Dia.. anak, Kakak, saudara dan kekasih yang keras, tegas dengan tatapannya yang menusuk. Perubahan ekspresi dapat ia mainkan dengan lihai. Marcelline.. pengendali segalanya!
Dan.. terlalu banyak benang merah yang saling menyatu di sini.
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Lintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. -
"Siapa?"
Dengan langkah tegas penuh keyakinan, Azalea berjalan dan langsung merangkul lengan besar milik Delano. Keduanya saling bertatapan dan Azalea memberikan senyuman lebarnya pada sang kekasih. Delano.
Delano sendiri bingung harus bersikap seperti apa, tapi memang benar kalau mereka berdua memiliki hubungan seperti yang Azalea katakan. Jadi ia hanya mampu tersenyum tipis dan memegang tangan Azalea yang berada di lengannya.
"Dek?" Anggi speechless, bahkan yang lainnya juga, termasuk Marcelline yang masih mencerna apa yang baru saja ia lihat dan dengar.
"Iya Bun. Bang Delan bukan cuma bawahan keluarga kita dan orang kepercayaan Kakak, tapi juga calon menantu keluarga Hart. Setelah lulus SMA nanti, Lea mau hubungan yang lebih serius sama Bang Delan, pertunangan dan pernikahan," ucap Azalea tegas tanpa keraguan. Bahkan ia berbicara seperti itu tanpa menundukkan kepala.
"OMONG KOSONG!" bentak Marcelline pada akhirnya.
Semua langsung menatap gadis itu, terutama Anggi yang tubuhnya gemetar takut. Menggenggam suaminya. Takut kalau putrinya itu menyakiti putrinya yang lain.
Ervan menahan tangan Marcelline. "Tenang...."
"Apanya yang tenang? Semua omongannya nggak masuk akal. Terlalu melampaui!" potong Marcelline marah.
"Omongan Lea yang mana yang nggak masuk akal Kak? Omongan yang mana yang menurut Kakak melampaui? Apa kejujuran Lea barusan buat Kakak keberatan?" tanya Azalea seolah menentang dan menantang Kakaknya sendiri.
Ervan menatap Azalea dan menggeleng pelan untuk memperingatkan gadis itu agar diam tanpa membuat amarah Marcelline semakin memuncak.
"Apa cinta kami salah Kak? Apa mengungkapkan kejujuran itu salah? Bukannya selama ini Kakak selalu ngajarin buat utamain kejujuran? Terus kenapa hari ini malah kejujuran itu salah di mata Kakak?" tanya Azalea tanpa menghiraukan Ervan.
"Kejujuran dan attitude adalah yang utama. Apa kamu udah lakuin itu?" tanya Marcelline sambil melepas genggaman tangan Ervan dan melangkah mendekati adik dan bawahannya itu.
"Lea nggak merasa ngelanggar itu. Tapi untuk kepulangan Lea yang Lea lakuin secara diam-diam iya itu salah dan melanggar, dan Lea siap terima hukuman yang Kakak kasih. Tapi tetap, untuk perasaan Lea.. itu nggak bisa di anggap salah," ucap Azalea tegas.
Marcelline tersenyum miring, tatapannya tajam setelah berada tepat di depan mereka dengan jarak dekat. Rasanya ia ingin membunuh Delano yang sekarang menunduk tetap hormat padanya.
"Kalau gitu terima hukuman mu," ucap Marcelline dan melepas rangkulan Azalea dari tangan Delano secara paksa, dan menarik adiknya juga secara paksa tanpa peduli kalau itu menyakiti adiknya sendiri.
"Kak...."
"Aku tidak menyuruh kalian untuk ikut campur!" tegas Marcelline menatap tajam Afandi.
"Kak...."
"Diam Azri!" tegas Marcelline juga. Lalu menatap Delano yang sekarang berani menatap dirinya.
Dan Marcelline menatap Azalea yang meringis kesakitan karena genggamannya.
"Kamu ingin pulang dan menetap di tanah kelahiran mu ini kan? Akan ku turuti. Tapi jangan pernah melangkahkan kaki mu untuk keluar dari kamar. Kalau sekali lagi kamu berani melanggar, maka jangan salahkan Kakak mu ini jika menghilangkan kaki mu!"
Kejam. Ya itu lah Marcelline. Bahkan pada keluarga kandungnya sendiri pun ia tidak segan untuk menempatkan kekejaman itu.
"Mengerti?" tanya Marcelline dan dengan tatapan sedih Azalea mengangguk pasrah menerimanya.
"Lea terima tanpa protes," sahutnya.
"Bagus! Dan untukmu!" Marcelline menatap Delano yang menunduk kembali.
"Pergilah. Semua pekerjaan mu, saya bebaskan. Tidak akan ada lagi beban yang kau tanggung mengenai keluarga ku ataupun urusan ku!"
"Kak?" Azalea mengeluarkan protes dengan Delano yang langsung menatap Marcelline juga.
"Anda memberhentikan saya, Nona?" tanya Delano.
Marcelline mengangguk tegas dengan tenang. "Dan konsekuensi yang kau terima juga tidak akan separah mereka yang pernah berkhianat denganku. Keluarga mu ataupun dirimu sendiri aman tanpa kematian menjemput. Tapi.. kalau kalian mati kelaparan karena sulit mendapatkan pekerjaan, itu resiko dan bukan tanggung jawabku. Tapi kematian mu jelas aku menunggunya tanpa aku harus mengotori tanganku!"
"Tidak membunuh mu secara langsung detik ini saja sudah menjadi sebuah keberuntungan besar untukmu, Delano," lanjutnya tajam.
Marcelline menarik paksa Azalea ingin membawa adiknya keluar dari apartemen ini. Tapi sebelum benar-benar melangkah keluar, ia berhenti dan kembali mengeluarkan suara tanpa menoleh menatap Delano, sang lawan bicara.
"Dan ingat.. Hubungan antara kau dan Azalea selesai. Selesai tanpa persetujuan kalian berdua karena aku tidak pernah menganggap itu nyata!"