkan kepala dan mengajak Dara menjauh.
Kedua nya sampai depan gerbang sekolah, disana Sam udah datang dengan menaiki motornya menunggu Zahra, sementara Dara sudah di jemput juga sama Davin.
Sam yang melihat Dara masuk gitu aja ke dalam mobil, bertanya pada pacarnya yang baru sampai di samping dia.
"Yang, itu beneran Dara?" tanya nya sambil memberikan helm ke Zahra. "Maksud lo? Yaiyalah yang, lo pikir siapa?" Zahra menjawab dengan menggelengkan kepalanya lalu naik di jok belakang motor Sam.
"Beda banget, gua kaya liat Daniel yang dulu." ucap Samudra menyalakan mesin motornya dan melaju perlahan meninggalkan area sekolah. Zahra yang teringat dengan Daniel dan Ebie di depan perpustakaan tadi langsung memanas.
"Udah ah gausah bahas dia, males gue. Gue doain Daniel sengsara sama Ebie!" ucapnya memeluk pinggang sang kekasih dan melihat ke arah jalanan untuk mengalihkan emosinya.
***
VOMEN NYA YUKKK SAYANGKUUU