Hidup Naura yang sudah menderita itu, semakin menderita setelah Jessica anak dari Bibinya yang tidak sengaja menjebak Naura dengan seorang pria yang dikenal sebagai seorang preman karena tubuhnya yang penuh dengan tato, berbadan kekar dan juga wajah dingin dan tegas yang begitu menakutkan bagi warga, Naura dan pria itu tertangkap basah berduaan di gubuk hingga mereka pun dinikahkan secara paksa.
Bagaimana kelanjutannya? siapakah pria tersebut? apakah pria itu memang seorang preman atau ada identitas lain dari pria itu? apakah pernikahan mereka bisa bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Itu, Mas?
Malam harinya, Naura memasak di rumah sederhana itu. Suasana yang begitu sepi dan juga suara hewan malam yang begitu nyaring cukup menakutkan bagi Naura, ditambah Aiden yang pergi entah kemana sejak sore tadi.
"Aku lapar, kalau nunggu Mas Aiden pasti lama. Coba aku lihat disini ada apa aja," ucap Naura dan memeriksa bahan makanan di dapur.
Naura melihat kulkas yang ada disana, Naura merasa heran, Naura tau jika kulkas tersebut harganya cukup mahal.
"Kok di rumah yang kayak gini ada kulkas ya? atau Juragan Adit yang ngasih Mas Aiden, kam Juragan Aiden termasuk orang yang loyal sama pegawainya," gumam Naura dan lagi-lagi, ia tidak curiga sama sekali.
Naura melihat isi kulkas mahal itu, "Hem, cuma ada bahan buat sayur sop sama ada telur," ucap Naura lalu mengambil bahan masakan tersebut dan mulai memasak apa yang bisa ia masak dengan bahan-bahan tersebut.
Ketika Naura tengah fokus pada masakannya, tiba-tiba terdengar suara yang cukup keras yang memecah keheningan, terdengar persis dari belakang rumah hingga membuat Naura terkejut bahkan sendok sayur di tangannya terlepas dan jatuh ke lantai kayu yang menimbulkan suara berisik.
Jantungnya berdebar kencang, ketakutan yang tadi hilang sekarang kembali datang, bahkan bau masakan yang tadinya harum kini terasa dingin dan hambar.
'Apa itu Mas Aiden? Kayaknya bukan deh, suara tadi keras banget, gak kayak suara langkah kaki manusia. Atau jangan-jangan, maling atau orang gila,' batin Naura.
Naura berdiri mematung di ambang pintu dapur, pandangannya terpaku pada jendela kecil di sisi ruangan. Jendela itu hanya menampilkan kegelapan pekat di luar, kecuali pantulan samar dari lampu di dalam rumah.
Suara-suara alam yang tadinya hanya menakutkan, kini terasa seperti komplotan yang mengintai. Lolongan anjing yang tiba-tiba meninggi dan serangga malam yang berdecit.
"Siapa ya diluar, aku takut. Ya Allah. Mas Aiden kemana sih kok belum pulang juga," gumam Naura.
Naura perlahan mundur, tangannya meraba-raba mencari benda padat, ia menemukan sebuah rolling pin kayu yang berat di atas meja, Naura mengambilnya dan menggenggamnya dengan erat lalu Naura memberanikan diri mendekati pintu belakang. Tepat saat Naura hendak memutar kenop pintu, sebuah bayangan hitam melintas cepat di celah bawah pintu.
"Siapa di sana!" teriak Naura dengan suara gemetar.
Hening, tidak ada jawaban dari luar padahal jelas-jelas Naura melihat bayangan tersebut hingga sebuah suara yang sangat familiar, namun terdengar serak dan lelah terdengar dari luar.
"Naura! Ini aku, buka pintunya," ucap Aiden.
Naura yang mendengar suara Aiden pun merasakan gelombang kelegaan yang luar biasa, membuat lututnya lemas, Naura segera memutar kenop dan menarik pintu hingga terbuka.
"Mas, kamu dari mana? Terus, kamu bawa apa itu?" ucap Naura.
Aiden tidak menjawab, ia hanya melangkah masuk dan menjatuhkan kardus yang berat itu ke lantai.
"Tadi aku ada urusan sama Juragan Adit dan lupa gak bilang," ucap Aiden dan diangguki Naura.
