Jingga seorang gadis cantik yang hidupnya berubah drastis ketika keluarga yang seharusnya menjadi tempat pulang justru menjadi orang pertama yang melemparkannya keluar dari hidup mereoka. Dibuang oleh ayah kandungnya sendiri karena fitnah ibu tiri dan adik tirinya, Jingga harus belajar bertahan di dunia yang tiba-tiba terasa begitu dingin.
Awalnya, hidup Jingga penuh warna. Ia tumbuh di rumah yang hangat bersama ibu dan ayah yang penuh kasih. Namun setelah sang ibu meninggal, Ayah menikahi Ratna, wanita yang perlahan menghapus keberadaan Jingga dari kehidupan keluarga. Davin, adik tirinya, turut memperkeruh keadaan dengan sikap kasar dan iri.
Bagaimanakan kehidupan Jingga kedepannya?
Akankan badai dan hujannya reda ??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R²_Chair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Undangan Pembuka MasaDepan
Pagi menjelang, matahari bersinar lembut menerobos tirai tipis jendela kamar Jingga. Gadis itu baru saja selesai sarapan dengan Kake Arga ketika notifikasi di ponselnya berbunyi berkali-kali. Awalnya ia tidak terlalu memerhatikan. Baginya, pagi di desa selalu lebih penting dari notifikasi apa pun.
Namun ketika ia membuka ponselnya dengan santai, matanya membelalak.Ada sebuah pesan dari akun resmi Komunitas Fotografi Kabupaten Lembah Arum.
Halo, Jingga.
Kami melihat hasil fotomu di media sosial dan sangat tertarik. Kami ingin mengundangmu untuk mengikuti Pameran Karya Muda Lembah Arum pada akhir bulan ini.
Jika bersedia, harap konfirmasi kehadiran.
Jingga terpaku.
Tangannya bergetar kecil.
“Ka-Kake…” panggilnya pelan.
Kake Arga yang sedang merapikan piring menoleh. “Kenapa, Nak? Ada apa?”
Jingga menyerahkan ponselnya. Sang kakek membaca pesan itu dengan teliti, lalu tersenyum begitu lebar hingga garis keriput di wajahnya tampak lebih dalam.
“Wah… ini berita besar, Jingga! Kamu diundang untuk pameran?” serunya bangga.
Jingga menunduk, wajahnya memerah. “Aku… aku nggak yakin, Kek. Aku baru belajar memotret. Aku kayaknya belum pantas…”
Kake Arga langsung menepuk pundaknya lembut. “Jangan meremehkan dirimu sendiri. Hasil fotomu itu bagus. Kake sendiri sering lihat kamu memotret dengan fokus dan hati.Dan foto yang kamu kirim kemarin itu sebagian yang bagus sekali hasil potretmu "
“Tapi, Kek… ini tingkat kabupaten. Banyak fotografer profesional di sana.”
“Justru itu,” jawab sang kakek. “Ini kesempatanmu belajar lebih banyak.”
Jingga diam. Jantungnya berdetak cepat, antara gugup dan bangga. Ia tidak pernah membayangkan hidupnya akan sampai ke titik ini setelah masa lalu kelam di rumah ayahnya. Dibuang. Diabaikan. Dituduh. Tapi kini… seseorang di luar sana justru ingin melihat hasil karyanya.
Seolah dunia berkata, akhirnya ada yang melihat dirimu, Jingga.
Siang harinya, Jingga duduk di beranda rumah. Angin sejuk membawa aroma tanah basah dan suara dedaunan saling bersentuhan. Ia memandang jauh ke bukit kecil di kejauhan tempat Arjuna pernah memotretnya tanpa sengaja.
Ingat Arjuna, hatinya langsung mencubit pelan. Sudah sekian lama ia tak bertemu laki-laki itu. Kamera pemberiannya masih ia gunakan setiap hari, tapi sosok Arjuna sendiri menghilang seperti embun pagi.
Tanpa sadar, ia tersenyum tipis.
Dia pasti akan bangga kalau tahu…
Gadis itu memikirkan sesuatu.
“Kayaknya… aku harus berangkat,” gumamnya.
Ia sudah memutuskan untuk ikut,benar kata kake Arga.Ini kesempatan bagus,Jingga akan membuktikan pada dunia jika dirinya bisa menjadi hebat tanpa campur tangan sang ayah.
Beberapa hari sebelum pameran, panitia meminta peserta mengumpulkan kembali foto terbaik. Jingga menghabiskan waktu berjam-jam di kebun, di sungai, di jalan desa, bahkan di bukit yang sering ia datangi bersama Arjuna meski sebenarnya ia pergi sendirian sekarang.
Kamera kecil pemberian Arjuna mulai terasa seperti bagian dari tubuhnya. Setiap jepretan terdengar seperti detak jantung yang stabil, membuatnya tenang.
Kake Arga sering menemani. Kadang ia duduk sambil menyiangi rumput, kadang hanya memperhatikan dari kejauhan.
Suatu sore, saat Jingga memotret tetesan embun di ujung daun, Kake Arga menatapnya.
“Kake senang lihat kamu seperti ini, Jingga. Kamu seperti menemukan dunia barumu.” ucapnya
Jingga tersenyum lembut. “Dunia yang tenang ya, Kek.”
“Dan dunia yang penuh harapan,” tambah Kake Arga.
