"Jangan lagi kau mencintaiku,cinta mu tidak pantas untuk hatiku yang rusak"
Devan,mengatakannya kepada istrinya Nadira... tepat di hari anniversary mereka yang ke tiga
bagaimana reaksi Nadira? dan alasan apa yang membuat Devan berkata seperti itu?
simak cerita lengkapnya,di sini. Sebuah novel yang menceritakan sepasang suami istri yang tadinya hangat menjadi dingin hingga tak tersentuh
Jangan lupa subscribe dan like kalo kamu suka alur ceritanya🤍
Salam hangat dari penulis💕
ig:FahZa
tikt*k:Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan yang Membuat Gila
Mobil hitam itu berhenti di depan mansion megah milik keluarga Alfonso.Bangunan yang berdiri angkuh dengan pilar tinggi dan halaman yang luasnya seperti tak berujung.
Nadira melangkah turun dengan langkah ragu, menatap gerbang besar yang baru saja tertutup di belakangnya.Seolah dunia di luar sana ikut menghilang bersama kebebasannya.
“Mulai hari ini, kamu tinggal di sini,” suara Nyonya Maria terdengar datar.Tanpa menoleh, wanita itu berjalan lebih dulu, langkahnya ringan tapi berwibawa.
Nadira menunduk, jemarinya saling meremas.
“Ma… saya sebenarnya lebih nyaman di rumah saya yang biasa. Devan juga.”
“Aku sudah membicarakannya dengan Devan.”
Nada itu menghentikan langkah Nadira seketika.
“Dan aku tidak ingin mendengar alasan lain. Aku hanya melakukan yang terbaik untuk kesehatanmu dan cucuku.”
Kalimat itu terdengar seperti perhatian, tapi dinginnya menusuk sampai ke hati."Mas Devan,apa ini karena persetujuanmu Mas?.Kalau iya,aku akan mencoba,
apapun yang Mas Devan inginkan.Akan aku turuti." Gumam nya dalam hati.
Nyonya Maria berbalik, menatap Nadira dari ujung kepala hingga kaki.“Mulai malam ini, kamu akan ditemani perawat pribadi dan diberi menu makanan khusus. Jangan keluar dari mansion tanpa izinku.Jika kau ingin keluar kau harus memakai pengawal khusus.”
Nadira menatap mata mertuanya, mencari sedikit saja kehangatan di sana.Yang ia temukan hanya dinding es.“Baik, Ma…” suaranya nyaris berbisik.
Nyonya Maria menoleh ke salah satu pelayan, “Antar Nyonya Muda ke kamar sayap timur. Pastikan semua keperluannya tersedia.”
Pelayan itu mengangguk sopan.Nadira mengikuti tanpa suara, langkahnya pelan.Setiap lorong yang ia lewati dipenuhi lukisan-lukisan mahal, lampu gantung kristal, dan keheningan yang memantul di dinding.
Indah… tapi dingin.Tak ada kehidupan di tempat sebesar ini.
Sampai akhirnya pelayan membuka pintu kamar besar dengan jendela menghadap taman.Kamar itu sempurna, tapi hati Nadira terasa sesak.
Nadira duduk di tepi ranjang, memeluk perutnya yang masih rata.“Maaf ya, Nak…” bisiknya pelan.
“Sepertinya kita harus tinggal di tempat yang tidak terasa seperti rumah.”
Hening.
Dari luar kamar, bayangan Nyonya Maria tampak berhenti sejenak di balik pintu."Bagus,semua bejalan sesuai dengan apa yang aku mau".Tatapannya kosong , ada sesuatu yang tidak dia katakan, sesuatu yang mungkin hanya dia yang tahu alasannya.
***
Suara mesin jet pribadi meraung halus, membelah langit. Cahaya keemasan dari jendela kecil memantul di wajah Devan yang tampak tenang,terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja memutuskan pergi tanpa jejak.
Ia duduk di kursi kulit hitam yang empuk, jasnya masih rapi, dasinya belum ia lepas. Tapi tatapannya kosong, jauh menembus awan yang bergulung di luar sana.
“Ken.” Suaranya berat, rendah, tapi tegas.Sekretaris muda itu segera mendekat dengan tablet di tangan.
“Tutup semua akses yang bisa menghubungiku. Email, telepon, bahkan akun bisnis. Termasuk Nadira.”
Ken menatapnya sejenak, sedikit ragu. “Tapi, Tuan… Nyonya Nadira pasti,”
“Lakukan.”
Nada itu dingin. Devan memilih ini,karena ia takut rapuh jika sudah berhadapan dengan istrinya itu.
Ken hanya menunduk, menekan beberapa perintah di layar.Satu demi satu notifikasi di ponsel Devan lenyap. Tanda bahwa dunia luar perlahan memudar darinya.
Jet itu melaju semakin tinggi, menembus batas udara yang sepi.Devan menatap cincinnya di jari manis, lalu perlahan melepasnya.Ia menggenggamnya erat beberapa detik sebelum meletakkannya di meja kecil di samping kursi.