Aiden sendiri tentunya berbohong pada Naura, pasalnya ia tadi pergi karena harus memimpin rapat dan tidak bisa diwakilkan oleh Fandy. Di mana, anak buahnya datang menjemput Aiden dan membawa Aiden ke vila agar rapat berjalan dengan lancar.
"Mas udah makan? aku tadi udah masak sop sama telur dadar," ucap Naura.
"Boleh. aku lapar," ucap Aiden, bohong karena Aiden sudah makan ketika di vila, namun mendengar Naura yang sudah memasak untuknya membuat Aiden tidak tega jika menolaknya.
"Mas disini aja biar aku ambilkan," ucap Naura lalu mengambil masakannya dan menaruh di depan Aiden.
"Kamu sudah makan?" tanya Aiden.
"Belum, ini aku juga bawa piring. kita makan bareng," ucap Naura dan diangguki Aiden.
Mereka berdua pun menikmati makan malam biatan Naura, Aiden yang sudah terbiasa dengan makanan sederhana itupun menikmatinya. 'Enak juga masakannya,' batin Aiden.
Setelah makan, Naura membawa pring dan sisa makanannya ke dapur dan menaruhnya di kulkas agar besok bisa dihangatkan lagi.
Naura kembali ke ruang tamu dan melihat Aiden yang duduk di tikar dan bersandar di dinding yang cat-nya mulai mengelupas itu, "Mas gak mau mandi dulu?" tanya Naura.
"Nanti dulu," ucap Aiden dan diangguki Naura.
"Kalau gitu, Naura tidur dulu ya," ucap Naura.
"Tunggu dulu, itu kardusnya kamu buka," ucap Aiden.
"Apa itu, Mas?" tanya Naura.
"Kamu buka aja," ucap Aiden.
Naura pun membuka kardus tersebut, "Loh baju? ini bajunya siapa, Mas?" tanya Naura.
"Baju kamu, kamu kesini gak bawa baju kan. Masa kamu mau pakai baju itu-itu terus, kamu pakai itu buat ganti, nanti kalau kurang, kamu bisa beli pakai uangku," ucap Aiden.
"Tapi, ini banyak banget, Mas," ucap Naura.
"Gapapa, kamu pilih yang bagus dan yang kamu suka, kalau kamu gak suka atau ada yang gak muat, kamu taruh di plastik aja biar aku kasih ke orang lain," ucap Aiden dan diangguki Naura.
"Ini bajunya baru semua, Mas?" tanya Naura setelah mencium bau pakaian tersebut yang memiliki bau seperti pakaian baru baru.
"Iya, itu semua baju baru. Juragan Adit yang ngasih aku pas ketemu tadi," ucap Aiden.
"Juragan Adit baik banget," ucap Naura.
"Makanya terima aja," ucap Aiden.
"Iya, nanti pas ketemu sama Juragan Adit, tolong sampaikan terima kasih ya," ucap Naura.
"Iya, tadi sudah aku wakilkan buat bilang terima kasih ke Juragan Adit," ucap Aiden dan diangguki Naura.
Naura pun memilih pakaian tersebut dengan antusias, sejujurnya setelah kepergian orangtuanya, Naura belum pernah mendapatkan pakaian baru. Semua pakaian yang ia pakai adalah pakaian bekas Jessica dan itupun kadang kurang layak untuk dikenakan, namun Naura tidak punya pilihan lagi karena pakaian Naura yang sangat sedikit.
"Bajunya bagus-bagus gini, kayak baju mahal. Emang Juragan Adit gak sayang keluar uang buat beli baju gini?" tanya Naura.
"Juragan Adit kaya, jadi kayak gini gak ada apa-apanya buat dia," ucap Aiden.
"Iya, juga sih," jawab Naura.
"Suka bajunya?" tanya Aiden.
"Iya, suka. Bajunya kelihatan mahal, kayaknya belinya bukan di pasar deh," ucap Naura.
"Oh ya, besok aku harus pergi pagi soalnya ada urusan sama Juragan Adit," ucap Aiden.
"Katanya Juragan Adit udah kasih tugas kamu buat jagain perkebunan ini," ucap Naura.
"Iya, tapi aku kan tetap anak buahnya. Kalau Juragan Adit butuh aku, ya aku bakal ikut Juragan Adit," ucap Aiden.
"Kalau aku boleh tau, berapa gaji kamu sama Juragan Adit. Maksudku, kita kan udah menikah. jadi gapapa kan aku tau gaji kamu," ucap Naura.
.
.
.
Bersambung.....