Ia tidak membantah,setiap ucapan Kake Arga selalu tepat.
Dalam hati Jingga, ia tahu dunia baru itu dimulai sejak pertemuannya dengan Arjuna. Seperti pintu kecil yang terbuka, menuntunnya ke cahaya yang sebelumnya tidak pernah ia lihat.
Hari demi hari berlalu. Hingga akhirnya pesan kedua dari panitia masuk.
Selamat, foto-fotomu diterima. Harap hadir pada Jumat pukul 14.00 di Balai Seni Kabupaten.
Jingga menelan ludah. Tubuhnya mendadak tegang.Ia menepuk-nepuk pipinya,ini nyata.
Ini bukan mimpi.
Kake Arga ikut membaca pesan itu. “Waktunya datang, Jingga.”
“Tapi… aku takut…”
“Tidak apa-apa takut,” jawab sang kakek bijak. “Yang penting kamu tetap melangkah.”
Kalimat itu seakan menancap dalam-dalam ke hatinya.Menjadi sebuah penyemangat untuk dirinya.
Dua hari berlalu,hari ini tepat hari dimana pameran itu di selenggarakan.Kake Arga mengeluarkan motor tuanya motor yang mungkin sudah lebih tua dari Jingga. Namun mesin itu masih hidup dengan baik. Jingga mengenakan baju sederhana kemeja putih, rok denim selutut, dan rambut yang ia biarkan tergerai natural.Tidak bisa di pungkiri,aura Jingga memang beda.Orang pasti akan tau jika Jingga terlahir dari keluarga kaya walaupun pakaiannya sederhana.
Kake Arga menatapnya bangga. “Kamu cantik hari ini.”
Jingga tertawa kecil. “Ah, Kake… jangan berlebihan.”
“Tapi itu benar.”
Mereka berangkat menuju kabupaten. Perjalanan hampir satu jam, melewati bukit, sawah hijau, hingga perkampungan padat yang mulai ramai mendekati kota.
Saat mencapai Balai Seni, Jingga bisa merasakan jantungnya berdetak tak karuan. Gedung itu besar, bersih, dan sudah dihiasi spanduk besar bertuliskan:
PAMERAN KARYA MUDA LEMBAH ARUM
Mengapresiasi Mata Muda Melihat Dunia.
Jingga turun dari motor, memeluk kamera di dadanya seolah itu pelindung.
“Nah, ayo masuk,” kata Kake Arga sambil menepuk bahunya.
Di dalam ruangan, mata Jingga langsung membelalak.
Dinding-dinding dipenuhi foto karya peserta lain potret manusia, alam, arsitektur, hingga foto jalanan.Beberapa terlihat sangat profesional. Ia merasa semakin gugup
“T-Terlalu bagus, Kek… fotoku pasti kalah jauh.”
“Jangan bandingkan dirimu dengan orang lain,” jawab Kake Arga tenang. “Lihat karya orang lain sebagai pelajaran, bukan ancaman.”
Jingga mengangguk walau dadanya masih berdebar cepat.Tak lama kemudian, seorang panitia mendekat.
“Jingga?”
“Ya… saya.”
“Ini, fotomu dipajang di dinding sebelah utara, ya.Kamu termasuk peserta yang cukup menarik perhatian.”
Jingga terdiam, sulit percaya.
“Mari kita lihat,” kata Kake Arga.
Mereka berjalan sampai ke bagian yang dimaksud. Dan di sana,di dinding putih bersih itu terpajang beberapa foto Jingga yang dibingkai rapi.
Foto embun pagi.
Foto Kake Arga di kebun.
Foto anak-anak desa berlari.
Foto sungai dengan cahaya matahari sore.
Dan foto bukit tempat ia dan Arjuna pernah berbagi tawa.
Jingga menutup mulutnya dengan tangan. Air matanya hampir jatuh.
“Kamu berbakat sekali,” puji seorang pengunjung yang kebetulan berhenti di depan fotonya. “Fotomu punya perasaan.”
“Terima kasih…” suara Jingga bergetar.
Kake Arga menepuk pundaknya lembut. “Kamu bangga, Nak?”
Jingga mengangguk. Tapi yang sebenarnya ia rasakan bukan hanya bangga melainkan rasa ingin berbagi kebahagiaan ini kepada seseorang.
Seseorang yang menghilang.
Seseorang yang tanpa sadar telah membangunkannya dari dunia gelap.
“Ka juna…” bisiknya lirih.
Di saat Jingga berdiri memandangi karyanya sendiri…
Di tempat lain, di balik layar ponselnya, Arjuna secara tak sengaja membuka unggahan terbaru Jingga.
Sebuah poster pameran.
Foto-foto yang sudah sangat ia kenal.
Dan caption yang membuat napasnya tertahan.
“Terima kasih untuk seseorang yang mengajarkanku melihat dunia lewat cahaya.Apakah Tuhan masih memperbolehkan ku bertemu dengan mu?"
Nama itu mungkin tidak ditulis.
Tapi Arjuna tahu.
Ia tahu itu untuknya.
Dan kali ini… ia tidak bisa lagi menahan,keputusannya sudah tepat.Ia kembali..untuk dirinya dan untuk gadisnya...
...🍀🍀🍀...
...🍃Langit Senja Setelah Hujan🍃...