Hujan deras membasahi batu kerikil dan kayu bantalan rel kereta, sesekali kilatan petir merambat di gelapnya awan.
Senja yang biasanya tampak indah dengan matahari jingganya tergantikan oleh pekatnya awan hitam.
Eris berdiri ditengah rel kereta tanpa mantel hujan, tanpa payung, seluruh pakaiannya basah kuyup sedikit menggigil menahan dingin.
Di Hadapannya berdiri seorang gadis memakai gaun kasual berwarna coklat.
Pakaiannya basah, rambutnya basah, dan dari sorot matanya seperti menyimpan kesedihan yang mendalam, seolah menggambarkan suasana hatinya saat ini.
Wajahnya tertunduk lesu, matanya sembab samar terlihat air mata mengalir di pipi bercampur dengan air hujan yang membasahinya.
“Eris, apapun yang terjadi aku tidak ingin kehilangan kamu” ucap Fatia
Bagaimana kisah lengkapnya?
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Toekidjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bercerita
“Fatia, sini ayah mau bicara sebentar” ucap ayah Fatia
“Kenapa ayah” jawab Fatia sembari menaruh nampan keatas meja
“Kamu ketemu Eris di kerjaan?” Tanya ayahnya
“Enggak ayah, pertama ketemu di rumah Alfiah” jawab Fatia sambil menunjuk ke arah rumah yang ada di depan
“Kapan?” Tanya ayahnya dengan ekspresi kaget
“Hari Sabtu, Eris itu masih sodara sama Alfiah. Pas Sabtu kemarin Eris datang kerumah Alfiah buat antar barang buat bapaknya Alfiah atau apa gitu, Fatia juga gak begitu tau” jawab Fatia
“Oh, ayah lihat kamu berbeda sikapnya ke Eris kalian pacaran?” Tanya ayahnya menyelidik
“ayah kok ayah bisa menebak seperti itu kelihatan ya yah?” Tanya Fatia manja
“Ayah itu sudah mengenal kamu sedari kamu masih bayi, sudah hafal betul tingkahmu itu mau seperti apa juga” jawab ayahnya menjelaskan
“Boleh ya yah, jangan larang Fatia? Eris itu orangnya baik kok, cuman dia satu-satunya orang yang bisa membuat Fatia seperti ini, boleh ya yah..? Fatia dengan wajah memelas seolah sedang merengek minta jajan
“Ingat kamu itu Uda dua puluh lima tahun, masak tingkahnya begini. Apa gak malu kalau dilihat sama Eris” tanya ayahnya
“Sama Eris mah gak perlu malu, biarin aja. Paling dia bisanya garuk-garuk kepala” jawab Fatia dengan ekspresi yang lucu
Tersenyum-senyum sendiri ayah Fatia oleh tingkah anak gadisnya ini.
“Iya, iya ayah merestui hubungan kalian, yang penting anak ayah ini bahagia. Tapi saling jaga ya, jangan bikin malu keluarga” jawab ayahnya
“Benar ayah, ayah merestui hubungan Fatia sama Eris “ ucap Fatia dengan ekspresi kegirangan kemudian memeluk ayahnya
“Uda-udah, dibilangin kamu ini Uda gede” jawab ayahnya sambil mencoba melepas pelukan anak gadisnya tersebut
“Ngomong-ngomong kalian kapan jadian, kalau kamu bilang pertama bertemu hari Sabtu ke hari ini aja baru tujuh hari” tanya ayahnya
“Hari Minggu” jawab Fatia
“Hah, satu hari doang kalian sudah pacaran?” Ayah Fatia berkata dengan kekagetan
“Iya” jawab Fatia datar
“Segampang itu nak hatimu ditaklukan?” Jawab ayahnya seakan tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya
“Ayah ini, tau kan Fatia gak pernah berpacaran sama cowok manapun sebelumnya. Hati Fatia itu tertutup rapat, ingat ya yah tertutup rapat buat yang namanya cowok” jawab Fatia dengan ekspresi tegas
“Lah itu, sehari aja klepek-klepek sama Eris” ucap ayah Fatia dengan nada meledek
Seakan tidak terima dengan sanggahan ayahnya, Fatia kembali bicara
“Ayah ingat, calon menantu yang ayah bangga-banggakan sewaktu di kota, siapa itu namanya” ucap Fatia sambil mengingat ingat
“Raditya, maksud kamu” ucap ayahnya
“Iya, Raditya.. bagaimana kurangnya ayah menjodohkan ke Fatia, dukungan dari ayah apa coba yang kurang? Menurut ayah Raditya itu ganteng, mapan, masa depan cemerlang. Tapi apa yang Raditya dapatkan selama dua tahun mendekati Fatia. Boro-boro, jatuh cinta, risih Fatia kalau dekat sama dia yah” Fatia berbicara dengan nada kesal
“Iya juga, trus kenapa kalau sama Eris cuman butuh satu hari” tanya ayah Fatia
Dengan tersenyum malu Fatia sedang memikirkan bagaimana cara menjelaskan ke ayahnya tersebut
“Fatia bingung menjelaskan seperti apa, Fatia sendiri juga gak tau kenapa Fatia begitu mudah membuka pintu hati“ jawab Fatia sambil merengek kayak anak kecil
“Memangnya bagaimana awal mulanya” tanya ayahnya
Dengan sedikit ragu, Fatia menceritakan awal pertemuan dengan Eris sampai dimana dia menerima perasaan yang Eris ungkapkan.
Dengan seksama ayah Fatia mendengarkan detail demi detail cerita dari anak gadisnya tersebut, sampai di akhir cerita barulah dia bisa memahami semua ceritanya.
