- 𝗨𝗽𝗱𝗮𝘁𝗲 𝗦𝗲𝘁𝗶𝗮𝗽 𝗛𝗮𝗿𝗶 -
Ria merupakan seorang mahasiswi yang dulunya pernah memiliki kedekatan dengan seorang pria bernama Ryan di dunia maya. Hubungan mereka awalnya mulus dan baik-baik saja, tapi tanpa ada tanda-tanda keretakan berakhir dengan menghilang satu sama lain. Sampai Ryan menghubungi kembali dan ingin memulai hubungan yang nyata.
Akankah Ria menerima atau menolaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesempatan 4
Pagi hari yang cerah, tapi tak akan berakhir indah. Saat mataku terbuka, di meja samping ranjang ada sebuah tiket dan undangan perjamuan. Nama di dalamnya asing, tapi tempatnya di daerah Bandung. Aku membawa keduanya ke tempat ibu untuk menanyakan.
"Bu, ini punyaku?" tanyaku penasaran.
"Iya, dini hari tadi dapatnya," jawab ibuku sambil menikmati teh miliknya.
"Siapa yang antar?" tanyaku.
"Manusia," jawab ibuku sambil melirik tajam.
"Dari pada kamu terus-terusan tanya. Lebih baik kamu bersiap. Manusia yang mengantar tadi bilang bakal antar kamu ke bandara tepat waktu," jelas ibuku.
"Eh... tapi aku ga kenal," kataku beralasan.
"Ga penting kamu kenal atau ga. Dia udah undang kamu dengan tulus. Harusnya diterima kan?" bela ibu.
Sejak kapan aku kenal orang besar? Tiba-tiba dapat undangan malah bikin khawatir kalo penipuan. Mau nolak juga kayaknya ga bisa. Orang yang bakal nganterin ke bandara belum tiba. Baiknya aku gimana?
"Malah diem di situ?" kata ibuku memperingatkan.
"Oke aku siap-siap," kataku sambil berlari ke kamar.
Ibu yang masih menikmati teh dan kue kering sangat senang. Dia segera mengambil ponselnya yang tersembunyi di balik bantal sofa. Pesan itu ditujukan pada Ryan.
✉️
Ibu: Rencana berhasil, semoga semuanya mulus di sana nanti. Calon mantu jangan kecewakan calon mertuamu ini.
Ryan: Makasih Bu atas bantuannya.
Ibu: Sama-sama.
...****************...
Diriku yang mulai berdandan dengan teliti. Aku tak mau mempermalukan diri sendiri nantinya. Undangan ini cukup mewah. Takut sekali rasanya kalau sampai reputasi hancur karena penampilan. Aku sudah berusaha mendandani diriku. Sialnya aku tetap insecure. Bagaimana bisa aku menghadiri acara itu dengan penampilan ini?
Apa boleh buat gaun brokat abu-abu ini yang ku miliki. Aku mengenakan jilbab senada. Ditambah dengan sepatu hak tinggi dan tas slempang kecil berwarna hitam. Dandanan yang cukup simpel dan terlihat natural. Aku siap menghadapi badai besar.
Terdengar deru mobil di luar rumah, aku berlari keluar. Terlihat ibu berdiri di depan pintu memberi kode padaku untuk segera masuk. Mobil itu memiliki sopir yang memakai setelan jas. Terlihat tangannya yang lihai seperti menunggu majikan untuk masuk ke dalam mobil. Aku mendekat, dia membukakan pintu belakang mobil dengan lancar. Dia membungkuk mempersilahkan masuk. Aku hanya menurut.
Apa aku bermimpi? Sejak kapan masih ada sopir seperti ini? Ini hanya milik orang kaya saja. Anehnya ibuku tanpa rasa menyesal membiarkan aku pergi begitu saja dengan orang ini. Apa ibu tidak takut aku bakal diculik? Malahan dia tersenyum dan melambaikan tangan sebagai bentuk selamat tinggal. Ibu aku putrimu kepada siapa kau mengirimku?
Mobil ini melaju dengan stabil. Sopir yang profesional. Lihat saja tangannya yang terbungkus sapu tangan bersih dan melingkar jam tangan bermerek. Ah, dunia sangat luas. Siapa sangka seorang sopir saja bisa sekaya ini.
...****************...
Di sisi lain, Ryan sedang mengamati pergerakan sopir yang membawaku ke bandara di kota Jogja. Ya, ponsel supirnya dilengkapi dengan GPS. Jadi dia dengan mudah memantau lokasiku melaluinya. Di belakangnya berdiri wanita muda, sang adik yang cukup nakal.