“Kadang, untuk tidak menyakiti siapa pun,” gumamnya pelan, “kita harus jadi yang paling hilang.”
Lampu kabin diredupkan.Dalam sunyi yang mahal itu, Devan menutup matanya,namun ia tidak tidur, ia ingin menghapus dirinya dari dunia yang dulu ia cintai.
***
Udara sore itu lembut, langit kota berwarna jingga keemasan.Di halaman belakang rumah kecil itu, aroma cat dan kanvas bercampur dengan wangi tanah yang lembap.
Henry berdiri di depan kanvas kosong, kuas di tangannya bergetar pelan.Matanya melirik ke arah pria tua di sebelahnya,
Ayahnya,yang kini duduk di kursi rotan dengan tubuh kurus dan napas pelan tapi stabil.Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ada palet warna di tangannya lagi.
“Sudah lama sekali, Yah…” suara Henry nyaris tenggelam oleh desau angin.
Sang ayah hanya tersenyum tipis. Jemarinya yang keriput mulai menorehkan warna biru muda ke kanvas.
“Lihat,tangan tua ini masih bisa menggambar langit,” katanya, lirih namun penuh semangat baru.
Henry terdiam, menatap sapuan kuas itu. "Akhirnya,engkau menjadi dirimu lagi Yah".Ada sesuatu di dadanya yang mencair.Rasa bersalah, haru, dan kerinduan yang menumpuk bertahun-tahun.
Ia mengambil kuas lain, mulai menambahkan semburat jingga di sisi langit yang ayahnya lukis.
Mereka tidak banyak bicara, tapi setiap goresan terasa seperti percakapan yang tak perlu diucapkan.
Seekor burung kecil melintas di atas mereka, menimbulkan bayangan sebentar di atas kanvas.
Henry tersenyum kecil.“Sepertinya langit ikut melihat kita berdamai, yah.”
Ayahnya berhenti melukis sejenak, menatap Henry lama.“Bukan langit,Henry,” ujarnya lembut, “tapi waktu yang akhirnya memberi kita kesempatan kedua.”
Henry menunduk. Matanya hangat.Di dadanya, sesuatu bergetar pelan.Perasaan yang sudah lama hilang yaitu kedamaian.
Namun di tengah kedamaian itu,sesuatu menyenggol hatinya dengan keras.Bayangan Nadira berkelebat begitu saja.Menyambar bagai semburan kilat.
Henry menghentikan sapuan kuas nya,matanya menelisik ke sebuah guratan-guratan warna.Sapuan warna biru yang Ayahnya ciptakan seolah memanggilnya untuk meraba sejenak rongga hatinya.
"Nadira,kau sedang apa?"Pertanyaan itu,muncul begitu saja tanpa ada yang menyuruhnya.Hatinya kembali terjerat dalam pesona senyuman manis saat dirinya melihat kecantikan Nadira saat acara Gala Estetika' semalam.Senyuman kecil menghias di bibir sudutnya.
Sebagai pria dewasa,tidak butuh waktu lama untuk Henry menyadari.Bahwa dirinya saat ini sedang benar-benar terserang rindu yang sangat hebat.Hatinya sangat jujur,dan dia tak ingin berpura-pura.Ia terima kenyataan itu,bahwa rindu pada kekasih orang lain akan membutuhkan lebih banyak perjuangan. "Nadira,walau status menghalangi.Tapi rinduku tak ada yang bisa membatasi.Aku merindukanmu,lebih dari sekedar rindu yang ingin bertemu.Tapi juga ingin lebih dari itu,aku ingin menyentuh hatimu"bisikan rindu di hatinya makin membuat ia menggebu.
Ayah Henry,melihat senyuman kecil di sudut bibir anaknya.Intuisi seorang Ayah,yang memiliki hampir semua kesamaan dengan dirinya tidak dapat di bohongi.Justru bagi Ayah Henry,sikapnya tadi bagai Dejavu untuknya.Ia seperti melihat dirinya sendiri,yang kala itu pernah tergila-gila dengan seorang gadis.
"Sudah ada gadis yang membuatmu gila,Henry?"
Pertanyaan itu,membuat Henry tersadar. Bahwa Ayahnya,sedang memperhatikan dirinya.Membuatnya sedikit kikuk,namun juga merasa aneh.Selama ini,tidak ada yang menegurnya sama sekali.Ia berimajinasi sesuai dengan keinginan hati tanpa takut ada yang mengoreksi.Tapi,kali ini...perhatian kecil dari Ayahnya itu.Membuatnya merasa bahwa dirinya tidak sendiri.
Sejenak hatinya menghangat,pertanyaan Ayahnya hanya ia jawab dengan anggukan lembut,namun menunjukkan kepastian.Bahwa yang ia rasakan kini, benar-benar membuatnya seperti gila.
*
*
*
~Salam hangat dari Penulis🤍