Sambil manggut-manggut dan mengelus jenggotnya, ayah Fatia berkata
“Oh begitu.. benar-benar itu bukan perbuatan yang bisa dilakukan oleh manusia, jangan-jangan Eris menggunakan bantuan jin atau ilmu pelet” ucap ayahnya menggoda
“Ayah,... Eris gak mungkin gitu orangnya” jawab Fatia merengek kayak anak kecil mau nangis
“Iya, iya ayah bercanda. Eris ini memang pemuda yang luar biasa, selain cerdas dia juga mampu memanfaatkan momen terbaik” jawab ayahnya
“Benar ayah, masih banyak lagi hal-hal menakjubkan lain yang bisa Eris lakukan, salah satunya Fatia pernah sampai lemas tidak bisa berbuat apa-apa” ucap Fatia
“Apa yang telah kalian perbuat” tanya ayahnya dengan nada serius
“Ayah ini pikirannya kemana, Eris bukan orang yang seperti itu” jawab Fatia tidak kalah serius
“Trus kenapa, apa yang telah dia lakukan?” Tanya ayahnya
“Eris menghilang tanpa kabar, gak taunya kami kerja satu kantor, tapi apakah ayah tau Fatia sudah disana dari hari Senin dan baru tahu kalau Eris juga kerja disitu, coba ayah tebak kapan?” Tanya Fatia
“Selasa, Rabu, Kamis? Semua jawaban dari ayahnya hanya dibalas dengan geleng kepala
“Hari ini ayah, hari kerja terakhir Minggu ini” jawab Fatia
"Tapi tenang aja ayah, Fatia sudah mengomeli Eris didepan semua staff keuangan" ucap Fatia
“Bagaimana bisa begitu?” Tanya ayahnya
Kemudian Fatia bercerita tentang kejadian pagi tadi di ruang keuangan.
“Habislah kalian, perusahaan tidak akan merestui hubungan kalian” ucap ayahnya setelah mendengarkan cerita kejadian tadi pagi
“Maksud ayah, bagaimana?” Tanya Fatia penasaran
“Suami istri tidak boleh dalam satu perusahaan” jawab ayahnya
“Tidak masalah, Fatia akan keluar dari sana. Dirumah merawat anak-anak kami nanti, merawat ayah juga, menjadi ibu rumah tangga yang baik buat keluarga kami nanti” ucap Fatia sambil tersenyum malu
“Jadi kapan kamu mau ayah nikahkan?” Jawab ayahnya menggoda
“Ayah, Eris sudah punya rencana sendiri untuk hal itu, menurut Eris prosesnya panjang dan tidak mudah. Biarkan dia berusaha selangkah demi selangkah. Kita hanya perlu memberinya kepercayaan dan kesempatan untuk membuktikannya” ucap Fatia penuh dengan keyakinan
“Bahkan kalian sudah membicarakan hal ini, sungguh luar biasa. rupanya anak gadis ayah sudah beranjak dewasa” jawab ayahnya
“Ayah, maafin Fatia belum bisa berbakti selama ini, mulai hari ini Fatia akan mencoba menjadi yang terbaik, menjadi anak yang berbakti, dan berusaha menjadi calon istri yang baik” jawab Fatia dengan tersenyum
“Sudah malam ayah, Fatia mau tidur. Besok harus mencuci baju dan beres-beres rumah” ucap Fatia sembari melangkah kearah kamarnya.
Tanpa menjawab apapun, ayah Fatia hanya tersenyum.
Masih duduk termenung setelah melihat anak gadisnya masuk kedalam kamar.
Pikiran Ayah Fatia mengembara jauh sepanjang perjalanan hidup anak gadisnya itu, sedari dia masih bayi, mulai merangkak, belajar berjalan, dan akhirnya mulai sekolah sampai dia lulus kuliah.
Fatia adalah pribadi yang periang, lucu, banyak bicara dan hal yang paling dia sukai adalah bercerita.
Banyak hal yang dia ceritakan, disaat dia kecil, saat dia sudah mulai sekolah, bahkan saat kuliah semua hal diceritakan.
Pernah suatu ketika saat dia sedang bercerita, ibunya terduduk dengan posisi muka tertunduk karena ketiduran. Mulut fatia tidak berhenti berceloteh dan tidak menyadari bahwa pendengar ceritanya sudah tertidur pulas.
Mungkin karena sedari kecil ibunya selalu membacakan cerita, dari buku-buku cerita dan dongeng sebelum dia tertidur.
Hingga musibah itu merubah segalanya, dua tahun yang lalu ibunda tercinta pergi untuk selamanya, karena penyakit yang dideritanya..
Fatia menjadi pribadi yang pendiam, selalu mengurung diri dikamar, hidupnya bermalas-malasan, sering pulang malam bahkan pernah suatu ketika tercium bau alkohol dari mulutnya.
Berbagai cara sudah dilakukan ayahnya untuk membuat Fatia kembali tersadar, tapi tidak membuahkan hasil apapun.
Di Tengah keputusasaan ayah Fatia, dihadapkan dengan kondisi seperti itu. Ditambah masa kerjanya akan segera pensiun. Keputusan itu diambil, keputusan membawa Fatia untuk tinggal di kampung halaman.
Karena menurut pemikirannya, kehidupan dikota hanya akan terus membuat Fatia hancur.
Tidak disangka keajaiban itu terjadi begitu cepat, tidak memerlukan waktu berlarut-larut.
“Hanya perlu satu hari” ucap ayah Fatia dalam hati, anak gadisnya yang sudah dua tahun ini serasa hilang telah kembali
“Mungkin pemuda itu adalah sosok yang dikirim ibunda Fatia untuk menemaninya” kembali ayah Fatia berbicara dalam hati