"Ah, kali ini siapa yang diawasi oleh kakak?" katanya tiba-tiba.
Ryan yang mendengar itu segera menutup laptopnya. Dia menghadap belakang. Adiknya terlihat ingin mencari masalah dengannya.
"Apa sih bukan apa-apa?" kata Ryan tegas.
Ryan berbalik sambil menyambar laptopnya untuk dibawa pergi. Siapa sangka adik perempuannya lebih lincah. Dia berhasil mencegat kakaknya.
"Yo, kakakku malu?" ejeknya sambil mendekatkan wajah ke sang kakak.
Ryan mundur selangkah membuat adiknya makin curiga.
"Ah, pacar baru?" tebak sang adik sambil menjentikkan jari tangannya.
"Bukan," kata Ryan tegas.
Sebelum adu mulut kakak beradik ini berlanjut. Ibu mereka datang tiba-tiba menghentikan keduanya.
"Eva apa kamu ga ada kerjaan lain? Jangan ganggu kakakmu!" perintah ibunya tegas.
Eva mengerucutkan bibirnya karena kesal. Di antara tiga bersaudara hanya ada anak lelaki ini seorang jadi semua memanjakannya. Sebenarnya setiap perkelahian anak perempuan yang dibela ibu, tapi kali ini anak lelakinya.
"Apa? Ibu terus aja bela kakak," kata Eva sambil bersungut-sungut.
"Kakakmu lagi cariin ipar buat kamu dan calonnya menantang. Jadi wajar kalau hati-hati," jelas ibunya.
Eva melirik kakaknya dan tersenyum jail. Detik berikutnya adiknya tertawa terbahak-bahak.
"Kenapa ketawa kakak serius nih," kata Ryan.
"Ada ternyata wanita yang bisa bikin kakak kaya gini hahaha... " Tawa adiknya berlanjut.
Ryan segera bergerak selagi adiknya teralihkan. Kesempatan melarikan diri dari pembuat onar dengan berlari ke kamarnya. Eva yang menyadari tingkah kakaknya berusaha mengejar sambil teriak-teriak.
"Kakak aku belum selesai!" teriak Eva.
Belum terkejar, tapi malah tertangkap sang ibu yang dilewatinya.
"Balik ke tempatmu sana!" usir ibunya.
Eva hanya bisa menurut. Dia kembali ke kamarnya. Ibunya tentu saja membela Ryan demi calon menantu perempuannya.
"Perbincangan semalam terlalu singkat. Apa perlu meminta kontaknya," pikir ibu sambil melihat ke arah kamar Ryan.
...****************...
Tiba di bandara kota Jogja untuk penerbangan ke Bandung. Sopir itu belum pergi dan masih mengikuti di belakangku.
"Pak, saya dah sampai bandara ini tinggal naik ga perlu ditemenin kok," kataku sopan.
"Maaf Nona, majikan bilang saya boleh pergi setelah pesawat lepas landas," jawabnya penuh hormat.
"Ah Nona," kataku merasa tak enak dengan panggilan barusan.
Pengumuman pemberitahuan pada penumpang menggema. Aku mengatakan pada sopir itu untuk kembali lebih dulu karena aku akan naik ke pesawat. Dia hanya membungkukkan badanya. Sungguh sopan santun seperti jaman kerajaan saja. Aku menaiki pesawat dan duduk di kursi VIP.
"Sepertinya orang yang mengundangku sangat hebat," kataku berdecak kagum.
Pesawat belum lepas landas, tapi dengan posisi di samping jendela ini sangat mudah melihat sopir itu.
"Hah dia belum pergi. Sepertinya dia akan pergi setelah pesawat lepas landas. Benar-benar sopir yang patuh pada majikan," kataku.
Tak lama kemudian pesawat memulai penerbangan menuju kota Bandung di Jawa Barat. Dari ketinggian ini aku benar-benar menikmati pemandangan yang spektrum. Semua tampak seperti mainan kecil. Awan dan langit yang biru adalah pemandangan yang indah. Bentuk awan berubah-ubah mengikuti arah angin. Sesekali pesawat ini menerjang gumpalan awan dan langsung menghamburkan kapas putih ini.
Aku yang awalnya khawatir teralihkan oleh semua hal di sekitar. Tanpa aku tahu di bandara tempatku mendarat nanti sudah ada orang yang menunggu. Iya itu Ryan. Dia dengan hati-hati menyamar sebagai sopir dengan menambahkan kaca mata hitam dan mengubah gaya rambutnya. Dia sengaja ingin mengejutkanku saat turun nanti. Aku yang cukup mengenalnya apakah mungkin tertipu dengan penyamarannya?