Terpaksa Menjadi Pengganti Kembaranku

Angelina kembali ke kamarnya setelah acara makan malam selesai. Kedatangan kedua orang tua Angelika malam ini benar-benar di luar dugaan, tetapi ajaibnya ia bisa memainkan peran sebagai Angelika dengan sempurna.

Kebiasaan, cara makan, menu yang Angelika suka dan tidak Angelika suka, semua bisa ia lakukan tanpa cela. Hingga kedua orang tua Angelika sedikitpun tidak menyadari jika wanita yang bersama mereka bukanlah putri yang selama ini mereka asuh.

Angelina membawa langkahnya menuju tempat tidur, mengambil ponsel yang ia sembunyikan di bawah bantal dan menyimpannya di laci terbawah nakas pada bagian ujung belakang.

Tepat saat ia menegakkan tubuhnya, pintu kamarnya terbuka saat Leon mendorongnya pelan, melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya.

"Mereka memilih menginap di sini selama beberapa hari," ucap Leon memberitahu, membawa langkahnya mendekat istrinya.

"Dan kurasa... itu baik untukmu," lanjutnya kemudian.

"Bagaimana jika aku... tidak bisa mengingatnya?" tanya Angelina lirih seraya menudukkan kepala.

Leon tersenyum, meraih dagu istrinya, lalu mengangkat wajah sang istri hingga tatapan mereka kembali bertemu.

"Itu artinya... aku perlu membuat kisah baru untuk kita. Kisah yang berbeda dengan yang pernah kita jalani di masa lalu. Hanya saja, tolong jangan ada drama pisah kamar denganku. Aku tidak bisa menerima itu," jawab Leon dengan wajah penuh harap.

"Bukankah kita sudah satu kamar sejak aku keluar dari rumah sakit?" sambut Angelina.

"Memang benar." Leon mendesah pelan, mengulurkan tangan untuk menarik pinggang istrinya mendekat dan mengunci pergerakan sang istri.

"Tapi aku selalu merasa... kamu sangat jauh dariku. Jadi, beri aku waktu untuk menumbuhkan cinta itu lagi di hatimu. Tak peduli apakah kamu mengingat masa lalu atau tidak, aku ingin membuat cinta itu kembali ada menggunakan caraku."

"Bukan hanya karena kamu ibu dari putra kita, tapi juga karena kamu adalah istriku. Istri sah ku. Dan aku janji, aku akan menjaga batasanku sampai kamu siap," Leon menambahkan.

Angelina terdiam dalam waktu lama, netranya mengunci wajah Leon, menemukan ketulusan dari sorot mata pria itu. Menghipnotis dirinya untuk tidak berpaling.

"Aku mencintaimu."

Tanpa ragu, Leon mendekatkan wajahnya, menyatukan bibir mereka dalam ciuman lembut tanpa paksaan, menyematkan janji yang sama dalam sumpah pernikahan pada wanita yang membuat ia jatuh cinta kedua kalinya.

.

.

.

Acara yang dinantikan Leon pun tiba. Malam ini, Angelina mematut dirinya di depan cermin, mengamati penampilannya sendiri yang kini terbungkus dalam balutan gaun malam yang sangat indah menurutnya. Gaun yang bahkan tidak pernah bisa ia sentuh di kehidupan lamanya.

Rambutnya ia biarkan setengah terurai, memberikan polesan ringan pada wajah serta bibirnya hingga membuat ia seakan tengah menatap bayangan orang lain

"Sudah siap?"

Suara pertanyaan itu membuat Angelina yang baru saja selesai merias wajah berbalik, tersenyum manis saat mendapati Leon telah siap dengan setelan jas hitam yang membuat pria itu tampak gagah dengan penampilannya.

"Ya," Angelina menjawab singkat.

Leon tersenyum, menatap wajah cantik istrinya, lalu melangkah mendekat dan menyelipkan helaian anak rambut ke belakang telinga sang istri.

"Cantik," puji Leon.

Angelina hanya tersenyum, mulai terbiasa dengan sikap manis yang Leon berikan, meski tak bisa ia pungkiri setiap sikap yang Leon berikan padanya selalu membuat hatinya berdebar.

"Kita berangkat sekarang?" tanya Leon seraya mengulurkan tangannya yang segera di sambut oleh Angelina.

*

Di waktu yang sama, Dean sudah tiba di hotel tempat acara perjamuan bisnis akan dilangsungkan seorang diri satu hari sebelum acara dimulai, meninggalkan Angelika tetap di kota yang berbeda dengan kota tempat saat ini ia berada, menanti acara yang akan diselenggaraan malam ini

.

.

.

Suasana riuh dari pesta perjamuan bisnis yang diselenggarakan di balroom hotel seketika berubah hening kala suara ketukan sepatu yang menggema menarik perhatian semua orang diikuti dengan munculnya pasangan suami istri yang berhasil membuat semua mata terpana.

Angelina yang tampil begitu mempesona dalam balutan gaun malamnya, memukau semua pasang mata para tamu yang hadir.

Leon tersenyum tipis penuh wibawa, melangkah bersama Angelina yang melingkari lengannya menuju tengah ruangan di mana para relasi bisnisnya sudah menunggu.

"Selamat malam, Tuan Sylvain," salah satu relasi bisnis menyapa ramah sembari mengulurkan tangan.

Leon tersenyum samar, menyambut uluran tangan yang datang padanya diikuti sang istri. Angelina tidak banyak bicara, tetapi menjawab ramah ketika para relasi bisnis Leon mengajukan pertanyaan padanya di luar bisnis.

"Saya tidak menyangka Anda akan datang bersama istri Anda," satu dari mereka kembali berbicara.

"Dan sepertinya Anda berhasil menjadi bintang utama malam ini," satu dari mereka yang lain menimpali.

"Lihat saja." dia menggerakkan satu tangannya ke sekeliling ruangan yang mana hampir semua pandangan hanya tertuju pada mereka berdua.

Leon tersenyum bangga, meletakkan telapak tangannya di atas tangan sang istri yang melingkari lengannya seraya memberikan tepukan pelan yang menenangkan bagi Angelina.

"Itu karena saya ingin semua orang tahu siapa yang menjadi Nyonya Muda Sylvain," jawab Leon tanpa ragu.

Para relasi bisnis itu tertawa ringan tanpa adanya sorot meremehkan. Sebaliknya, mereka membungkuk sopan pada Angelina, bahkan terlihat enggan bersitatap seakan ada sesuatu yang membuat mereka menurunkan pandangan mereka secara teratur.

Kewibawaan yang Leon miliki mampu membuat Angelina disegani dalam waktu singkat, sikap hangat Leoan yang hanya ditunjukkan pada istrinya membuat semua orang tidak memandang Angelina sebelah mata. Menghangatkan hati Angelina yang kini menatap Leon dalam waktu lama tanpa kata.

Jangan gila, Angelina! Dia suami saudarimu sendiri.

Angelina menggeleng kepala saat ia tersadar atas apa yang baru saja ia lakukan, menyadarkan dirinya sendiri akan statusnya saat ini.

Obrolan antara Leon bersama relasi bisnisnya berlanjut. Hingga keduanya tidak menyadari, tak jauh dari tempat mereka berdua berdiri, ada sepasang mata yang terus mengawasi keduanya sejak mereka tiba di acara itu.

Kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, sorot matanya menyiratkan amarah yang dalam, tidak terima dengan apa yang ia lihat. Dan ketika ia melihat Angelina memisahkan diri menuju toilet, dia tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak mendekat.

. . . .

. . .

To be continued...